VAMPIRE
Vampir adalah makhluk yang paling dingin. Mereka tak pernah merasakan kehangatan karena mereka makhluk berdarah dingin. Selama hidupnya, mereka hanya bertahan untuk berburu makanan. Darah segar menjadi penghidupan bagi mereka. Dengan taring tajamnya, mereka menusukkan tajam ke salah satu mangsa mereka. Tidak sampai tewas, hanya sampai dahaga mereka terpenuhi. Namun dibalik ke seraman mereka, ada satu yang tak pernah disadari. Mereka membutuhkan sesuatu yang lain untuk bertahan, mereka membutuhkan sesuatu untuk tujuan mereka hidup. Berburu dan meminum darah, tak bisa begitu saja memenuhi lembaran hidup mereka yang panjang.
Cinta.
Penggambaran yang luas untuk kehidupan mereka yang bahkan bisa hidup sampai ratusan tahun. Mereka tidak bisa mengandalkan hukum rimba untuk menjadikannya seorang pemimpin. Vampir butuh manusia. Meski dimata Vampir manusia adalah makhluk yang rapuh, makhluk yang hanya bertahan hidup tak sampai dari usia para Vampir, namun manusia memiliki kehangatan. Vampir membutuhkan mereka untuk bertahan hidup. Bukan hanya sekedar meminum darah mereka saja. Vampir membutuhkan manusia untuk dicintai dan merasakan cinta.
...
Kota Last Town adalah kota yang terletak di bagian selatan Amerika. Tak banyak yang mengenal kota itu karena sudah lama ditinggalkan oleh penghuninya. Penamaan kota itu lantaran kota itu dijuluki kota terakhir yang dapat dijadikan hunian yang layak. Ditumbuhi dengan hutan yang lebat serta sungai yang mengalir layaknya air laut, kota itu lebih banyak dihuni oleh hewan-hewan. Namun satu hal yang tak pernah diketahui oleh orang banyak, kota itu memiliki legenda yang menyimpan cerita mengenai vampir. Tak banyak yang tahu bahwa setelah kepergian mereka, makhluk mitologi eropa itu keluar dari tempat persembunyiannya dan meniru hidup seperti manusia. Last Town adalah tempat yang cocok untuk dijadikan tempat mereka hidup. Kota itu nyaris tak pernah bermandikan cahaya matahari. Selalu dalam keadaan teduh dan gelap.
Di salah satu bangunan perumahan elit yang letaknya berada di tengah jantung kota, sepasang mata memperhatikan jalanan yang kala itu basah akibat gerimis yang melanda kota Last Town beberapa hari ini. Melalui jendelanya itu si pemilik sepasang mata itu hanya berani menelisik halaman rumahnya yang luas, yang telah tersirami oleh air yang berasal dari awan cumulonimbus itu. Ditangannya segelas air yang berwarna merah pekat menjadi teman bersantainya siang itu. Ia suka seperti ini, sepi dan tenang.
Lelaki, si pemilik mata merah itu mendengarkan suara rintik air yang menyerupai jarum jatuh ke permukaan atapnya. Suara itu bagaikan sebuah lagu baginya, sebagai pendukung ketenangannya hari ini.
“Tuan Rowman, kami datang untuk memberitahu bahwa pintu gerbang menuju Last Town aman terkendali.”
Rowman, pria yang sedari tadi hanya diam seraya memandangi rintik gerimis yang turun berbalik ke belakang. Mata merahnya menyala begitu melihat sosok yang berdiri tegak dibelakangnya. Arka, pemuda itu adalah salah seorang kaki tangannya. Ia menugaskan pemuda itu untuk menjadi mata-matanya, mengawasi segala kegiatan para Clannya. Arca memiliki satu keahlian yaitu menyamar seperti dirinya. Hingga kini, Arca yang berdiri tegak didepannya memiliki rupa yang sama.
“Bagus. Aku harap Clan itu tidak berusaha untuk menembus penjagaan kita.” Ucap Rowman dengan nada tenang.
“Mungin itu takkan lama, Tuan?”
Alis Rowman menyatu. “Apa maksudmu?”
Arca menggedikkan bahunya. Jangan tanya dirinya, ia sendiri tak tahu mengapa clan-clan itu bisa sampai ditempat mereka. Kalau pun ia berkata sekarang, tak ada gunanya. Rowman adalah pemimpin yang memiliki logika yang tinggi, takkan mau mendengarkannya yang masih mengira-ngira.
“Saya sendiri tidak tahu.”
Rowman menaikkan sebelah alisnya. Mungkin lelaki itu hanya ragu, tapi ia takkan memaksa. “Baiklah, kau bisa pergi.”
Tak lama tubuh Arca itu pun memudar mengikuti arah angin yang berhembus diruangan itu. Rowman menghela napas panjang. Sudah sejak setahun belakang ini, Clan Hitam terus berusaha mendobrak masuk ke dalam kota Last Town.
Ah.. mungkin banyak yang bertanya mengapa ia hidup berdasarkan Clan.
Rowman adalah Vampir. Lebih tepatnya Vampir tertinggi di Clan-nya. Ia merupakan Vampir terkuat diantara Clannya. Untuk itu ia dipilih sebagai seorang pemimpin. Namun biar pun ia adalah seorang pemimpin, Rowman memiliki wajah yang muda. Ia tak terlihat seperti Vampir yang berusia 500 tahun. Dengan dagu lancip dan paras Asia-nya, Rowman bisa dikatakan hidup dalam keabadian ketika ia tengah mengalami masa ketampanannya.
Setiap Vampir memiliki keistimewaannya masing-masing. Rowman salah satunya memiliki ketahanan tubuh yang kuat. Ia nyaris tak pernah merasakan sakit ketika terluka. Ia hanya akan terjatuh lalu kemudian bangkit kembali. Untuk itu ia dijuluki sebagai vampir terkuat. Rowman juga meminum darah, sama seperti vampir lain. Hanya saja ia tak tertarik untuk membunuh manusia.
Berbicara tentang manusia, Rowman paling tak suka mendengarnya. Baginya manusia adalah makhluk lemah dan rapuh. Ia merutuki dirinya yang dulu berasal dari makhluk itu sebelum akhirnya ia menjadi seorang Vampir karena gigitan salah satu tertua dari Clannya.
“Dad!”
Rowman kembali membalikkan tubuhnya. Disana sosok wanita dengan rambut coklat terangnya menatapnya penuh kekhawatiran.
“Ada apa?”
Wanita itu tersenyum kecil. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
“Kau tak perlu cemas, Tia. Semuanya terkendali.” Ucapnya.
Tatiana menunduk. Selalu saja sepertinya. Lelaki yang merupakan ayah kandungnya itu tak pernah membuatnya berpikir keras. Rowman tak membiarkannya untuk membantu. Mungkin karena ia adalah anaknya, Rowman tak begitu menginginkan dirinya ikut dalam peperangan ini.
“Tapi, Dad.. mungkin saja Clan itu akan bergerak menuju ke sini. Aku yakin tenaga kalian tak cukup kuat.” Ucapnya memelas.
Wajah Rowman seketika mengeras. Ia menatap tajam wajah sang putri dengan mata merahnya yang menusuk. Ia sadar bahwa ucapan wanita itu ada benarnya. Ia bisa merasakan aura hitam yang menyelimuti Last Town beberapa hari ini. Entah apa yang dicari Clan itu. Untuk pertama kalinya, mereka semua kembali menyerang Clannya. Beruntung, kekuatan yang mereka miliki tak cukup kuat untuk menerobos pertahanan Last Town.
Rowman berjalan pelan ke arah Tatiana. Tangan besar pria itu membelai puncak kepala putrinya. Ia tahu anak itu ingin ikut andil dalam peperangan, tapi Rowman pastikan itu takkan terjadi. Hanya Tatiana yang ia punya saat ini.
“Sayang, setidaknya kau bisa menjaga rumahku. Kau disini bersama Arca dan tidak ada bantahan.” Kata Rowman keras. Kekuatan yang dimiliki putrinya bukanlah hal yang bisa digunakan dalam peperangan. Kalau sampai Clan Hitam tahu apa yang dimiliki putrinya mungkin mereka akan membawa Tatiana pergi sebagai maskotnya. Rowman tidak mau itu terjadi. Sudah cukup ia kehilangan istrinya. Untuk kedua kalinya ia takkan membiarkan hal itu terjadi.
Suara ketukan yang berasal dari pintu rumahnya terdengar begitu saja. Untuk kali pertama Rowman mendengar suara itu berbunyi disekitar rumahnya.
“Siapa itu?” Tatiana nyaris berbisik. Suara lembutnya tenggelam bersama udara yang berada disekitarnya.
“Entahlah.” Sahut Rowman. Dengan langkah penuh kehati-hatian, lelaki itu menelusuri suara itu. suara yang berasal dari pintu masuk rumahnya terdengar semakin kencang ditengah suara gemerisik air hujan.
Tak biasanya ada seseorang yang mengetuk sebelum memasuki rumahnya, bahkan putrinya sendiri. Rowman tahu biasanya para Vampir akan langsung menerobos jendela atau cerobong asap rumahnya, tanpa harus mengetuk terlebih dahulu. Meskipun ia Vampir, namun Rowman tetaplah bukan makhluk abadi. Ia bisa mati begitu saja.
“Hati-hati, Dad.” Imbuh Tatiana dengan pandangan cemas. Wanita itu menggigit buku jarinya. Ia tak seperti vampir lain yang memiliki keberanian.
Begitu sampai didepan knop pintu, Rowman berhenti sebentar. Ia mencoba untuk mengitip dari balik lubang yang terpasang di pintu rumahnya. Ketika itu ia tak melihat siapapun disana. Namun ketukan itu tetap didengarnya. Tidak mungkin bayangannya sendiri yang datang dan mengetuk pintu rumahnya. Arca terlalu pintar untuk itu.
Akhirnya Rowman membuka sedikit pintu rumahnya. Ia sedikit menggeser kepalanya agar sebelah matanya bisa melihat siapa sosok dibalik daun pintunya itu. Mata merahnya langsung menyala melihat siapa sosok yang berada dibalik pintu tersebut.
“Permisi, bisakah aku menumpang?” tanya suara itu. Rowman menelusuri penampilannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia manusia, ia bisa mencium bau darah yang sangat kental dan kuat dari tubuhnya. Bau itu menguar sangat pekat hingga membuatnya harus menutup hidungnya.
“Siapa?” suara Tatiana dibelakang Rowman terdengar. Wanita itu juga sama terkejutnya dengan sang ayah. Mata merahnya menyala melihat sosok dibalik pintu itu. Dia manusia.
Wanita.
Last Town adalah kota yang dihuni oleh sedikit vampir wanita. Jenis itu tak sampai setengahnya dari kaum vampir pria. Namun bau yang tajam langsung menusuk penciuman Rowman dan Tatiana. Bau yang sangat memikat namun terasa terlarang untuk disentuhnya.
“Halo! Bisakah kami menumpang dirumahmu?” ditangannya terdapat bungkusan berwarna merah muda yang terlihat aneh di mata Tatiana. Ia bisa mengendus bau wanita ini, namun tidak dengan bayinya. Tatiana berjalan maju membelakangi ayahnya. Tubuhnya yang tinggi membuatnya bisa dengan mudah melihat apa yang berada dibalik kain merah muda itu.
“Bayi?” tanyanya dengan alis terangkat.
Wanita itu kembali tersenyum dan mata hazelnya memancarkan sesuatu yang tak Rowman mengerti. Beruntung tubuh putrinya sedang menutup wajahnya. Kalau tidak mungkin ia akan melihat lebih lagi dari wanita itu.
“Halo. Aku Mayya. Bisakah kau memberikan tumpangan untukku dan anakku?”
Rowman tertegun. Bau ini begitu memikatnya. Gadis muda mungil itu nampak sangat kecil dimatanya. Ia yang bertubuh besar terlihat seperti seorang raksasa ketika berhadapan dengan gadis muda yang bernama Mayya itu.
“Tidak.”
Hanya itu yang bisa Rowman katakan. Baginya sangat terlarang untuk berdekatan dengan makhluk itu. Namun setelahnya Hati Rowman bagaikan es yang mencair. Kedua mata coklat hazel itu memandangnya sedih. Tatiana pun demikian. Ia tak tega melihat wanita ini kesana kemari dengan menggendong bayi ditangannya.
“Dad!”
“Jadi tidak bisa, ya.” Gadis muda itu menepuk pelan bungkusan yang berada ditangannya. Gadis itu membawanya dengan sangat hati-hati, namun terlihat aneh dimata Rowman.
“Kami adalah vampir. Lebih baik kau pergi.”
PERTEMUANBanyak yang berkata bahwa setelah pertemuan pertama, akan ada pertemuan yang lainnya. Kalau memang begitu adanya, maka kau akan selalu bertemu dengan orang itu dalam suatu hubungan.“Kami adalah vampir. Lebih baik kau pergi.” Ketus Rowman.Mata hazel Mayya membesar. Lagi, ia harus berurusan dengan orang aneh yang lainnya. Setelah sebelumnya ia harus berlari mencari tempat perlindungan, kini ia harus kembali dihadapkan pada sosok bermata merah.“Daddy..” Tatiana berjalan maju selangkah lagi. Ia memberikan senyuman hangat untuk tamu barunya itu. Wanita itu memiliki mata merah juga sama seperti lelaki muda disampingnya, namun melihat kedalamnya Mayya mampu merasakan sengatan hangat yang menyenangkan. Hatinya tenang setelah wanita paruh itu mulai berbicara “Kami tidak jahat, Mayya.”“Benarkah..” cicit Mayya. Ia memeluk erat Jackson yang kini tertidur. Entah sejak kapan anak itu sudah memasuki alam mimpinya. Padahal baru bebe
STORYTempat ini, aku hanya merasa sangat dingin berada didalam sini. Namun ada satu titik dimana aku menemukan penyebabnya dan masih merasakan ada hangat cinta yang terselubung dibalik es yang tersimpan jauh didalam sana....Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tah
AFRAID OFTidak akan ada yang tahu kapan hidupmu akan berhenti pada satu titik. Mungkin di titik yang lain, atau kembali lagi ke titik yang sama....Seorang pria nampak duduk bersadar pada kursi berlapis kulit miliknya. Rintik sisa gerimis hujan yang membasahi lahan rumahnya menjadi pusat mata merahnya memandang. Hembusan udara dingin tak terasa lagi baginya yang kini tak sudah tak bisa merasakannya. Ia sama dinginnya dengan itu. Bahkan ia sudah lupa bagaimana rasanya sebuah kehangatan.Mungkin inilah yang disebut sebagai sebuah babak baru, atau entah apa namanya. Hari ini, tepat dua jam yang lalu ia telah membuat sebuah perubahan besar dalam hidupnya. Ia telah membawa masuk sosok yang paling ia larang masuk ke dalam lingkaran yang sudah ia buat. Ia sendiri yang telah mengijinkan sosok itu untuk hidup bersama dengannya.Manusia.Ia benci mendengar makhluk itu masih tetap hidup hingga saat ini. Mereka yang
MAJESTYHanya dia yang memiliki keyakinan kuat yang dapat bertahan....Didalam sebuah ruangan yang gelap, nampak sebuah kotak besar yang terletak ditengah-tengahnya. Sesosok tubuh tengah terlelap didalam kota terbuka itu. Tubuh yang terbalut kulit pucat itu tampak seperti seseorang yang tengah tertidur diatas kasur nyamannya. Namun yang tak menyamakannya dengan seseorang yang tengah tertidur lainnya adalah pakaiannya yang terkesan aneh. Sosok itu memejamkan matanya dengan pakaian setelan jas lengkap dengan jubah yang memiliki kerah meninggi, persis seperti pakaian model pada jaman era reinasance.Tak lama ada seseorang yang nampak membuat daun pintu ruangan tersebut. Meski hanya teraram sinar api obor yang tergantung di empat sudut ruangan, namun suara renyitan pintu begitu nyaring terdengar hingga membuat sosok itu terbangun. Tak bernapas, namun kesadaran itu mulai terasa.“Ada apa Sheed?” ucap sosok itu, masih tetap memejamkan kedua matan
PANDANGANKUBolehkan aku hanya melihatmu dari kejauhan?...Seorang anak kecil nampak berjalan sendirian ditengah hutan. Iris coklatnya yang mungil nampak mencari jalan didepannya yang terasa asing. Susunan pohon pinus yang menjulang tinggi membuatnya nampak begitu kecil dan mungil didalam sana. Dengan rasa takut dalam hatinya, gadis kecil itu pun mencoba melangkahkan kakinya mencari jalan, meski rasanya sangat berat.“Halo, kau sendirian?”Gadis kecil itu pun tersentak mendengar suara yang entah berasal dari mana. Ia menolehkan kepalanya kekiri dan kekanan mencarinya namun yang ia dapatkan hanya udara hampa yang kosong.“Aku dibelakangmu.”Gadis kecil itu pun berbalik dan melihat sepasang kaki yang berdiri menjulang tinggi didepannya. Kepala mungilnya didongakkan ke atas guna melihat siapa sosok yang bertanya tadi padanya. Namun sinar yang menerpa dibelakang sosok itu begitu terang dan menyilaukan, sehingga ia tak mam
HILANG KENDALIBanyak hal yang ingin terucapkan, namun hanya yang berarti yang akan tersampaikan....Mayya memasukkan sebuah teflon ke dalam oven. Ketika ia memasuki dapur minimalis dirumah ini, ia terkejut. banyak sekali perabutan mewah didapur ini. Sejenak saat terpaku melihatnya, Mayya mulai meragukan ucapan dua orang yang mengaku vampir itu. Bagaimana bisa mereka memiliki perabotan masak yang mewah sedangkan mereka tak pernah menggunakannya untuk memasak.Mereka vampir, tentu tak butuh waktu banyak untuk mengolah makanan mereka sendiri. Vampir hanya butuh darah, begitu simpulan yang dapat Mayya tangkap.Jari mungilnya, yang senada dengan bentuk tubuhnya memutar aturan waktu pada oven didepannya. Pagi ini ia memilih untuk membuat sebuah sarapan sederhana. Mungkin kue kecil untuk mengisi perutnya yang sejak kemarin pagi tak terisi. Kejadian tempo hari membuatnya hilang selera. Ia bahkan baru menyadari kalau dirinya sangat kelaparan
“Kau..” Mayya dengan reflek langsung memutar tubuhnya. Namun mata hazelnya langsung di perlihatkan dengan dada bidang milik pria itu. perlahan Mayya menaikkan pandangannya ke atas. Dilihatnya mata merah itu menatapnya dengan tatapan datar. Seketika Mayya merasakan bahwa mata itu begitu mengintimidasinya. Mata merah itu nampak memiliki arti sendiri saat bersitatap dengannya. Mungkin setelah berjam-jam ia berada disini, satu hal yang belum disadarinya. Rowman memiliki mata sipit yang berbentuk seperti musang. Mata pria itu memang memiliki ciri khas bentuk seperti orang asia. “Kau..” Rowman kembali bersuara. Suara berat miliknya menggema diruangan dapur dengan tajam dan menusuk. Mayya berulang kali mencoba meneguk air liurnya sendiri. namun mata itu kembali seperti sedang memenjarakannya. Ia hanya bergeming, mematung ditempatnya. Selalu seperti ini. Saat pertama pertemuan mereka, Rowman pun
Hate Her?Jika membencimu adalah satu-satunya jalan untuk menutup lubang dilukaku, maka aku akan melakukannya seibu kali lebih banyak dari yang bisa kau bayangkan....Mayya berjalan lesu ke arah kamarnya. Setelah kejadian tadi ia lebih banyak memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat. Ia takut ucapannya akan kembali membawa boomerang baginya. Itu tidak bisa dibiarkan. Selain dirinya, ada Jackson yang mungkin akan terluka karena ulahnya. Bayi itu sudah cukup bernasib buruk kehilangan Mikhaela. Ia tak mau menambah daftar buruk kesialan hidupnya lagi.Andai saja ia tidak diserang pada hari itu, mungkin saat ini ia dan juga Jackson masih bisa menjalani hidup tenang mereka seperti biasa. Mungkin memang sudah salahnya yang memilih masuk ke dalam rumah ini.Dibukanya kenop pintu dan terlihat Tia yang sedang menimang sang anak. Tatapan wanita vampir itu terlihat sangat lembut dari pada dirinya. Caranya menggendong Jackson pun tak canggung,
"Jadi kau sudah melihat semuanya ?"Maria hanya bisa menganggukan kepalanya pelan. Ia sudah melihat dengan jelas bagaimana kehidupannya sebagai Mayya dulu. Sosok dirinya yang dulu pernah hidup sebagai seroang smei vampir dan meninggal setelah melahirkan kedua anak kembarnya. Ia juga tahu siapa sosok Rowman yang merupakan belahan jiwanya. Namun, ada hal yang masih mengganjal di dalam benaknya."Apakah setelah semua ini, aku tidak akan bisa mengingat kembali kehidupanku sebgaai Maria ?" Tanyanya Lirih. Entah mengapa ia merasa begitu sedih mengingat bahwa setelah semua ini mungkin saja ia tidak akan bisa lagi mengingat siapa sosok MAria dalam hidupnya. Setelah ini ia akan hidup sebagai Mayya.Celeste hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa semua ini tentu akan berat bagi Maria. Namun, sejak awal kedua orang tua wanita itu sudah memohon agar sang anak bisa hidup kembali meskipun hanya sebagai sebuah cangkang. Sejak awal dalam hembusan napas terak
Rowman masih setia menunggui wanita yang enggan menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan terbangun. Beberapa jam sudah terlewati namun pria itu msih saja enggan meninggalka wanita yang bernama Maria itu seorang diri. Ada sebuah rasa ketakutan ketika membayangkan bahwa sekali lagi ia akan kehilangan wanita ini, seandainya ia lengah sediit saja.Dulu saat Mayya masih hidup, ia bisa mempertimbangkan segala kondisi dan mudahnya mengatakan untuk mengakhiri hubungan mereka. Sewaktu itu ia masih memikirkan situasi yang bisa saja gaduh sejak berita hubungannya dengan Mayya terhendus oleh Shed dan kawanannya. Rowman masih mempertimbangkan keselamatan klannya. Namun, sekarang ia sudah tidak peduli lagi. Baginya kehilangan wanita itu juga merupakan kematian baginya. Harinya yang dulu penuh penantian yang tak pasti nyaris membuatnya gila Hanya demi anak-anaknya saja Rowman masih bisa menjaga kewarasannya. Kalau tidak ada Tia, Jackson, Iris dan Ares, Mungkin saja Rowman sudah menggila
Maria berhenti menatap kilasan masa lalu Mayya, yang merupakan kehidupannya terdahulu. Hidupnya yang merupakan Myya di masa lalu telah membuatnya tahu mengapa ia dipilih sebagai bentuk reinkarnasi dari Mayya. Ia telah terlahir kembali setelah kecelakaan yang seharusnya membuatnya sudah tidak ada lagi di dunia ini.Doa ayah dan ibunya, kedua orang yang telah berjasa melahirkannya ke dunia ini telah meminta para dewa untuk memberikannya sekali lagi kesempatan untuk hidup. Sebagai Maria, yang tentunya ia tetap akan kembali pada keluarga kecilnya di kehidupannya sebelumnya.Dirinya adalah Mayya, seorang semi vampir yang mengasuh Jackson, anak kakak kembarnya dan juga sebelum kematiannya dirinya yang dulu juga telah melahirkan sepasang aak kembar dari rahimnya sendiri. Bersama Rowman, ia telah menjadi belahan jiwa lelaki itu.Mungkinkah ia menerima semua mimpi-mimpinya dulu karena ia harus mengingat dulu semua kisah hidupnya di masa lalu sebelum ber
Seorang lelaki nampak berdiri didepan sosok wanita yang masih setia memejamkan kedua matanya. Ini sudah hari keempat dimana wanita itu tak urung sadarkan diri dari tidurnya. Banyak yang mengatakan bahwa wanita itu hanya sekedar tertidur. Namun dilihat dari jangka waktu kedua mata itu tertutup, ia sangsi jika ini hanyalah sebuah tidur semata. “Mayya, kapan aku akan membuka matamu? Ada sesuatu hal yang harus aku sampaikan padamu.” Ucap lelaki itu. Ia sengaja tak menempatkan dirinya untuk menduduki pinggir tempat tidur. Ia cukup sadar posisinya yang tak pantas untuk berdekatan secara lancang dengan wanita itu. sesuai janjinya dulu, ia akan menjaga wanita itu beserta keturunannya. Dan Mayya, akan menjadi pembayaran sumpahnya dulu. “Maaf karena aku datang terlambat Mayya. Maafkan aku juga
Maria menggelengkan kepalanya. Penyesalah yang diperlihatkan wanita berambut pirang itu sangat kentara dan ia harus mengataka bahwa wanita itu telah membayar semuanya. Celeste, sudah membayar semua kesalahannya dengan mengabulkan doa kedua orang tuanya dan memberikan kesempatan kepadanya dan Mayya untuk hidup sekali lagi."Lantas, bagaimana Mayya bisa meninggal dunia padahal dia adalah vampir ? apakah dia juga telah melakukan pengorbanan ?"Celeste menganggukkan kepalanya. Mayya memang melakukannya. Demi melindungi anak-anaknya, Mayya rela menjadi tameng agar bisa mengalahkan perang yang diciptakan ayahnya dan juga pria yang menjadi ayah dari keponakannya. Semua itu agar ia bisa pergi dengan tenang dan tanpa ada gangguan yang menghampiri keluarga kecilnya."Ya, dia melakukannya agar bisa melindungi orang-orang yang ia cintai."**“Kenapa? Kau terkejut melihat kedatanganku, Ayah?” tan
"Mayya, semi vampir ?"Maria berbisik pada dirinya sendiri begitu kegelapan kembali menemani kesendiriannya. Ia seperti mendapatkan penjelasan mengapa dirinya bisa sampai ke tempat ini. Jika dirinya merupakan reinkarnasi dari wanita itu, maka sudah sewajarnya takdir membawanya ke dalam wilayah ini. Tempat di mana seharusnya ia berada sebelumnya, tapi sampai detik ini ia masih tidak bisa mengingat satu pun kenangan di masa lalunya."Kau pasti bingung ?"Maria pun mendongakkan kepalanya dan melihat sosok wanita berambut emas yang sebelumnya ia temui, dan wanita itu mengaku sebagai ibu dari sosok Mayya, yang bereinkarnasi menjadi dirinya."Ada banyak kata yang harus kau dengarkan jika kau mau terdiam sebentar dan tidak menolak satu pun fakta yang keluar dari mulutku."Wanita itu menunduk dan menimbang. Ia sendiri selama ini hidup dalam ketidak ingatan akan hidupnya sebagai Maria sebelum ia mengalami amnesia, tapi sejak ia terbagun dari kom
“Kau..”Mayya dengan reflek langsung memutar tubuhnya. Namun mata hazelnya langsung di perlihatkan dengan dada bidang milik pria itu. perlahan Mayya menaikkan pandangannya ke atas. Dilihatnya mata merah itu menatapnya dengan tatapan datar.Seketika Mayya merasakan bahwa mata itu begitu mengintimidasinya. Mata merah itu nampak memiliki arti sendiri saat bersitatap dengannya. Mungkin setelah berjam-jam ia berada disini, satu hal yang belum disadarinya. Rowman memiliki mata sipit yang berbentuk seperti musang. Mata pria itu memang memiliki ciri khas bentuk seperti orang asia.“Kau..” Rowman kembali bersuara. Suara berat miliknya menggema diruangan dapur dengan tajam dan menusuk.Mayya berulang kali mencoba meneguk air liurnya sendiri. namun mata itu kembali seperti sedang memenjarakannya. Ia hanya bergeming, mematung ditempatnya. Selalu seperti ini. Saat pertama pertemuan
Seorang gadis dengan penampilannya yang sedikit maskulin, nampak berdiri didepan jendela besar yang ada di kamar yang ia tempati dengan pandangan kosong. Jauh didalam pikirannya, ia tak pernah menyangka bahwa ia akan sampai pada tempat ini. Dirinya tahu kalau ia sudah menjajakkan dirinya untuk berada dalam pusaran maut. Bersama dengan makhluk yang ia pikir nyaris tak pernah ada dimuka bumi ini dan hanya terdengar dari cerita tua, Kini Mahkluk itu berada didepan matanya.Mayya, ia sudah hidup sejak kelahirannya di kota ini. Sejak saat dimana pertama kali ia membuka matanya, Mayya sudah mengenal seluk beluk kota ini dari warga desa yang sering berpergian ke hutan mencari kayu. Namun tak banyak, karena setelah ia beranjak usia 10 tahun, seluruh warga memilih untuk bertransmigrasi ke kota yang lebih makmur, seperti Seattle atau New York. Mungkin Mikhaela adalah salah satu contoh dari mereka. Kakak kembarnya lebih memilih mengadu nasib di kota besar dan mencari
“Halo! Bisakah kami menumpang dirumahmu?” ditangannya terdapat bungkusan berwarna merah muda yang terlihat aneh di mata Tatiana. Ia bisa mengendus bau wanita ini, namun tidak dengan bayinya. Tatiana berjalan maju membelakangi ayahnya. Tubuhnya yang tinggi membuatnya bisa dengan mudah melihat apa yang berada dibalik kain merah muda itu.“Bayi?” tanyanya dengan alis terangkat.Wanita itu kembali tersenyum dan mata hazelnya memancarkan sesuatu yang tak Rowman mengerti. Beruntung tubuh putrinya sedang menutup wajahnya. Kalau tidak mungkin ia akan melihat lebih lagi dari wanita itu.“Halo. Aku Mayya. Bisakah kau memberikan tumpangan untukku dan anakku?”Rowman tertegun. Bau ini begitu memikatnya. Gadis muda mungil itu nampak sangat kecil dimatanya. Ia yang bertubuh besar terlihat seperti seorang raksasa ketika berhadapan dengan gadis muda yang bernama Mayya itu.