“Apa itu artinya kamu cemburu?”Richard melerai pelukannya, tatapannya begitu sayu.Apakah ia benar-benar cemburu? Richard memang merasakan perasaan tidak nyaman melihat Qiara dekat dengan pria lain, terlebih pria itu bagian dari masa lalu. Namun, dalah hatinya paling dalam, masih tersemat nama Yasmin dengan indah.Qiara tersenyum tipis, helaan napas membuat Richard melemah.“Tidak apa-apa. Aku ngerti kok. Maaf, aku sudah seperti orang yang haus akan validasi.” Qiara mundur selangkah, ia mengedarkan pandangannya sejenak, mencoba untuk tidak terlihat rapuh. “Aku mandi dulu.”Bukannya membiarkan Qiara pergi, Richard justru memeluknya. “Sudah kukatakan ‘kan? Saya memang belum mencintai kamu, tapi untuk jatuh cinta sama kamu, itu bukan hal yang sulit. Qiara, apapun itu namanya, melihat kamu bersama pria lain, saya merasa tidak suka, saya merasakan sakit. Bisa dibilang dengan cemburu.”Sudahlah, mungkin sebaiknya memang harus seperti ini. Qiara juga tidak mau mempermasalahkan perasaan Richa
“Selamat pagi.”Qiara mengerjab-erjabkan matanya, tampak terkejut dengan wajah semringah Richard yang ada di hadapannya saat ini.Pipi Qiara memanas saat mengingat kejadian semalam. Ia terus menyerukan nama Richard, seolah tenggelam dalam kenikmatan. Hal itu membuatnya malu.“Pa-pagi. Kamu sudah bangun?”Richard mngangguk dengan cepat. Bahkan pakaiannya sudah berganti dengan pakaian santai, rambutnya tertata dengan rapi, menandakan bahwa suaminya itu sudah mandi.“Astaga! Aku lupa!” pekik Qiara menepuk jidadnya. Ia tarbangun, menarik selimut yang hampir melorot.“Mas, Alista.”Richard terkekeh, melihat tingkah Qiara. Ia memilih duduk di hadapan istrinya itu, lantas merapikan rambut Qiara yang acak-acakan dan berkata, “ Alista sama Vera. Kamu enggak usah khawatir. Putrimu itu sudah minum susu, bahkan mandi.”“Mandi? Jam berapa sekarang?”Lagi-lagi Richard tersenyum. “Ini sudah jam Sembilan pagi.”“Mas, maafin aku. aku—““Stt, harusnya saya yang minta maaf sama kamu. Sudah buat kamu kel
Dalam gendongan Qiara, Alista tertidur dengan nyeyak. Qiara menidurkan bayi itu ke dalam box bayinya.Menatap wajah manis putri sambungnya itu dengan seksama.“Alista mirip banget sama papanya. Tapi, ada miripnya juga sama mamanya.” Qiara masih teringat, betapa cantiknya Yasmi di foto waktu itu.Mengingat foto Yasmin, mendadak ati Qiara merasakan ngilu. Wanita yang menggerai rambutnya itu lantas menggelengkan kepala. Mencoba menepis perasaan itu.Tidak! Qiara tidak boleh berharap lebih.“Qiara. Kamu mau pilih yang mana?”Buru-buru Qiara menoleh ke arah Richard yang berdiri di ambang pintu. Matanya memicing melihat apa yang Richard bawa.“Mas, kamu ngapain?”Richard terkekeh, ia maju menghampiri istrinya itu. “Saya lagi gabut. Nyoba-nyoba buat minuman kekinian.”Qiara menggelengkan kepalanya. “Aku pikir kamu lagi ngapain di belakang. Tidak tahunya buat minuman,”Qiara mengambil salah satu gelas di tangan Richard. Es jelly ball menjadi pilihannya saat ini. “mending kita keluar, soalnya
“Kita akan mengajak Alista dan Vera.”Qiara melebarkan senyuman, dan tanpa Qira sadari, ia langsung memeluk Richard karena sangking bahagianya.“Aku senang sekali, Mas!”Belum Richard menjawab, ponselnya berdering. Melihat nama Oma Hesty di sana, Richard langsung menggeser ikon hijau di ponselnya. Sementara itu Qiara melerai pelukannya.“Iya, Oma.” Richard menjawab telepon.[Kebiasaan! Orang itu ngucap salam dulu, sapa dulu, langsung aja bilang, iya! Kamu itu tambah ngeselin, Richard!]Mendengar omelan dari Oma Hesty, telinga Richard terasa panas. Bahkan ia sampai menghela napas dalam-dalam.“Siang, Oma.”[Di mana istrimu itu? Apa dia lupa, kalau hari ini jadwal Alista imunisasi!]Richard menjauhkan ponselnya, di suara Oma Hesty benar-benar memekakkan telinganya.[Atau jangan-jangan setelah jadi nyonya, dia langsung lupa? Kasihiin, ponselnya susah dihibungi, oma mau marahin dia.]Ruchard terlihat tidak enak, tentu Qiara dengar ucapan Oma Hesty yang menggelegar sangat keras itu. Namun,
Sejak tadi Qiara terus menggendong Alista. Bahkan Ia sama sekali tidak menidurkannya di box bayi.Alista seolah tahu, jika di tidurkan, ia langsung menangis. Badanya juga sudah mulai panas, dan Qiara tentu memberikannya kompres anak-anak yang ditempelkan di kening.“Kamu pasti capek. Biar saya saja yang gendongin dia ya.” Richard meletakkan secangkir coklat panas di atas meja.“Terima kasih untuk coklat panasnya, Mas. Tapi soal gendong Alista, sepertinya enggak usah, Mas. Alista memang lagi tidak mau digendong siapapun.B uktinya tadi digendong Vera dia nangis kencang sekali.”Sungguh Richard tidak tega dengan Qiara. Istrinya itu terlihat sangat lelah.Ting nongBaik Qiara mau pun Richard menoleh pada pintu. Ini sudah malam, Vera dan Via sudah tidak ada di sini.“Siapa ya Mas?” tanya Qiara begitu penasaran.Richard mengedikkan bahunya. “Biar saya lihat.”Qiara mengangguk sebagai jawab, ia kembali menimang putrinya.Sementara itu, Richard membuka pintu dengan tergesa, karena sang tamu t
“Ti-tidak bilang apapn, Mas. Di-dia hanya nyariin kamu, terus aku bilang kalau kamu kerja.”Richard menggelengkan kepala. “Katakan, apa? Apa itu alasannya kamu uring-uringan kemarin?”Qiara menatap takut-takut pada Oma Hesty. Tentu tahu, jika wanita tua itu sama sekali tidak ingin mendengar hal buruk menganai Hana.“Dia hanya bilang, kalau aku enggak pantes buat kamu, selamanya aku hanya akan menjadi orang asing, yang tidak akan pernah bisa memiliki hati kamu. Ya, aku pikir itu tidak penting untuk mengadu, kan?”“Hanya itu?” tanya Richard lagi, kini tatapannya mulai melembut, seoalh tahu apa yang sedang diraakan oleh Qiara saat ini.Qiara menganggukkan kepala. Bahkan kali ini ia tertunduk.“Saya yakin, dia mengatakan lebih,” ucap Richard pasti, lalu menoleh pada Oma Hesty. “Oma, Richard akan bertindak tegas pada Hana, kalau dia berani ke sini dan mengacau. Richard sama sekalu enggak peduli, kalau dia cucu dari sahabat Oma sendiri. Hana sudah sangat keterlaluan!”“Memangnya apa yang ket
Pagi ini Qiara bangun lebih awal. Melihat Richard dan Alista sedang terlelap, ia memilih untuk keluar dan membuat sarapan setelah selesai mandi.Selain untuk mengambil hati Oma Hesty, ia juga berniat untuk berinovasi, yang mana tidak sarapan yang itu-itu saja.“Mungkin bubur ayam kali ya,” gumam Qiara seraya mengeluarkan potongan daging ayam dari kulkas, lantas mengeluarkan bahan yang lain seperti sayuran dan juga telur.“Selamat pagi, Bu,” sapa Vera dengan ramah.Qiara yang sedang memasak lantas berjengit karena terkejut. Wanita yang mencepol rambutnya itu lantas mengurut dadanya.“Kamu ngagetin aku, Ve.”“Hehehe, maaf.”“Tumben datang awal sekali?” tanya Qiara yang masih sibuk dengan kegiatannya, sementara Vera maju mendekat.“Iya. Bu. Jaga-jaga saja,” jawab Vera seraya melongok isi dalam panci. “Ibu buat apa?”“Bubur ayam. Eh ya. Menurut kamu, Oma Hesty suka gak ya?”“Nyonya Hesty di sini, Bu?”Mendengar pertanyaan Vera, Qiara lantas mengangguk dengan cepat. Meski Oma Hesty itu sel
Bagaimana Oma?” tanya Richard saat Oma Hesty menyeruput kuah bibirnya.Ini menakjubkan! Bahkan bubur buatan Qiara lebih enak dari pada buatan restoran berbintang.Qiara menunggu jawaban dari Oma Hesty, sementara Richard mengamati gestur dari sang oma.“Biasa aja,” dusta Oma Hesty, lalu lanjut memakan buburnya.Qiara tersenyum tipis, hal ini sudah lumrah. OMa Hesty selalu makan akanan yang berkualitas, sementara ini bukan apa-apa.Qiara juga tidak pernah belajar memasak dari cheff terbaik, kan?“Em, Oma. Ada saran buat buburnya? Apa yang kurang dari kuah dan juga toping yang lainnya, Oma?” tanya Qiara hati-hati. Mungkin, dengan ini bisa membuatnya bisa lebih dekat dengan sang oma.“Gak tahu ya. Saya bukan food bloger. Tapi ini terlalu biasa saja!”“Ini sudah enak banget. Pas, enggak perlu apa-apa,” sahut Richard yang kini sudah hampir habis makannya.Qiara tersenyum tipis. Mungkin Richard hanya ingin membuatnya tidak berkecil hati.Richard tersenyum kecil melirik sang oma yang mulai me