Gaara mendesah lega begitu air panas mengguyur permukaan kulitnya. Dulu sekali ibunya pernah bilang bahwa mandi di tengah malam hanya membawa penyakit. Ya, terkadang beberapa memori yang tersisa tentang mendiang sang ibu kerap datang tanpa diminta. Maka seharusnya sebagai anak yang berbakti kepada ibundanya, Gaara mestinya mendengarkan setiap perkataan wanita itu. Tetapi akhir-akhir ini Gaara bahkan jarang pulang pada jam normal. Dia selalu saja pulang tengah malam atau dini hari. Jika tidak sedang teler, memang Gaara akan memastikan tubuhnya segar sebelum tidur.Pemuda itu tersenyum saat mengingat apa yang sudah dia lalui hari ini sampai pada akhirnya dia pulang pada dini hari.Untuk pertama kalinya dia pulang ke rumah dalam kondisi bersih. Tanpa bau rokok, tanpa bau alkohol sama sekali. Untuk pertama kalinya pula dia pulang ke rumah dalam kondisi sadar dan lebih banyak tersenyum, hanya karena menghabiskan malamnya bersama dengan seorang perempuan.Bukan perempuan sembarangan, melain
Selama dia hidup, sejujurnya ini kali pertama Esther tiba di kediamannya pada dini hari diluar keluarganya. Karena kalau sendirian tentu saja hal ini mustahil untuk dia lakukan. Tetapi setengah jam yang lalu Esther telah memecahkan rekor pertamanya dalam segala hal bersama seorang pria.Suasana yang sudah sepi karena sebagian orang telah tertidur lelap karena kelelahan. Esther bersenandung sepanjang jalan hingga tiba di depan pintu kamar apartment-nya. Saat itu pula sesuatu yang sebenarnya ada di dalam dugaannya terjadi. Elson telah berada di dalam apartment-nya dengan sebuah buku ditangan dan wajah yang memberenggut.“Kau darimana?” tanya lelaki itu dengan suara yang dingin.“Aku dari pesta pernikahan guru SMA kita. Sebaliknya kenapa kau ada disini?” tanya Esther heran, dia bahkan melupakan fakta bahwa ini bukan kali pertama Elson ada di apartment-nya tiba-tiba. Saat dia baru pulang dari Amerika pun dia sudah ada di apartment-nya begitu saja. Memang pertanyaan bodoh sih.“Apakah pest
“Ayah memanggilku?” Esther mengintip dari balik pintu yang setengah tertutup. Di dalamnya pria tersebut tampak sedang bicara dengan Elson. Menyadari putrinya telah tiba Zeref segera menghentikan diskusi antara dia dan keponakannya.“Ya, masuklah.” Lelaki itu lantas berjalan menuju ke arah sofa berlengan yang berada di sisi ruangan. Selanjutnya dia segera memberi isyarat kepada Elson untuk meninggalkan ruangan.Esther sendiri memasuki ruang kerja sang ayah dengan suasana hati yang campur aduk. Namun meski begitu Esther menyempatkan untuk menyunggingkan senyum ketika berpapasan dengan Elson.Karena semalam Elson menginap di apartment-nya, niatan Esther untuk mengurung diri harus rela dia batalkan lantaran Elson menerima telepon dari ayahnya untuk membawa Esther ikut serta ke kediaman utama. Dengan perintah mutlak itulah Esther mau tidak mau harus menyanggupi, dan dia membiarkan Elson memasakan sarapan untuk dia konsumsi sebelum dia pergi ke menghadap sang ayah.Pria itu menepuk satu sis
Esther mulai dihampiri oleh beragam spekulasi. Terlebih ketika melihat sikap ayahnya yang terbilang sangat aneh. Pria itu setahu Esther adalah tipe orang yang tidak pernah bersikap sewaspada ini, kecuali kepada saingan bisnisnya atau orang-orang yang berpotensi mengancam kehidupan pribadi keluarganya. Melihat hal tersebut, Esther berusaha untuk memilih kata yang tepat supaya sang ayah tidak terlalu tegang seperti saat ini.“Aku sedang terganggu dengan sesuatu, kebetulan sekali ada yang mengajakku keluar. Jadi kupikir kenapa aku tidak pergi saja saat kesempatan itu datang untuk menjernihkan pikiran.”Ayahnya menganggukan kepala. “Lalu bagaimana setelah itu?”“Kami naik taksi ke tempat berlangsungnya acara. Sampai disana, aku mengucapkan selamat pada pengantinnya, dan Felix kemudian kerubungi orang-orang, karena aku berada disana sebagai patnernya Felix kemudian mengenalkan aku kepada mereka. Tetapi orang-orang itu ternyata sudah tahu soal aku.” Sekali lagi ayahnya menganggukan kepala.
“Apa?!”Esther bukan tipe orang yang bisa berteriak seperti itu. Ya, setidaknya tidak bila di depan ayahnya. Namun berkat cerita dari sang ayah Esther tidak bisa menahan dirinya untuk berseru dengan cara seperti itu karena tidak percaya dengan penuturan ayahnya.Zeref bersender pada lengan sofa, matanya tertutup dan tangannya tampak memijit pelipisnya. “Esther, perhatikan nada suaramu.”Kalimat tersebut seketika menyadarkan Esther dengan siapa dia berbicara sekarang. Gadis itu mengepalkan kedua tangan di atas pahanya. “Kenapa bisa begitu, Ayah? Kenapa Ayah langsung mengambil keputusan untuk mengusir Felix begitu saja? Maksudku, tidak ada yang bisa membuktikan perkataan Elson saat itu. Tidak ada bukti pasti.” Esther sedikit frustasi, menyadari bahwa keputusan ayahnya dimasa lalu merupakan titik awal dimana kebencian Vinson kepadanya dimulai. Semua kejadian buruk yang menimpanya, sudah jelas merupakan bagian dari pada balas dendam orang itu terhadap keluarganya. Semua itu sangatlah tida
7 tahun yang lalu…Esther Rodrigo turun dari sebuah mobil sambil melihat ke sekeliling. Dia merapikan seragam sekolahnya yang baru. Hari itu adalah hari pertamanya sebagai murid SMA. Sekaligus hari pertama tanpa Elma dan Elson. Setelah melewati proses perceraian di pengadilan yang berlarut-larut, Ibunya berhasil mempertahankan Elma untuk ikut dengannya. Sementara Esther selaku putri sulung, harus tetap berada di bawah asuhan sang ayah.Sebetulnya Esther sempat memohon kepada Ibunya untuk tidak pergi ke luar negeri. Tetapi sang Ibu yang sudah bertekad tidak bisa lagi ditahan olehnya. Namun wanita itu selalu berjanji akan menghubungi Esther, atau berkunjung bersama sang adik setiap liburan.Sialnya lagi kepergian adik dan Ibunya juga merupakan perpisahan Esther dengan Elson saat itu. Elson yang memang adalah anak jenius langsung bisa masuk ke universitas mana pun yang dia inginkan, oleh karena itu dia mendapatkan undangan langsung ke universitas terbaik di Inggris. Tanpa perlu berpikir
“Esther, kau baik-baik saja?”Esther kini tersadar dari lamunannya tatkala mendengar suara sang ayah dari samping. Gadis itu menoleh lalu kemudian tersenyum. “Aku baik-baik saja, Ayah.”Dia tidak tahu mengapa, tetapi dari sekian banyaknya memori di kepalanya justru dia malah teringat dengan insiden Vinson dan permen karet. Sejujurnya memang itu salah satu bentuk pengalaman traumatis sebab gara-gara itu pula rambut Esther harus dipotong pendek. Sangat pendek malah. Mungkin karena beban pikiran, mendadak banyak kenangan lama yang muncul ke permukaan. Terutama setelah diskusi yang Esther dan sang ayah lakukan pagi tadi.Saat ini Esther, Elson dan Zeref baru saja selesai makan siang bersama dan mereka sedang berada dalam perjalanan pulang. Oleh sebab itulah jeda waktu perjalanan malah membuat Esther banyak teringat hal-hal lalu. Terutama pesan yang langsung mentrigger kemarahannya.Sender : Gaara MaxwellJuly 25, 2024 1:39:22 PMEsther, kau dimana? Aku meneleponmu berkali-kali dan kau jug
Bibir Elise menipis sebelum dia menjawab, “Aku menyukai Gaara. Aku menginginkan dia dan aku selalu mendapatkan apapun yang aku inginkan. Jika aku tidak bisa mendapatkannya, maka orang lain pun tidak. Apalagi si Rodrigo tolol itu.”“Kalau kau menyukai dia, kenapa kau justru malah memancing amarahnya?”Elise menatap Nol dengan tajam. “Dia baru saja mengambil langkah yang salah dengan menolakku. Padahal aku menyerahkan diriku dengan sukarela pada dia. Dia tidak tahu saja diluar sana ada banyak yang menginginkanku. Dia pasti sudah tidak waras karena mengingat perempuan lain saat sedang bersamaku, dan lagi orangnya perempuan sialan itu lagi.”Perempuan itu kemudian berbalik dan berjalan menuju ke arah sofa yang berada di pinggir ruangan sebelum menghempaskan tubuhnya disana.Nol menghampiri dan duduk disampingnya. “Gaara hanya ingin kau minta maaf pada Esther dan menjelaskan yang sebenarnya.”Elise langsung melotot, memandang Nol dengan pandangan yang siap membunuhnya. Tangannya menggengga