Apa yang dikatakan oleh Hana ternyata mempengaruhi pikiran Qiara. Sejak tadi ia hanya diam, saat sendirian.Melamun tidak jelas. Meski saat bersama Alista, ia akan tampak ceria seperti biasanya.“Bu Qiara,” panggil Vera dengan pelan.Namun, Qiara berjengit kaget karena tadi melamun, hal itu membuar Vera merasa bersalah.“Ada apa, Ve?” tanya Qiara mencoba tersenyum, meski raut sedih terlihat dengan jelas.“Apa Anda sakit?”Qiara menggeleng. “Tidak. Aku baik-baik saja kok. Memangnya kenapa?”“Saya melihat sejak tadi Anda terus murung dan diam, Bu. Sepertinya ada sesuatu yang dipikirkan. Maaf, jika Anda butuh sesuatu, Anda bisa bilang sama saya.”Qiara menimbang ucapan Vera. Ia butuh teman bicara, hanya saja ia tidak enak. Mengingat Vera adalah anak buah suaminya.“Kamu bekerja untuk siapa Ve?” Pada akhirnya pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Qiara.Hal itu membuat Vera mengerutkan dahi. Tentu karena bingung.“Maksudnya gimana, Bu? Saya bekerja untuk Pak Richard, untuk menjaga Anda
Hoam“Loh, Mas, kamu sudah pulang?” Qiara bangun begitu melihat suaminya sedang menemani Alista.Qiara mendelik saat melihat penampilannya. Dua kancing bahunya terbuka, ditambah dirinya yang sudah ada di ranjang.Apa yang terjadi baru saja?Qiara mendadakk pucat. Memikirkan yang tida-tidak dengan Richard.“Belum lama saya pulangnya. Lihat kamu tertidur di sofa dengan buku, lalu saya pindahin kamu ke ranjang supaya enakan tidurnya.”Qiara mendelik, lantas menelan ludahnya perlahan.Apa itu artinya Richard kembali menyentuhnya? Tetapi kenapa Qiara tidak merasakan apapun?Qiara menggelengkan kepalanya, membuang pikiran kotor di kepala.Terlebih, bukannya itu sah? Richard adalah suaminya, kan?“Kamu kenapa?” tanya Ricjard yang bingung melihat tingkah aneh Qiara yang sejak tadi geleng-geleng kepala.“En-enggak, kok. Aku lagi ngumpulin nyawa,” dusta Qiara sambil meringis.“Memangnya kamu punya nyawa berapa? Seperti kucing ssaja,” kekeh Richard menanggapi.Rona merah terlihat di kedua pipi Q
Sejak percakapan tadi, Richard kini terlihat sangat posesif. Ia menggandeng tangan Qiara ke manapun. Bahkan tadi hanpir ikut masuk ke toilet, Qiara sempat malu dengan kelakuan suaminya itu.Kini mereka sedang memilih film yang akan ditonton.“Film apa yang ingin kamu tonton?” tanya Richard sambil mengamati satu persatu banner film yang akan ditayangkan setelah ini.“Yang penting jangan horor, Mas. Aku takut.”Richard mengangguk, lantas menunjuk ke arah film yang sedang viral saat ini, salah satu film dengan tema perselingkuhan yang melibatkan adik ipar. “Kalau itu?”“Boleh.”Jujur, Richard sama sekali tidak menyukai jenis film yang seperti itu.Namun, demi Qiara ia mau menontonnya. Setidaknya, Qiara senang, bukan?“Qiara!”Seorang pria setengah berlari menghampiri Qiara. Membuat wanita berbibir tipis itu terbengong melihatnya.Pria dengan rambut belah tengah, memiliki senyum yang menawan, pria itu mengenakan kemeja flannel dan celana jeans hitam.“Qiara, maaf, aku baru kembali dari ka
Sejak bertemu dengan Denis, Richard merasa jika Qiara banyak diam. Bahkan terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini membuat Richard sedikit kesal.“Kamu tidak suka dengan menunya ya?” tanya Richard kemdian.Qiara mengangkat wajahnya, ia mencoba untuk tersenyum. “Suka kok. Masakannya enak.”Helaan napas berat terdengar dari Richard, Qiara memperhatikan suaminya itu. Kamu dari tadi kaya narik napas terus.”“Kalau enggak narik napas ya bisa meninggal,” jawab Richard sekenanya, lantas memasukkan potongn steak-nya ke dalam mulut, mengunyahnya dengan asal.Ada apa dengan Richard? Pria ini kembali aneh.“Mas, apa Alista baik-baik saja?” Qiara mencoba untuk mencairkan suasana.Richard mengangkat bahunya. “Saya rasa kalauu Vera tidak mengatakan apa-apa, Alista aman.”Qiara mengangguk, ia kembali memakan makanannya lagi. Sepertinya itu sudah cukup. Mungkin juga Richard memang sedang malas berbicara.“Kamu kesel gak jadi nonton?”Qiara menggeleng dengan cepat. “Enggak, kok. Aku eng
Sampai di rumah, Richard masih diam. Ia masuk terlebih dahulu, sementara Qiara memilih untuk melepas sepatu dan menyimpannya di rak.“Alista sudah tidur, Ve?” tanya Qiara, saat Vera baru saja merapikan ruang tengah yang penuh akan mainan.“Sudah, Bu. Sejak sejam yang lalu. Ibu kenapa perginya sebentar saja?”Qiara memeprhatikan Vera yang mengemasi mainanan Alista, meski pikirannya entah ada di mana. “Iya.”Kalau dilihat dari ekspresi Qiara, Vera menebak terjadi sesuatu, hanya saja ia tidak berani menegur.Tentu ia tidka ingin dianggap lancang.“Kamu sudah makan, Ve?”Vera menganggukkan kepala. “Baru saja, Bu.”“Baiklah, setelah ini, kamu boleh kembali ke unit kamu dan beristirahatlah. Saya masuk dulu untuk mengganti pakaian.”“Baik, Bu. Selamat malam.”Qiara membalas dengan senyuman manis, lantas masuk ke kamar, untuk melihat sang putri.Di dalam box bayi, Alista tampak tidur meringkuk. Sangat menggemaskan. Bahkan rasa penat dan juga kesal dalam dirinya hilang setelah melihat malaikat
“Apa itu artinya kamu cemburu?”Richard melerai pelukannya, tatapannya begitu sayu.Apakah ia benar-benar cemburu? Richard memang merasakan perasaan tidak nyaman melihat Qiara dekat dengan pria lain, terlebih pria itu bagian dari masa lalu. Namun, dalah hatinya paling dalam, masih tersemat nama Yasmin dengan indah.Qiara tersenyum tipis, helaan napas membuat Richard melemah.“Tidak apa-apa. Aku ngerti kok. Maaf, aku sudah seperti orang yang haus akan validasi.” Qiara mundur selangkah, ia mengedarkan pandangannya sejenak, mencoba untuk tidak terlihat rapuh. “Aku mandi dulu.”Bukannya membiarkan Qiara pergi, Richard justru memeluknya. “Sudah kukatakan ‘kan? Saya memang belum mencintai kamu, tapi untuk jatuh cinta sama kamu, itu bukan hal yang sulit. Qiara, apapun itu namanya, melihat kamu bersama pria lain, saya merasa tidak suka, saya merasakan sakit. Bisa dibilang dengan cemburu.”Sudahlah, mungkin sebaiknya memang harus seperti ini. Qiara juga tidak mau mempermasalahkan perasaan Richa
“Selamat pagi.”Qiara mengerjab-erjabkan matanya, tampak terkejut dengan wajah semringah Richard yang ada di hadapannya saat ini.Pipi Qiara memanas saat mengingat kejadian semalam. Ia terus menyerukan nama Richard, seolah tenggelam dalam kenikmatan. Hal itu membuatnya malu.“Pa-pagi. Kamu sudah bangun?”Richard mngangguk dengan cepat. Bahkan pakaiannya sudah berganti dengan pakaian santai, rambutnya tertata dengan rapi, menandakan bahwa suaminya itu sudah mandi.“Astaga! Aku lupa!” pekik Qiara menepuk jidadnya. Ia tarbangun, menarik selimut yang hampir melorot.“Mas, Alista.”Richard terkekeh, melihat tingkah Qiara. Ia memilih duduk di hadapan istrinya itu, lantas merapikan rambut Qiara yang acak-acakan dan berkata, “ Alista sama Vera. Kamu enggak usah khawatir. Putrimu itu sudah minum susu, bahkan mandi.”“Mandi? Jam berapa sekarang?”Lagi-lagi Richard tersenyum. “Ini sudah jam Sembilan pagi.”“Mas, maafin aku. aku—““Stt, harusnya saya yang minta maaf sama kamu. Sudah buat kamu kel
Dalam gendongan Qiara, Alista tertidur dengan nyeyak. Qiara menidurkan bayi itu ke dalam box bayinya.Menatap wajah manis putri sambungnya itu dengan seksama.“Alista mirip banget sama papanya. Tapi, ada miripnya juga sama mamanya.” Qiara masih teringat, betapa cantiknya Yasmi di foto waktu itu.Mengingat foto Yasmin, mendadak ati Qiara merasakan ngilu. Wanita yang menggerai rambutnya itu lantas menggelengkan kepala. Mencoba menepis perasaan itu.Tidak! Qiara tidak boleh berharap lebih.“Qiara. Kamu mau pilih yang mana?”Buru-buru Qiara menoleh ke arah Richard yang berdiri di ambang pintu. Matanya memicing melihat apa yang Richard bawa.“Mas, kamu ngapain?”Richard terkekeh, ia maju menghampiri istrinya itu. “Saya lagi gabut. Nyoba-nyoba buat minuman kekinian.”Qiara menggelengkan kepalanya. “Aku pikir kamu lagi ngapain di belakang. Tidak tahunya buat minuman,”Qiara mengambil salah satu gelas di tangan Richard. Es jelly ball menjadi pilihannya saat ini. “mending kita keluar, soalnya