“Mas.”Pada Akhirnya Qiara muncul juga. Ia tahu suaminya itu hendak bekerja. Wanita berbibir tipis itu menghampiri Richard yang sedang memangku Qiara. Suaminya itu tampak sedang menyeka jejak air matanya.Pria kalau menangis ternyata lucu juga.“Sayang, sini sama mama! Papamu mau kerja, Sayang,” ucap Qiara dengan berjongkok, ia bahkan memamerkan botol susunya pada Alista.Alista meringis, tampak imut karena matanya ikut menyipit.“Em, sayang. Sini. Atu tu tu, cantinya.” Qiara yang berhasi menggendong Alista, ia langsung menyerbu pipi gembil anak itu dengan kecupan. “Udah enggak nangis lagi?”Qiara menimang Alista, lalu memberikan botol susunya.“Mas, lihat! Dia minum dipegangi sendiri, Mas!” pekik Qiara yang hebih karena sangking senangnya.Ricahrd berdiri, ia juga tampak senang melihat Alista yang semakin pintar.“Kalau pulang, nanti mau minta apa?” tanya ruchard saat membungkukkan badannya, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Alista.Hati Qiara menghangat mendengarnya.Mungkin denga
Ting NongQiara yang baru saja menggendong Alista, kembali menoleh ke pintu.“Apa itu papamu, Nak? Apa ada yang lupa?” Alista mengecup sekilas pipi Alista, lalu berjalan menuju pintu.Tanpa memeriksa lewat lubang intip, Qiara langsugg membuka pintu, senyum semringahnya memudar saat melihat sosok wanita seksi yag sedang bersedekap dada.“Lama amat!” omel Hana, menyelonong masuk.“Buatkan saya jus!”“Maaf, Nona, Anda ini datang-datang langsung minta dibuatin jus. Anda mau cari siapa?”Hana menoleh dengan sinis pada Qiara. “Jangan mentang-mentang Richard sudah nikahi kamu, kamu berani sama saya. Ingat, kamu dinikahi hanya supaya bisa jadi baby sitter gratis seumur hidup!”Qiara membutar bola mata, mencoba tidak peduli.“Dan satu lagi. Cinta Richard begitu besar dengan Yasmin. Kamu bakalan makan hati tahu gak?” Hana menyeringai, wanita yang menggerai rambutnya itu lantas duduk bersila di sofa. “Dan asal kamu tahu saja, Richard itu cinta mati sama Yasmin. Tahu kan kenapa dia bahkan enggan m
Apa yang dikatakan oleh Hana ternyata mempengaruhi pikiran Qiara. Sejak tadi ia hanya diam, saat sendirian.Melamun tidak jelas. Meski saat bersama Alista, ia akan tampak ceria seperti biasanya.“Bu Qiara,” panggil Vera dengan pelan.Namun, Qiara berjengit kaget karena tadi melamun, hal itu membuar Vera merasa bersalah.“Ada apa, Ve?” tanya Qiara mencoba tersenyum, meski raut sedih terlihat dengan jelas.“Apa Anda sakit?”Qiara menggeleng. “Tidak. Aku baik-baik saja kok. Memangnya kenapa?”“Saya melihat sejak tadi Anda terus murung dan diam, Bu. Sepertinya ada sesuatu yang dipikirkan. Maaf, jika Anda butuh sesuatu, Anda bisa bilang sama saya.”Qiara menimbang ucapan Vera. Ia butuh teman bicara, hanya saja ia tidak enak. Mengingat Vera adalah anak buah suaminya.“Kamu bekerja untuk siapa Ve?” Pada akhirnya pertanyaan konyol itu keluar dari mulut Qiara.Hal itu membuat Vera mengerutkan dahi. Tentu karena bingung.“Maksudnya gimana, Bu? Saya bekerja untuk Pak Richard, untuk menjaga Anda
Hoam“Loh, Mas, kamu sudah pulang?” Qiara bangun begitu melihat suaminya sedang menemani Alista.Qiara mendelik saat melihat penampilannya. Dua kancing bahunya terbuka, ditambah dirinya yang sudah ada di ranjang.Apa yang terjadi baru saja?Qiara mendadakk pucat. Memikirkan yang tida-tidak dengan Richard.“Belum lama saya pulangnya. Lihat kamu tertidur di sofa dengan buku, lalu saya pindahin kamu ke ranjang supaya enakan tidurnya.”Qiara mendelik, lantas menelan ludahnya perlahan.Apa itu artinya Richard kembali menyentuhnya? Tetapi kenapa Qiara tidak merasakan apapun?Qiara menggelengkan kepalanya, membuang pikiran kotor di kepala.Terlebih, bukannya itu sah? Richard adalah suaminya, kan?“Kamu kenapa?” tanya Ricjard yang bingung melihat tingkah aneh Qiara yang sejak tadi geleng-geleng kepala.“En-enggak, kok. Aku lagi ngumpulin nyawa,” dusta Qiara sambil meringis.“Memangnya kamu punya nyawa berapa? Seperti kucing ssaja,” kekeh Richard menanggapi.Rona merah terlihat di kedua pipi Q
Sejak percakapan tadi, Richard kini terlihat sangat posesif. Ia menggandeng tangan Qiara ke manapun. Bahkan tadi hanpir ikut masuk ke toilet, Qiara sempat malu dengan kelakuan suaminya itu.Kini mereka sedang memilih film yang akan ditonton.“Film apa yang ingin kamu tonton?” tanya Richard sambil mengamati satu persatu banner film yang akan ditayangkan setelah ini.“Yang penting jangan horor, Mas. Aku takut.”Richard mengangguk, lantas menunjuk ke arah film yang sedang viral saat ini, salah satu film dengan tema perselingkuhan yang melibatkan adik ipar. “Kalau itu?”“Boleh.”Jujur, Richard sama sekali tidak menyukai jenis film yang seperti itu.Namun, demi Qiara ia mau menontonnya. Setidaknya, Qiara senang, bukan?“Qiara!”Seorang pria setengah berlari menghampiri Qiara. Membuat wanita berbibir tipis itu terbengong melihatnya.Pria dengan rambut belah tengah, memiliki senyum yang menawan, pria itu mengenakan kemeja flannel dan celana jeans hitam.“Qiara, maaf, aku baru kembali dari ka
Sejak bertemu dengan Denis, Richard merasa jika Qiara banyak diam. Bahkan terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Hal ini membuat Richard sedikit kesal.“Kamu tidak suka dengan menunya ya?” tanya Richard kemdian.Qiara mengangkat wajahnya, ia mencoba untuk tersenyum. “Suka kok. Masakannya enak.”Helaan napas berat terdengar dari Richard, Qiara memperhatikan suaminya itu. Kamu dari tadi kaya narik napas terus.”“Kalau enggak narik napas ya bisa meninggal,” jawab Richard sekenanya, lantas memasukkan potongn steak-nya ke dalam mulut, mengunyahnya dengan asal.Ada apa dengan Richard? Pria ini kembali aneh.“Mas, apa Alista baik-baik saja?” Qiara mencoba untuk mencairkan suasana.Richard mengangkat bahunya. “Saya rasa kalauu Vera tidak mengatakan apa-apa, Alista aman.”Qiara mengangguk, ia kembali memakan makanannya lagi. Sepertinya itu sudah cukup. Mungkin juga Richard memang sedang malas berbicara.“Kamu kesel gak jadi nonton?”Qiara menggeleng dengan cepat. “Enggak, kok. Aku eng
Sampai di rumah, Richard masih diam. Ia masuk terlebih dahulu, sementara Qiara memilih untuk melepas sepatu dan menyimpannya di rak.“Alista sudah tidur, Ve?” tanya Qiara, saat Vera baru saja merapikan ruang tengah yang penuh akan mainan.“Sudah, Bu. Sejak sejam yang lalu. Ibu kenapa perginya sebentar saja?”Qiara memeprhatikan Vera yang mengemasi mainanan Alista, meski pikirannya entah ada di mana. “Iya.”Kalau dilihat dari ekspresi Qiara, Vera menebak terjadi sesuatu, hanya saja ia tidak berani menegur.Tentu ia tidka ingin dianggap lancang.“Kamu sudah makan, Ve?”Vera menganggukkan kepala. “Baru saja, Bu.”“Baiklah, setelah ini, kamu boleh kembali ke unit kamu dan beristirahatlah. Saya masuk dulu untuk mengganti pakaian.”“Baik, Bu. Selamat malam.”Qiara membalas dengan senyuman manis, lantas masuk ke kamar, untuk melihat sang putri.Di dalam box bayi, Alista tampak tidur meringkuk. Sangat menggemaskan. Bahkan rasa penat dan juga kesal dalam dirinya hilang setelah melihat malaikat
“Apa itu artinya kamu cemburu?”Richard melerai pelukannya, tatapannya begitu sayu.Apakah ia benar-benar cemburu? Richard memang merasakan perasaan tidak nyaman melihat Qiara dekat dengan pria lain, terlebih pria itu bagian dari masa lalu. Namun, dalah hatinya paling dalam, masih tersemat nama Yasmin dengan indah.Qiara tersenyum tipis, helaan napas membuat Richard melemah.“Tidak apa-apa. Aku ngerti kok. Maaf, aku sudah seperti orang yang haus akan validasi.” Qiara mundur selangkah, ia mengedarkan pandangannya sejenak, mencoba untuk tidak terlihat rapuh. “Aku mandi dulu.”Bukannya membiarkan Qiara pergi, Richard justru memeluknya. “Sudah kukatakan ‘kan? Saya memang belum mencintai kamu, tapi untuk jatuh cinta sama kamu, itu bukan hal yang sulit. Qiara, apapun itu namanya, melihat kamu bersama pria lain, saya merasa tidak suka, saya merasakan sakit. Bisa dibilang dengan cemburu.”Sudahlah, mungkin sebaiknya memang harus seperti ini. Qiara juga tidak mau mempermasalahkan perasaan Richa