MATAHARI
Di sebuah ruang yang gelap, sosok-sosok itu berjalan bak bala tentara yang siap berperang. Hanya sebuah obor yang dipasang di setiap dinding bata hitam yang menjadi penerangan satu-satunya lorong-lorong itu. Sepasang kaki-kaki itu berjalan senada satu sama lainnya. Tepat berada di depan mereka, sosok pria besar menjadi pemimpin jalannya mereka
“Wanita itu harus kutemukan, harus!” Entah terdengar seperti apa kalimat yang baru saja tercetus dari bibir sang pemimpin itu. mata merahnya menyala penuh tekad yang kuat. Pundaknya yang tegak menyiratkan betapa kerasnya kepala pria itu. Ia harus segera menemukan apa yang ia inginkan, kalau tidak ia akan berbuat lebih jauh dari ini.
“Tapi, Tuan.. selama wanita itu masih bersama bayinya, kita tidak akan pernah menemukannya.” Sela salah seorang pengikutnya yang merupakan kaki tangannya. Sejujurnya ia takut melakukan hal itu. Namun itu harus dilakukannya agar mereka bisa menjalankan misi ini dengan baik.
Pria itu menghentikan langkahnya. Ia membalikkan wajahnya dan melihat si pemiliki suara yang berani menyelanya. Mata merahnya menusuk tajam ke arah waniah pengikut prianya yang pucat pasi.
“Tidak akan ada yang bisa bersembunyi dariku.” Geramnya. Gigi-gigi putihnya berbunyi gemeretuk seperti berdecitan. Ujung Bibirnya yang merah-semerah darah nampak naik sebelah. Ia takkan membiarkan mangsanya lewat begitu saja. Tidak ada yang boleh mencoba berlari dari jangkauannya. Tidak wanita itu, tidak juga bayinya. Keduanya harus berada ditangannya. Ia harus memastikan keduanya diketemukan dalam keadaan hidup.
“Kalian mulailah berpencar. Dan kau, Marlon..” tunjuknya pada kaki tangannya tadi. “Kau harus berhasil menembus jantung kota Last Town. Misi kita untuk merebut kota itu belum berakhir.”
“T-Tapi..” Pria bernama Marlon menatap tak percaya pada pemimpinnya itu. mata merahnya terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Bagaimana bisa ia menembus pertahanan kota Last Town yang kuat itu. Apalagi mereka memiliki Rowman sebagai tameng. Pria itu takkan mudah melakukannya selama Rowman masih berdiri tegak.
“Kau bisa. Rowman memang kuat, tapi ia lemah. Kau bisa menyusup sebagai mata-mata disana.” Jelasnya. Dalam otaknya sudah tersusun berbagai rencana yang telah ia siapkan untuk menggempur kota itu. Ia takkan bisa melewatkan begitu saja kesempatan emas ini. Clan yang berasal dari Last Town begitu istimewa. Mereka memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh Clannya, yang hanya merupakan vampir biasa.
“Bagaimana jika mereka berhasil mengetahui penyamaranku?” Tanya Marlon. Sebenarnya ia merupakan sosok pemberani, namun berhadapan dengan Clan Vampir merupakan hal yang sangat menyeramkan baginya. Tuannya boleh saja berkata demikian, namun menerobos jantung kota itu adalah hal tersulit yang ia pernah rasakan.
Pemimpin itu pun maju selangkah. Ia menempatkan tangan kirinya pada pundak Marlon dan meremasnya kuat. Mata merahnya menyala bagaikan bara api yang siap membakar siapa saja.
“Vampir-vampir itu akan menguntungkan kita. Kita bisa menggunakan kekuatan mereka untuk menguasai dunia. Aku takkan membiarkan kaum kita musnah begitu saja.”
...
Kata orang ketika kematianmu, maka ada beberapa orang yang telah tiada akan menjemputmu. Mereka akan memberikan pangkuan terakhir dan mengajak kita bersama mereka. Namun tidak banyak, hanya satu orang yang benar-benar spesial dihatimu. Orang itu akan berdiri didepanmu dengan wajahnya yang bersih tanpa cela. Mereka akan memberikanmu cinta terakhirnya yang terbaik sebelum kematianmu.
Mayya
Nama itu diberikan oleh seorang wanita yang baru saja akan meregang nyawanya setelah melahirkan bayinya. Beberapa menit ia mampu merasakan sensasi debaran yang menyenangkan kala melihat bayi bermata hazel itu. Bayi itu tak ubahnya bayi lain. Ia terus menangis ketika lahir ke dunia. Ia mengepalkan tangannya seakan menantang siapa yang berani memisahkannya dari relung hangat rahim sang ibu.
“Anakku..” ucap Celeste lirih.
Beberapa wanita menatap haru ketika melihat Celeste mampu melahirkan kedua bayinya setelah kurang lebih sepuluh jam melewati masa kesakitan yang luar biasa. Mereka pun sama halnya seperti Celeste. Tepat didalam dada mereka, ada debaran halus ketika melihat bayi-bayi itu. Namun debaran itu berubah menyenangkan ketika mata mereka jatuh pada bayi berwarna mata hazel. Walaupun bayi itu sangat rewel, namun wajahnya dapat memikat siapa saja yang melihatnya.
“Akan kau namakan apa si bungsu ini?” tanya salah seorang ibu-ibu yang membantunya bersalin kedua gadis mungilnya.
Mata hazel bayi itu selayaknya sebuah sinar matahari. Memancarkan sinarnya yang tak terduga.
“Nama yang bagus, seperti matahari.” Ucap para wanita itu.
Celeste mendaratkan berbagai ciuman diseluruh wajah Mayya kecil. Mungkin untuk terakhir kalinya ia akan melihat sepasang mata yang bersinar layaknya matahari itu. Ia takkan pernah menyaksikan kedua putri kembarnya tumbuh dewasa. Namun satu hal yang ia sudah jamin, mereka akan selamat meski tidak keduanya. Ia sudah menjamin bahwa putri-putrinya akan tumbuh dewasa dengan takdir mereka yang berbeda.
“Ibu sangat menyayangi kalian.” Bisik Celeste di telinga Mayya.
...
Suara kicauan burung mengganggu indera pendengaran yang dimiliki oleh salah seorang yang kini tengah terbaring di atas rerumputan. Sinar yang masuk di sela dahan daun seakan mengingatkannya bahwa hari telah beranjak pagi. Dengan malas orang itu menerjabkan matanya, yang langsung berhadapan dengan matangnya sinar mentari pagi.
DEG
Orang itu langsung terduduk begitu menyadari di mana dirinya. Rerumputan hijau dengan air terjun yang mengalir di depannya, tentu ini bukanlah rumahnya. Ia ingat betul ingatan terakhir kali sebelum semuanya gelap. Terakhir ia nekad terjun dari jendela rumahnya dan..
“Oh Astaga!” orang itu langsung menengok ke kiri dan ke kanan mencari sesuatu yang terakhir bersamanya. Namun pandangannya jatuh pada sosok mungil yang kini tengah merangkak mengikuti arah lompatan kelinci putih. Sosok mungil itu nampak gembira bermain dengan mainan barunya. Tawa khas bayi terdengar ketika bayi itu menarik telinga panjang hewan berbulu di depannya.
“Jacky..” panggilnya.
Bayi itu pun membalikkan tubuhnya ke belakang. Bibir mungilnya langsung terbentuk senyuman lebar ketika melihat siapa yang memanggilnya. Jacky merangkak ke arah orang itu dengan semangat. Bahkan kelinci yang tadi ia kejar pun sudah tak di pedulikannya lagi.
“Oh Jacky..” Mayya, gadis itu langsung memeluk tubuh gempal sang putra yang tampak senang tubuhnya ditangkap. Bayi mungil itu menepukkan tangannya diwajah sang ibu dengan senang. Tawa bayinya kembali terdengar saat mata biru putranya bertemu pandang dengannya.
Seakan tersadar, Mayya kembali memutar pandangan ke sekelilingnya. Ini memang bukan halaman rumahnya. Ini lebih mirip disebut hutan. Ia tak tahu bagaimana dirinya bisa sampai disini. Ia tak mengerti mengapa harus di tempat ini. Dan lagi, Mayya tak merasakan sedikitpun kesakitan pada tubuhnya. Semua berjalan seperti tak pernah terjadi apapun pada dirinya dan juga Jackson. Bayi mungil itu pun terlihat mulus tanpa luka. Bahkan bayinya kini tengah asyik bermain di hutan ini.
Dengan pelan, Mayya bangkit dan berdiri sambil menempatkan Jacksonn didalam kain merah muda, membungkus tubuhnya. Matanya terus mengedar kesana dan kemari memperhatikan pepohonan disekitarnya. Perlahan ia pun berjalan menyusuri kedalaman hutan itu. Tempat ini sangat aneh, namun ia tak merasa takut. Malah, ia begitu menikmati panorama indahnya. Dan beberapa hewan jinak seperti rusa nampak terlihat berlarian kesana kemari. Semakin ia berjalan maju, maka semakin indah pemandangan hutan disekitarnya.
Beruntung pikirnya. Andai itu harimau atau macan mungkin ia takkan berani berjalan sejauh ini.
Dilihatnya Jackson yang sedang bermain saat kupu-kupu kecil berterbangan diatas kepalanya. Tangan-tangan mungilnya mengepal, menggapai hewan-hewan kecil itu. Mulutnya sesekali terbuka dan memperdengarkan Mayya dengan bahasa bayi yang tak dimengertinya.
“Siapa yang membawaku ke tempat ini...” Kalimatnya yang menggantung di udara lebih mirip dengan sebuah bisikan. Suaranya sendiri nampak tenggelam bersama suar kicauan burung yang menggema di sepanjang langkahnya menyusuri hutan. Ia menjadi sangsi ada hewan buas disekitar sini.
Langkah kaki Mayya terhenti ketika melihat ujung dari hutan itu. Terdapat akar-akar yang merambat menutupi jalan di depanya. Akar-akar yang di tumbuhi dedaunan itu seperti sebuah pintu masuk yang menghubungkannya dengan sesuatu di balik sana.
“HU..HU...” tangan mungil Jackson menari-narik tumbuhan itu. Anak itu terlihat senang dengan suatu asing yang berada di depannya. Mayya tersenyum melihat keaktifan yang ditunjukkan Jackson. Bayi itu termasuk anak yang pandai. Ia sudah bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan bayi-bayi yang berusia lebih tua darinya.
“MIKHAELA!”
DEG
Seketika aliran darah Mayya membeku disertai dengan detak jantungnya yang tiba-tiba saja berhenti. Suara gaungan kencang itu terdengar hampir diseluruh hutan. Burung-burung yang tadi tenang berkicau, semuanya berterbangan. Seperti panik akan datangnya seorang penyusup. Tangan Mayya sontak melingkar posesif pada tubuh mungil Jackson
Ia harus segera pergi dari tempat ini. Takkan dibiarkannya orang-orang itu berusaha untuk menyakitinya dan juga bayinya.
SRAAK
Akar-akar itu terjatuh ke tanah ketika Jackson menariknya kuat. Sontak mata Mayya membulat melihat ada jalan disana. Sebuah goa gelap, namun setidaknya ia bisa bersembunyi di dalam sana. Dengan langkah cepat, Mayya membawa tubuhnya masuk ke sana.
“Tenanglah.. kita akan aman disini.” Ucap Mayya sembari mengusap punggung putranya.
“HU..HU..” meski gelap Mayya masih bisa melihat gerakan tangan putranya. Jackson nampak menunjuk ke arah sesuatu. Tepat ditempat yang ditunjuknya Mayya melihat ada seberkas cahaya yang ada diujung sana. Ia tak tahu apa, namun kaki-kakinya berjalan sendiri ke arahnya tanpa perintah. Mungkin ini lebih baik daripada harus mati ditangan orang-orang jahat itu.
Mayya terus berjalan, tanpa melonggarkan sedikitpun pelukan lengannya pada tubuh mungil putranya. Ia merasa semakin dirinya berjalan, maka semakin terasa ada aura kehidupan di sana. Mayya berpikir ia bukanlah sosok yang telah mengetahui seluk beluk kota Last Town. Dirinya yang tinggal di perbatasan antara kota besar tetangga dengan Last Town, tak cukup tahu bahwa ada tempat seperti ini. Ia yakin ini masih di Last Town. Namun penampakan yang ia lihat layaknya bayangan saat ia membaca novel bergenre fantasi.
Sesampainya diujung goa itu, Mayya kembali dibuat terperangah dengan apa yang dilihatnya. Sebuah perumahan elit berdiri disana. Bisa dilihatnya jejak rem mobil yang masih basah terlihat di jalanan yang sudah beraspal sebagian. Namun yang membuatnya heran, mengapa jalanan itu basah, dan lagi tetesan air yang berasal dari awal tampak jatuh membasahi jalanan itu.
Tapi siapa peduli. Yang terpenting saat ini ia dan bayinya selamat. Mereka bisa menemukan tempat untuk bersembunyi malam ini.
Jackson bertepuk tangan dengan gembira ketika melihat apa yang ada didepannya. Bayi mungil itu tampak senang melihat apa yang baru saja ditemukannya.
“Jacky, kau membawa kita ke tempat yang aman.” Pekik Mayya dengan hati senang. Matanya tertuju langsung pada salah satu rumah yang memiliki desain minimalis namun lebih besar dari yang lainnya. Rumah itu bersinar di antara yang lain. Mungkin di rumah itu ia bisa meminta perlindungan sementara dari orang-orang jahat itu.
“Jacky, kita sudah selamat.”
VAMPIREVampir adalah makhluk yang paling dingin. Mereka tak pernah merasakan kehangatan karena mereka makhluk berdarah dingin. Selama hidupnya, mereka hanya bertahan untuk berburu makanan. Darah segar menjadi penghidupan bagi mereka. Dengan taring tajamnya, mereka menusukkan tajam ke salah satu mangsa mereka. Tidak sampai tewas, hanya sampai dahaga mereka terpenuhi. Namun dibalik ke seraman mereka, ada satu yang tak pernah disadari. Mereka membutuhkan sesuatu yang lain untuk bertahan, mereka membutuhkan sesuatu untuk tujuan mereka hidup. Berburu dan meminum darah, tak bisa begitu saja memenuhi lembaran hidup mereka yang panjang.Cinta.Penggambaran yang luas untuk kehidupan mereka yang bahkan bisa hidup sampai ratusan tahun. Mereka tidak bisa mengandalkan hukum rimba untuk menjadikannya seorang pemimpin. Vampir butuh manusia. Meski dimata Vampir manusia adalah makhluk yang rapuh, makhluk yang hanya bertahan hidup tak sampai dari usia para Vampir, namun
PERTEMUANBanyak yang berkata bahwa setelah pertemuan pertama, akan ada pertemuan yang lainnya. Kalau memang begitu adanya, maka kau akan selalu bertemu dengan orang itu dalam suatu hubungan.“Kami adalah vampir. Lebih baik kau pergi.” Ketus Rowman.Mata hazel Mayya membesar. Lagi, ia harus berurusan dengan orang aneh yang lainnya. Setelah sebelumnya ia harus berlari mencari tempat perlindungan, kini ia harus kembali dihadapkan pada sosok bermata merah.“Daddy..” Tatiana berjalan maju selangkah lagi. Ia memberikan senyuman hangat untuk tamu barunya itu. Wanita itu memiliki mata merah juga sama seperti lelaki muda disampingnya, namun melihat kedalamnya Mayya mampu merasakan sengatan hangat yang menyenangkan. Hatinya tenang setelah wanita paruh itu mulai berbicara “Kami tidak jahat, Mayya.”“Benarkah..” cicit Mayya. Ia memeluk erat Jackson yang kini tertidur. Entah sejak kapan anak itu sudah memasuki alam mimpinya. Padahal baru bebe
STORYTempat ini, aku hanya merasa sangat dingin berada didalam sini. Namun ada satu titik dimana aku menemukan penyebabnya dan masih merasakan ada hangat cinta yang terselubung dibalik es yang tersimpan jauh didalam sana....Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tah
AFRAID OFTidak akan ada yang tahu kapan hidupmu akan berhenti pada satu titik. Mungkin di titik yang lain, atau kembali lagi ke titik yang sama....Seorang pria nampak duduk bersadar pada kursi berlapis kulit miliknya. Rintik sisa gerimis hujan yang membasahi lahan rumahnya menjadi pusat mata merahnya memandang. Hembusan udara dingin tak terasa lagi baginya yang kini tak sudah tak bisa merasakannya. Ia sama dinginnya dengan itu. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rasanya sebuah kehangatan.Mungkin inilah yang disebut sebagai sebuah babak baru, atau entah apa namanya. Hari ini, tepat dua jam yang lalu ia telah membuat sebuah perubahan besar dalam hidupnya. Ia telah membawa masuk sosok yang paling ia larang masuk ke dalam lingkaran yang sudah ia buat. Ia sendiri yang telah mengijinkan sosok itu untuk hidup bersama dengannya.Manusia.Ia benci mendengar makhluk itu masih tetap hidup hingga saat ini. Mereka yang
MAJESTYHanya dia yang memiliki keyakinan kuat yang dapat bertahan....Didalam sebuah ruangan yang gelap, nampak sebuah kotak besar yang terletak ditengah-tengahnya. Sesosok tubuh tengah terlelap didalam kota terbuka itu. Tubuh yang terbalut kulit pucat itu tampak seperti seseorang yang tengah tertidur diatas kasur nyamannya. Namun yang tak menyamakannya dengan seseorang yang tengah tertidur lainnya adalah pakaiannya yang terkesan aneh. Sosok itu memejamkan matanya dengan pakaian setelan jas lengkap dengan jubah yang memiliki kerah meninggi, persis seperti pakaian model pada jaman era reinasance.Tak lama ada seseorang yang nampak membuat daun pintu ruangan tersebut. Meski hanya teraram sinar api obor yang tergantung di empat sudut ruangan, namun suara renyitan pintu begitu nyaring terdengar hingga membuat sosok itu terbangun. Tak bernapas, namun kesadaran itu mulai terasa.“Ada apa Sheed?” ucap sosok itu, masih tetap memejamkan kedua matan
PANDANGANKUBolehkan aku hanya melihatmu dari kejauhan?...Seorang anak kecil nampak berjalan sendirian ditengah hutan. Iris coklatnya yang mungil nampak mencari jalan didepannya yang terasa asing. Susunan pohon pinus yang menjulang tinggi membuatnya nampak begitu kecil dan mungil didalam sana. Dengan rasa takut dalam hatinya, gadis kecil itu pun mencoba melangkahkan kakinya mencari jalan, meski rasanya sangat berat.“Halo, kau sendirian?”Gadis kecil itu pun tersentak mendengar suara yang entah berasal dari mana. Ia menolehkan kepalanya kekiri dan kekanan mencarinya namun yang ia dapatkan hanya udara hampa yang kosong.“Aku dibelakangmu.”Gadis kecil itu pun berbalik dan melihat sepasang kaki yang berdiri menjulang tinggi didepannya. Kepala mungilnya didongakkan ke atas guna melihat siapa sosok yang bertanya tadi padanya. Namun sinar yang menerpa dibelakang sosok itu begitu terang dan menyilaukan, sehingga ia tak mam
HILANG KENDALIBanyak hal yang ingin terucapkan, namun hanya yang berarti yang akan tersampaikan....Mayya memasukkan sebuah teflon ke dalam oven. Ketika ia memasuki dapur minimalis dirumah ini, ia terkejut. banyak sekali perabutan mewah didapur ini. Sejenak saat terpaku melihatnya, Mayya mulai meragukan ucapan dua orang yang mengaku vampir itu. Bagaimana bisa mereka memiliki perabotan masak yang mewah sedangkan mereka tak pernah menggunakannya untuk memasak.Mereka vampir, tentu tak butuh waktu banyak untuk mengolah makanan mereka sendiri. Vampir hanya butuh darah, begitu simpulan yang dapat Mayya tangkap.Jari mungilnya, yang senada dengan bentuk tubuhnya memutar aturan waktu pada oven didepannya. Pagi ini ia memilih untuk membuat sebuah sarapan sederhana. Mungkin kue kecil untuk mengisi perutnya yang sejak kemarin pagi tak terisi. Kejadian tempo hari membuatnya hilang selera. Ia bahkan baru menyadari kalau dirinya sangat kelaparan
“Kau..” Mayya dengan reflek langsung memutar tubuhnya. Namun mata hazelnya langsung di perlihatkan dengan dada bidang milik pria itu. perlahan Mayya menaikkan pandangannya ke atas. Dilihatnya mata merah itu menatapnya dengan tatapan datar. Seketika Mayya merasakan bahwa mata itu begitu mengintimidasinya. Mata merah itu nampak memiliki arti sendiri saat bersitatap dengannya. Mungkin setelah berjam-jam ia berada disini, satu hal yang belum disadarinya. Rowman memiliki mata sipit yang berbentuk seperti musang. Mata pria itu memang memiliki ciri khas bentuk seperti orang asia. “Kau..” Rowman kembali bersuara. Suara berat miliknya menggema diruangan dapur dengan tajam dan menusuk. Mayya berulang kali mencoba meneguk air liurnya sendiri. namun mata itu kembali seperti sedang memenjarakannya. Ia hanya bergeming, mematung ditempatnya. Selalu seperti ini. Saat pertama pertemuan mereka, Rowman pun
"Jadi kau sudah melihat semuanya ?"Maria hanya bisa menganggukan kepalanya pelan. Ia sudah melihat dengan jelas bagaimana kehidupannya sebagai Mayya dulu. Sosok dirinya yang dulu pernah hidup sebagai seroang smei vampir dan meninggal setelah melahirkan kedua anak kembarnya. Ia juga tahu siapa sosok Rowman yang merupakan belahan jiwanya. Namun, ada hal yang masih mengganjal di dalam benaknya."Apakah setelah semua ini, aku tidak akan bisa mengingat kembali kehidupanku sebgaai Maria ?" Tanyanya Lirih. Entah mengapa ia merasa begitu sedih mengingat bahwa setelah semua ini mungkin saja ia tidak akan bisa lagi mengingat siapa sosok MAria dalam hidupnya. Setelah ini ia akan hidup sebagai Mayya.Celeste hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa semua ini tentu akan berat bagi Maria. Namun, sejak awal kedua orang tua wanita itu sudah memohon agar sang anak bisa hidup kembali meskipun hanya sebagai sebuah cangkang. Sejak awal dalam hembusan napas terak
Rowman masih setia menunggui wanita yang enggan menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan terbangun. Beberapa jam sudah terlewati namun pria itu msih saja enggan meninggalka wanita yang bernama Maria itu seorang diri. Ada sebuah rasa ketakutan ketika membayangkan bahwa sekali lagi ia akan kehilangan wanita ini, seandainya ia lengah sediit saja.Dulu saat Mayya masih hidup, ia bisa mempertimbangkan segala kondisi dan mudahnya mengatakan untuk mengakhiri hubungan mereka. Sewaktu itu ia masih memikirkan situasi yang bisa saja gaduh sejak berita hubungannya dengan Mayya terhendus oleh Shed dan kawanannya. Rowman masih mempertimbangkan keselamatan klannya. Namun, sekarang ia sudah tidak peduli lagi. Baginya kehilangan wanita itu juga merupakan kematian baginya. Harinya yang dulu penuh penantian yang tak pasti nyaris membuatnya gila Hanya demi anak-anaknya saja Rowman masih bisa menjaga kewarasannya. Kalau tidak ada Tia, Jackson, Iris dan Ares, Mungkin saja Rowman sudah menggila
Maria berhenti menatap kilasan masa lalu Mayya, yang merupakan kehidupannya terdahulu. Hidupnya yang merupakan Myya di masa lalu telah membuatnya tahu mengapa ia dipilih sebagai bentuk reinkarnasi dari Mayya. Ia telah terlahir kembali setelah kecelakaan yang seharusnya membuatnya sudah tidak ada lagi di dunia ini.Doa ayah dan ibunya, kedua orang yang telah berjasa melahirkannya ke dunia ini telah meminta para dewa untuk memberikannya sekali lagi kesempatan untuk hidup. Sebagai Maria, yang tentunya ia tetap akan kembali pada keluarga kecilnya di kehidupannya sebelumnya.Dirinya adalah Mayya, seorang semi vampir yang mengasuh Jackson, anak kakak kembarnya dan juga sebelum kematiannya dirinya yang dulu juga telah melahirkan sepasang aak kembar dari rahimnya sendiri. Bersama Rowman, ia telah menjadi belahan jiwa lelaki itu.Mungkinkah ia menerima semua mimpi-mimpinya dulu karena ia harus mengingat dulu semua kisah hidupnya di masa lalu sebelum ber
Seorang lelaki nampak berdiri didepan sosok wanita yang masih setia memejamkan kedua matanya. Ini sudah hari keempat dimana wanita itu tak urung sadarkan diri dari tidurnya. Banyak yang mengatakan bahwa wanita itu hanya sekedar tertidur. Namun dilihat dari jangka waktu kedua mata itu tertutup, ia sangsi jika ini hanyalah sebuah tidur semata. “Mayya, kapan aku akan membuka matamu? Ada sesuatu hal yang harus aku sampaikan padamu.” Ucap lelaki itu. Ia sengaja tak menempatkan dirinya untuk menduduki pinggir tempat tidur. Ia cukup sadar posisinya yang tak pantas untuk berdekatan secara lancang dengan wanita itu. sesuai janjinya dulu, ia akan menjaga wanita itu beserta keturunannya. Dan Mayya, akan menjadi pembayaran sumpahnya dulu. “Maaf karena aku datang terlambat Mayya. Maafkan aku juga
Maria menggelengkan kepalanya. Penyesalah yang diperlihatkan wanita berambut pirang itu sangat kentara dan ia harus mengataka bahwa wanita itu telah membayar semuanya. Celeste, sudah membayar semua kesalahannya dengan mengabulkan doa kedua orang tuanya dan memberikan kesempatan kepadanya dan Mayya untuk hidup sekali lagi."Lantas, bagaimana Mayya bisa meninggal dunia padahal dia adalah vampir ? apakah dia juga telah melakukan pengorbanan ?"Celeste menganggukkan kepalanya. Mayya memang melakukannya. Demi melindungi anak-anaknya, Mayya rela menjadi tameng agar bisa mengalahkan perang yang diciptakan ayahnya dan juga pria yang menjadi ayah dari keponakannya. Semua itu agar ia bisa pergi dengan tenang dan tanpa ada gangguan yang menghampiri keluarga kecilnya."Ya, dia melakukannya agar bisa melindungi orang-orang yang ia cintai."**“Kenapa? Kau terkejut melihat kedatanganku, Ayah?” tan
"Mayya, semi vampir ?"Maria berbisik pada dirinya sendiri begitu kegelapan kembali menemani kesendiriannya. Ia seperti mendapatkan penjelasan mengapa dirinya bisa sampai ke tempat ini. Jika dirinya merupakan reinkarnasi dari wanita itu, maka sudah sewajarnya takdir membawanya ke dalam wilayah ini. Tempat di mana seharusnya ia berada sebelumnya, tapi sampai detik ini ia masih tidak bisa mengingat satu pun kenangan di masa lalunya."Kau pasti bingung ?"Maria pun mendongakkan kepalanya dan melihat sosok wanita berambut emas yang sebelumnya ia temui, dan wanita itu mengaku sebagai ibu dari sosok Mayya, yang bereinkarnasi menjadi dirinya."Ada banyak kata yang harus kau dengarkan jika kau mau terdiam sebentar dan tidak menolak satu pun fakta yang keluar dari mulutku."Wanita itu menunduk dan menimbang. Ia sendiri selama ini hidup dalam ketidak ingatan akan hidupnya sebagai Maria sebelum ia mengalami amnesia, tapi sejak ia terbagun dari kom
“Kau..”Mayya dengan reflek langsung memutar tubuhnya. Namun mata hazelnya langsung di perlihatkan dengan dada bidang milik pria itu. perlahan Mayya menaikkan pandangannya ke atas. Dilihatnya mata merah itu menatapnya dengan tatapan datar.Seketika Mayya merasakan bahwa mata itu begitu mengintimidasinya. Mata merah itu nampak memiliki arti sendiri saat bersitatap dengannya. Mungkin setelah berjam-jam ia berada disini, satu hal yang belum disadarinya. Rowman memiliki mata sipit yang berbentuk seperti musang. Mata pria itu memang memiliki ciri khas bentuk seperti orang asia.“Kau..” Rowman kembali bersuara. Suara berat miliknya menggema diruangan dapur dengan tajam dan menusuk.Mayya berulang kali mencoba meneguk air liurnya sendiri. namun mata itu kembali seperti sedang memenjarakannya. Ia hanya bergeming, mematung ditempatnya. Selalu seperti ini. Saat pertama pertemuan
Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tahun, seluruh warga memilih untuk bertransmigrasi ke kota yang lebih makmur, seperti Seattle atau New York. Mungkin Mikhaela adalah salah satu contoh dari mereka. Kakak kembarnya lebih memilih mengadu nasib di kota besar dan mencari
“Halo! Bisakah kami menumpang dirumahmu?” ditangannya terdapat bungkusan berwarna merah muda yang terlihat aneh di mata Tatiana. Ia bisa mengendus bau wanita ini, namun tidak dengan bayinya. Tatiana berjalan maju membelakangi ayahnya. Tubuhnya yang tinggi membuatnya bisa dengan mudah melihat apa yang berada dibalik kain merah muda itu.“Bayi?” tanyanya dengan alis terangkat.Wanita itu kembali tersenyum dan mata hazelnya memancarkan sesuatu yang tak Rowman mengerti. Beruntung tubuh putrinya sedang menutup wajahnya. Kalau tidak mungkin ia akan melihat lebih lagi dari wanita itu.“Halo. Aku Mayya. Bisakah kau memberikan tumpangan untukku dan anakku?”Rowman tertegun. Bau ini begitu memikatnya. Gadis muda mungil itu nampak sangat kecil dimatanya. Ia yang bertubuh besar terlihat seperti seorang raksasa ketika berhadapan dengan gadis muda yang bernama Mayya itu.