“Apa?!”Esther bukan tipe orang yang bisa berteriak seperti itu. Ya, setidaknya tidak bila di depan ayahnya. Namun berkat cerita dari sang ayah Esther tidak bisa menahan dirinya untuk berseru dengan cara seperti itu karena tidak percaya dengan penuturan ayahnya.Zeref bersender pada lengan sofa, matanya tertutup dan tangannya tampak memijit pelipisnya. “Esther, perhatikan nada suaramu.”Kalimat tersebut seketika menyadarkan Esther dengan siapa dia berbicara sekarang. Gadis itu mengepalkan kedua tangan di atas pahanya. “Kenapa bisa begitu, Ayah? Kenapa Ayah langsung mengambil keputusan untuk mengusir Felix begitu saja? Maksudku, tidak ada yang bisa membuktikan perkataan Elson saat itu. Tidak ada bukti pasti.” Esther sedikit frustasi, menyadari bahwa keputusan ayahnya dimasa lalu merupakan titik awal dimana kebencian Vinson kepadanya dimulai. Semua kejadian buruk yang menimpanya, sudah jelas merupakan bagian dari pada balas dendam orang itu terhadap keluarganya. Semua itu sangatlah tida
7 tahun yang lalu…Esther Rodrigo turun dari sebuah mobil sambil melihat ke sekeliling. Dia merapikan seragam sekolahnya yang baru. Hari itu adalah hari pertamanya sebagai murid SMA. Sekaligus hari pertama tanpa Elma dan Elson. Setelah melewati proses perceraian di pengadilan yang berlarut-larut, Ibunya berhasil mempertahankan Elma untuk ikut dengannya. Sementara Esther selaku putri sulung, harus tetap berada di bawah asuhan sang ayah.Sebetulnya Esther sempat memohon kepada Ibunya untuk tidak pergi ke luar negeri. Tetapi sang Ibu yang sudah bertekad tidak bisa lagi ditahan olehnya. Namun wanita itu selalu berjanji akan menghubungi Esther, atau berkunjung bersama sang adik setiap liburan.Sialnya lagi kepergian adik dan Ibunya juga merupakan perpisahan Esther dengan Elson saat itu. Elson yang memang adalah anak jenius langsung bisa masuk ke universitas mana pun yang dia inginkan, oleh karena itu dia mendapatkan undangan langsung ke universitas terbaik di Inggris. Tanpa perlu berpikir
“Esther, kau baik-baik saja?”Esther kini tersadar dari lamunannya tatkala mendengar suara sang ayah dari samping. Gadis itu menoleh lalu kemudian tersenyum. “Aku baik-baik saja, Ayah.”Dia tidak tahu mengapa, tetapi dari sekian banyaknya memori di kepalanya justru dia malah teringat dengan insiden Vinson dan permen karet. Sejujurnya memang itu salah satu bentuk pengalaman traumatis sebab gara-gara itu pula rambut Esther harus dipotong pendek. Sangat pendek malah. Mungkin karena beban pikiran, mendadak banyak kenangan lama yang muncul ke permukaan. Terutama setelah diskusi yang Esther dan sang ayah lakukan pagi tadi.Saat ini Esther, Elson dan Zeref baru saja selesai makan siang bersama dan mereka sedang berada dalam perjalanan pulang. Oleh sebab itulah jeda waktu perjalanan malah membuat Esther banyak teringat hal-hal lalu. Terutama pesan yang langsung mentrigger kemarahannya.Sender : Gaara MaxwellJuly 25, 2024 1:39:22 PMEsther, kau dimana? Aku meneleponmu berkali-kali dan kau jug
Bibir Elise menipis sebelum dia menjawab, “Aku menyukai Gaara. Aku menginginkan dia dan aku selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Jika aku tidak bisa mendapatkannya, maka orang lain pun tidak. Apalagi si Rodrigo tolol itu.”“Kalau kau menyukai dia, kenapa kau justru malah memancing amarahnya?”Elise menatap Nol dengan tajam. “Dia baru saja mengambil langkah yang salah dengan menolakku. Padahal aku menyerahkan diriku dengan sukarela pada dia. Dia tidak tahu saja diluar sana ada banyak yang menginginkanku. Dia pasti sudah tidak waras karena mengingat perempuan lain saat sedang bersamaku, dan lagi orangnya perempuan sialan itu lagi.”Perempuan itu kemudian berbalik dan berjalan menuju ke arah sofa yang berada di pinggir ruangan sebelum menghempaskan tubuhnya disana.Nol menghampiri dan duduk disampingnya. “Gaara hanya ingin kau minta maaf pada Esther dan menjelaskan yang sebenarnya.”Elise langsung melotot, memandang Nol dengan pandangan yang siap membunuhnya. Tangannya menggengga
Napas Esther tercekat ketika dia menemukan sosok pria yang duduk menunggunya di undakan depan rumah. Sosok tersebut menengok dan sontak berdiri ketika Bentley milik Zeref Rodrigo berhenti tepat di depannya.“Siapa itu?” Zeref mengernyit melihat sosok pemuda yang tidak dia kenal.“Sepertinya kenalannya Esther,” sahut Elson agak dongkol.Pada akhirnya mereka bertiga turun dari dalam mobil sementara Gaara sendiri langsung menghambur untuk mendekati Esther. Tetapi begitu dia melihat Zeref dan Elson yang seolah membuat pagar untuknya, Gaara sedikit mundur dan dengan sopan menyapa, terutama menunjukan hormatnya kepada Zeref. “Saya Gaara Maxwell, senang bertemu dengan Anda Pak Zeref.” Saat itu Gaara sama sekali tidak mempedulikan Elson.Zeref balas membungkuk. “Dan apa yang membawamu hingga kau bisa duduk di undakan rumahku?”“Saya ingin bicara dengan Esther, ada sesuatu yang perlu kami diskusikan,” jawab Gaara tanpa merasa ragu sedikit pun.Zeref menaikan sebelah alisnya kemudian melirik pa
Gaara terbangun dengan senyuman cerah dibibirnya. Dia membuka mata secara perlahan-lahan, lalu berguling-guling sebentar sebelum akhirnya lelaki itu turun dari ranjang yang sedang dia tempati. Meski tidurnya tidak dihantui mimpi sama sekali. Namun dengan bangun pagi dalam keadaan segar dan perasaan yang lega luar biasa adalah sebuah hadiah terindah.Pemuda itu berjalan ke kamar mandi, senyum masih tersungging dibibir sambil sesekali menguap dan menggaruk rambutnya yang acak-acakan. Setelah mencuci muka, dia menatap pantulan mukanya sendiri di cermin kamar mandi.Lihat, betapa bodohnya ekspresi yang dia buat saat ini. Dia cepat-cepat mengubah ekspresi tersebut menjadi dirinya yang seperti biasa, tetapi gagal dan senyuman kembali mampir diwajah.Fenomena ini terjadi lantaran dia kembali teringatkan dengan pernyataan cinta yang dia terima dari Esther kemarin sore. Gadis special yang memang dia pun punya rasa yang sama kepadanya. Jadi bagaimana bisa dia cemberut dengan kenangan indah sema
Esther kali itu sedang terjebak macet dalam perjalanannya menuju ke komplek hiburan raksasa di pusat kota. Sesuai dengan rencana yang telah dia rancang sebelumnya, Esther bermaksud untuk mempertemukan keluarganya dengan si kakak beradik yang dimasa lalu telah teraniaya. Esther ingin melihat ayahnya dan Elson (terutama) untuk berada dalam satu meja dan meminta maaf atas apa yang telah terjadi di masa lalu meski dosa mereka barangkali tidak cukup menebus segala yang telah terjadi. Meskipun Esther sudah kepalang membenci Vinson dalam waktu yang lama, tetapi setelah mengetahui kebenaran yang melatarbelakangi aksinya, Esther merasa bahwa dia tidak bisa diam saja melihat permusuhan diantara kedua keluarga.Melihat Esther yang punya hubungan cukup baik dengan Felix, ayahnya pun mempercayakan pada Esther untuk menghubungi pria tersebut. Karena itulah dia pagi tadi memberanikan diri mengirim pesan singkat kepada pria itu untuk bertemu bila dia punya waktu kosong.Untungnya pria itu tidak membu
Karena tidak ingin menarik perhatian orang-orang disekitar. Vinson sadar bahwa cara terbaik untuk menangani Esther yang sekarang adalah dengan melepaskannya sebelum nanti dia akan menangkapnya lagi jika situasi disekitar sudah jauh lebih kondusif.Ketika sampai diluar, Esther berhenti lalu menoleh kebelakang. Dia berjengit saat Vinson rupanya masih mengikuti. “Kenapa kau masih mengikutiku?” bentak Esther emosi.Vinson yang tidak suka dengan nada suara Esther yang meninggi lantas balas membentaknya pula. “Kenapa pula kau tiba-tiba lari?”Esther mengernyit, “Kau sendiri kenapa mengejarku?” tantangnya.Vinson menghembuskan napas kesal, dia mengacak rambutnya dengan sebelah tangan. “Coba kau berkaca pada dirimu sendiri dan lihat situasinya,” ujar lelaki itu sambil berkacak pinggang. “Kau datang sendiri kemari atas kemauanmu sendiri, mencari kakakku, dan ketika aku bertanya kenapa, kau bertingkah dan aneh tiba-tiba lari. Bagaimana aku bisa melepaskanmu begitu saja saat aku melihat kau memb