Angin malam bertiup kencang.
Suara deburan ombak terdengar dalam kegelapan.Seorang perempuan berhijab putih tampak berjalan menuju tepi pantai dengan membawa sebuah senter.Hijab panjangnya berayun tertiup angin.Langkahnya kian cepat saat sepasang netranya melihat sesosok tubuh pria berdiri di tepi pantai menggunakan sebuah jaket kupluk yang menutupi kepalanya.Pria itu menoleh dan tersenyum. Dia membuka masker wajah yang dipakainya demi menutupi identitasnya.Pria itu hendak merentangkan tangan untuk memeluk perempuan berhijab yang kini sudah berdiri tepat di hadapannya ketika dia justru mendapat sebuah tamparan keras di wajahnya."PEMBUNUH!"Sammy tersenyum pahit saat merasakan hawa panas yang menjalar di pipi kirinya. Dia kembali menatap Rheyna. Perempuan yang begitu dia rindukan.Rheyna yang saat itu juga sedang menatap ke arahnya. Menatap dengan tatapan sarat rindu bercampur kebencian dan amarah.Handini menarik tangan Anna dan membawa gadis itu ke dalam kamar. Tak lupa dia pun menutup rapat-rapat pintu rumahnya."Anna, dengarkan Ibu," ucap Handini dengan wajah serius. Mereka duduk berhadapan di atas kasur lantai usang di kamar itu.Lelehan air mata Anna yang terus saja jatuh membuat hati Handini kembali terenyuh.Handini menyeka air mata itu dengan ibu jarinya. Dia menangkup wajah Anna. "Siapa lelaki yang kamu sebut Kak Sam ini? Siapa dia? Bisa kamu beritahu Ibu?" Tanya Handini dengan penjabaran kalimat yang sejelas mungkin, berharap Anna mengerti dan mengingat tentang siapa sebenarnya lelaki bernama Sammy yang dia panggil dengan sebutan Kakak itu."Kak Sam bukan pembunuh..." Lagi dan lagi hanya kalimat itulah yang berhasil keluar dari mulut Anna."Ya, Ibu percaya Kak Sam-mu bukan pembunuh. Apa dia adalah kakakmu? Kalian bersaudara? Atau mungkin dia kekasihmu?" Tanya Handini lagi.Tangisan Anna kembali pecah. Dia memeluk
"Anna, kamu sedang apa?" Tanya Handini saat dirinya melihat Anna melongok ke arah kolong lemari di dapur. Anna berputar di dapur dengan cara merangkak, seperti orang kebingungan.Tubuh Anna yang kurus masuk ke dalam kolong meja di dapur seperti orang yang hendak bersembunyi.Handini berjongkok dan mengulurkan tangannya."Ayo keluar, tidak ada hal yang perlu ditakuti di sini. Kamu aman," ucap Handini dengan penuh kelembutan.Senyuman manis Handini akhirnya membuat ekspresi ketakutan di wajah Anna perlahan memudar. Gadis itu tersenyum tipis.Sebuah senyuman pertama yang tersungging di bibirnya setelah beberapa bulan dia tinggal bersama Handini."Kita makan ya? Ibu beli makanan di warung tadi," ajak Handini kemudian. Dia meminta Anna duduk di lantai beralas tikar di ruang depan kediamannya.Berprofesi sebagai seorang penjual kue basah di lampu merah, penghasilan Handini benar-benar pas-passan.Meski hidup serba ber
"Ada hubungan apa antara dirimu dengan Laras di masa lalu?" Tanya Norman pada seorang lelaki bernama Arga Bintara yang diduga memiliki affair dengan Laras di masa lalu.Setelah Norman melakukan penyelidikan terhadap istrinya sendiri, lelaki itu menemukan adanya bukti hasil tes DNA yang menyatakan bahwa Max bukan anak kandungnya.Max terlahir dari rahim Laras saat mereka sudah resmi menikah, jika memang Max bukan anak kandungnya, itu artinya Laras telah berselingkuh.Norman dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, akhirnya berhasil membekuk seorang lelaki yang dia curigai adalah lelaki yang telah berselingkuh dengan Laras selama ini.Norman hanya perlu pengakuan langsung dari mulut lelaki ini."JAWAB!" Bentak Norman seraya melayangkan satu buah pukulan keras di wajah Arga hingga lelaki itu mengerang kesakitan dengan darah yang keluar dari mulutnya.Kedua tangan Arga yang saat itu dalam posisi terikat ke sandaran kursi membuat lel
Laras kelimpungan.Sampai detik ini Anna belum juga ditemukan.Perubahan sikap Norman serta berita mengenai kematian Ahmed Malik Assegaf, cukup membuat semua rencana Laras hancur.Keinginannya untuk melihat Sammy mendapat hukuman mati sepertinya akan pupus.Kematian Max yang begitu tragis membuat Laras gelap mata hingga menghalalkan segala cara untuk menghancurkan Sammy.Itulah sebabnya, Laras terus berusaha mendoktrin Norman agar suaminya itu semakin membenci Sammy."Kenapa kamu memberi izin pada Keluarga Sammy untuk menjenguk lelaki itu, Mas? Bukankah kita sudah sepakat untuk membuat hidup Sammy menderita selama di penjara? Lelaki itu telah membunuh anak kita! Dia harus dihukum mati!" Ucap Laras dengan gertakan kedua rahangnya yang mengeras. Kedua bola matanya membelalak menahan amarah. Meski setelahnya, sekumpulan cairan bening kian menyerbu masuk. Pada akhirnya, Laras hanya bisa menangis.Menangisi berapa menderitany
Langit senja sore itu indah dan cerah.Rona jingganya menyemarakkan langit dengan siluet kuning keemasan.Keadaan lapas sore ini lengang.Tak banyak manusia yang wara-wiri di sekitar lapas kecuali para petugas kepolisian.Besok adalah hari pertama kasus Sammy naik ke meja hijau dan kedatangan Fadli sore itu ke lapas hanya untuk mengantarkan masakan buatan Rheyna kepada Sammy.Keduanya duduk di bangku taman lapas. Menikmati semilir angin sore yang sepoi-sepoi."Kenapa Rheyna tidak ikut? Apa dia masih marah padaku?" Tanya Sammy yang memang merasa kalau sikap Rheyna masih saja cuek padanya. Bahkan sejak dirinya masuk penjara, Rheyna hanya satu kali menengoknya ke lapas, itu pun saat waktu-waktu pertama Sammy tertangkap dulu. Dan sejak itu, jangankan memperlihatkan batang hidungnya, bahkan untuk sekadar menanyakan kabarnya saja tidak pernah."Rheyna bilang, dia tidak marah, tapi dia hanya kecewa, kenapa Kakak memilih diam at
"Kak Sam?" Gumam Anna saat tatapannya tertuju pada seorang lelaki berseragam orange yang dikawal masuk ke dalam ruang sidang oleh dua orang petugas kepolisian.Anna hendak berteriak tapi mulutnya sudah lebih dulu dibekap seseorang, dia Handini."Anna, diam. Kita harus menunggu waktu yang tepat untuk menemui Sammy," ucap Handini berbisik.Handini baru saja melepas bekapan tangannya di mulut Anna ketika gadis bermasker itu justru melepas maskernya dan hendak bangkit dari duduk.Buru-buru Handini mencekal tangan Anna."Anna, Ibu sudah bilang, jangan buat keributan di sini," ucap Handini kewalahan."Lepas," Jerit Anna kemudian. Kekuatan Anna yang jauh lebih besar jelas mengalahkan Handini.Cekalan tangan Handini di pergelangan tangan Anna terlepas. Gadis itu berlari ke arah Sammy yang saat itu duduk di kursi terdakwa."Kak Sam?" Gumam Anna begitu dirinya sudah berdiri di hadapan Sammy.Seperti melihat hantu
Persidangan hari itu berjalan sesuai harapan.Anna berhasil memberi kesaksiannya di hadapan pengadilan.Membongkar semua kedok kejahatan Laras terhadapnya selama ini."Setelah menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan Max, aku hamil. Nyonya Laras membawaku ke sebuah rumah sakit jiwa dan memenjarakan aku di sana. Setiap hari dia memberikan aku sebuah pil yang wajib aku minum. Untungnya, ada seorang petugas yang begitu baik padaku dan memberitahukan aku bahwa obat itu adalah obat perusak syaraf otak yang bisa perlahan-lahan mengganggu fungsi otakku dan bisa membuatku gila! Sejak hari itu aku bersandiwara dan bertingkah layaknya orang gila demi mengelabui semua orang. Hingga akhirnya aku melahirkan bayiku tanpa pernah aku melihatnya karena aku yakin, Nyonya Laraslah yang telah menyembunyikan anakku!"Kesaksian Anna memang mencengangkan publik.Terlebih setelah pihak kepolisian menyelidiki apa yang telah Anna katakan dan menemukan keben
Sammy baru saja selesai menunaikan shalat Jumat berjamaah di mushola lapas.Kini, dia sedang berjalan menuju kembali ke dalam selnya ketika tiba-tiba ada seseorang yang memepet tubuhnya dari arah belakang dan memasukkan sebuah benda ke dalam saku celana Sammy.Orang itu terus berjalan tanpa menoleh lagi. Setahu Sammy, orang itu juga salah satu penghuni lapas hanya saja berbeda ruang tahanan dengannya.Sammy merogoh saku celana bahan hitamnya dan mendapati sebuah ponsel di sana.Lelaki itu terus berjalan menuju sel tahanannya dan tetap menyembunyikan ponsel itu di saku celananya. Tak ingin memancing kecurigaan penjaga, Sammy menyembunyikan ponsel itu di dalam loker tempatnya menyimpan pakaian.Hingga malam hari tiba, ketika semua orang tertidur lelap di dalam sel tahanan, Sammy terbangun dan mengambil ponsel yang dia sembunyikan tadi. Lelaki itu beringsut ke dalam kamar mandi kecil di dalam ruang sel tahanannya lalu menyalakan ponsel itu.
Rheyna Kirana...Bersama dengan ponsel ini, aku ingin memberitahukan sesuatu.Kau bisa lihat pada bagian galeri, terdapat foto pria dan wanita yang sedang melangsungkan pernikahan.Sebuah pernikahan yang dilaksanakan di salah satu gereja ternama di Surabaya dari pasangan pengantin bernama Jerico dan Amaya.Pernikahan mereka sangat harmonis meski dilandasi atas perbedaan agama, di mana Jerico adalah seorang Kristen, sementara Amaya adalah seorang muslim.Hingga pada suatu hari, Amaya rela melepas hijab dan mengganti agamanya demi mengikuti kepercayaan sang Suami.Amaya rela diusir dari rumah bahkan keberadaannya sudah tak diakui lagi oleh keluarga.Amaya hamil lalu melahirkan seorang anak lelaki yang dia beri nama Ricky Pradana.Sejauh memiliki Ricky, jalinan rumah tangga mereka masih harmonis, hingga akhirnya malapetaka itu datang saat Amaya hamil anak kedua.Saat itu, Amaya mengetahui bahwa Jerico bers
Seharian ini Sammy terus memikirkan tentang sesosok wajah bocah lelaki yang dia lihat di dalam foto keluarga Rheyna.Sammy yakin betul dia pernah melihat foto itu sebelumnya.Seharian Sammy memutar otak untuk mengingat-ingat tentang hal itu, hingga akhirnya Sammy pun berhasil mengingatnya.Lelaki itu langsung berlari mencari ponselnya dan menelepon pihak lapas di mana Ricky, sahabatnya kini menjalani hukuman.Sammy harus memastikannya lebih lanjut dari mulut Ricky sendiri mengenai apa yang kini dia ketahui.Saat telepon itu tersambung dan Sammy bicara dengan salah satu petugas lapas untuk memberitahukan maksudnya, lelaki itu justru dikejutkan dengan sebuah kabar buruk yang membuatnya terlihat sangat syok."Maaf Tuan Langit, narapidana bernama Ricky baru saja ditemukan dalam keadaan tewas di dalam sel tahanannya tadi pagi. Dari hasil penyelidikan, diduga Ricky bunuh diri,"*****Setelah mendapat kabar meninggalny
Ini adalah hari pertama Sammy mulai bekerja di perusahaan milik Norman.Lelaki itu terlihat gagah dalam balutan jas hitam kantor dan dasi yang terpasang rapi di depan dadanya."Sepertinya, mulai sekarang aku harus belajar cara memasang dasi," gumam Rheyna saat dia membantu Sammy berpakaian.Sammy kembali memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Entah kenapa, dia merasa aneh dengan penampilannya yang tampak rapi begini."Aku merasa, pakaian ini tidak cocok untukku Rheyna," serunya masih dengan tatapan mengarah ke cermin.Rheyna melingkarkan kedua tangannya di perut Sammy, memeluknya dari belakang. "Memang benar, kamu tidak cocok berpakaian seperti ini," balas Rheyna sambil tertawa kecil.Sammy membalikkan badan. "Bagaimana jika aku membatalkan saja rencana untuk bergabung di perusahaan Ayah?""Lalu, kamu mau bekerja apa?"Sammy menatap Rheyna lekat seraya menarik kuat pinggul Rheyna, sehingga kedua perut m
Menikah adalah satu momen sakral dalam kehidupan seorang manusia.Menikah adalah fase di mana kita akan menentukan siapa yang akan menjadi pendamping kita menjalani hari-hari di sisa usia.Semua seperti mimpi bagi Rheyna dan Sammy.Ketika mereka terbangun, dan membuka mata hari ini, tepatnya di hari pernikahan kedua mereka yang akan dilangsungkan dengan acara yang meriah.Hari-hari berat di mana keduanya harus hidup terpisah sebentar lagi akan berlalu karena selepas menikah nanti, Rheyna dan Sammy berjanji akan terus bersama mengarungi masalah apapun yang akan terjadi di depan.Kehadiran Sammy dalam hidup Rheyna mampu merubah dunianya yang biasa menjadi seindah pelangi. Sementara kehadiran Rheyna dalam hidup Sammy mampu merubah segala-galanya.Sammy sudah berjuang hingga titik darah penghabisan dan kini waktunya dia memetik hasilnya.Lelaki itu sudah duduk di tengah-tengah masjid tempat di mana akan berlangsungnya akad n
Kasus penusukan yang terjadi terhadap Stella Adhiguna, yang merupakan anak dari salah satu pejabat tersohor di Indonesia menjadi perbincangan publik setelah beritanya kini tersebar di berbagai media.Dalam berita kriminal hari ini, Polisi berhasil menangkap seorang perempuan bernama Anna yang memang menjadi tersangka atas kasus penusukan tersebut.Barang bukti berupa pisau, serta sidik jari pelaku dan sebuah ponsel yang terjatuh menjadi bukti akurat bahwa Anna lah pelaku penusukan terhadap Stella.Meski awalnya, pihak keluarga Anna mengatakan tidak mungkin Anna pelakunya.Sikap Anna yang memang terkesan normal dan sangat baik di hadapan Handini akhirnya berhasil mengelabui semua orang. Termasuk Fadli dan Sammy.Semua orang percaya padanya bahwa Anna normal. Tidak betulan mengidap gangguan jiwa.Hingga pada akhirnya, Handini dan Fadli mencari tahu kebenarannya dengan mendatangi Rumah Sakit Jiwa tempat di mana Anna pernah disembuny
"Kak, aku baru mendapat kabar dari Dokter Anita..." Fadli mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya."Dokter Anita mengatakan, Rheyna sudah siuman..."Secercah senyuman terbit di wajah tampan Sammy.Lelaki itu lekas beranjak menuju ruangan ICU diikuti Fadli di belakang.Langkahnya terasa semakin ringan karena beban yang menggantung di pundaknya perlahan runtuh tak bersisa.Terlebih saat dirinya kini sudah berhadapan dengan Rheyna di ruang ICU.Melihat Rheyna yang sudah membuka mata dan memulas senyum tipis kepadanya.Hati Sammy berbunga-bunga.Allah telah mendengar doanya dan mengabulkannya.Memberinya harapan baru untuk terus melanjutkan kehidupan yang lebih baik lagi, bersama satu-satunya perempuan yang dia cintai.Yaitu Rheyna...*****Hari mulai gelap.Seorang perempuan muda berjalan lurus di tepi trotoar pejalan kaki yang sepi.Dia sudah ber
"BANGUN RHEYNA! BANGUN! BANGUN! KAMU TIDAK BOLEH MATI! KAMU TIDAK BOLEH MATI! BANGUUUUUUUUUNNNN!"Sammy membuka mata.Melihat bingung ke sekeliling ruangan.Beberapa orang tampak memperhatikannya.Lalu tatapannya bertemu dengan tatapan Rakha yang sempat mengguncang tubuhnya beberapa kali ketika Sammy terus meracau dalam tidurnya.Lelaki itu mengigau.Dia ketiduran usai menunaikan shalat Isya.Sudah hampir dua hari dia tidak tidur sejak kondisi Rheyna semakin memburuk."Sepertinya kamu butuh istirahat Langit, kembalilah tidur, saya temani kamu di sini," ucap Rakha saat itu.Sammy mengusap wajahnya gusar.Mimpinya tadi sungguh menakutkan.Tubuh Rheyna yang kaku di dalam mimpinya terus membayang di pelupuk mata, membuatnya frustasi."Maafkan saya Ustadz, saya memang merasa sangat lelah, tapi saya ingin tetap menunggu operasi Rheyna selesai," jawab Sammy menolak halus saran dari R
"Boleh aku masuk?" Ucap Sammy yang hampir menangis tapi sekuat tenaga dia tahan.Rheyna tidak menjawab tapi malah memalingkan pandangannya ke arah lain. Dia menyeka cepat air matanya yang seakan tak mau berhenti."Maaf, jika aku lancang. Tapi aku akan tetap masuk walau kamu tidak mengizinkan," ucap Sammy lagi.Pintu semakin dibukanya lebar agar tidak terjadi salah paham karena status mereka yang kini sudah bukan lagi suami istri.Sammy tahu betul bagaimana harus menjaga tata krama dalam Islam.Perlahan langkah Sammy semakin dekat ke arah Rheyna yang saat itu sedang duduk di tepi ranjang.Kepala wanita itu tertunduk dalam dengan dadanya yang semakin sesak.Sammy sudah berdiri di hadapannya. Lelaki itu berjongkok dan mencoba menatap wajah Rheyna yang menunduk. Kedua tangan Sammy hendak meraih jemari Rheyna namun si empunya malah menarik tangannya menjauh dengan cepat.Sammy tersenyum getir."Kita ke Jakar
Satu hari setelah Sammy mengetahui semua tentang Rheyna dari Fadli, lelaki itu langsung pergi menuju Bantul.Tak perduli saat Handini, Fadli dan Nenek Kiran melarangnya, Sammy tetap pergi untuk menemui Rheyna."Minggu depan Rheyna beserta keluarganya akan ke Jakarta untuk melakukan pemeriksaan, kita bisa menemuinya saat itu Kak," ucap Fadli yang benar-benar menyesal karena sudah memberitahukan hal ini lebih awal. Seharusnya, Fadli memberitahukan masalah ini nanti saja saat Rheyna sudah di Jakarta."Aku harus menemui Rheyna sekarang juga!" Kekeuh Sammy dengan wajah bengisnya.Jika boleh jujur, dia kecewa pada keluarganya terlebih pada Fadli yang tega menyembunyikan informasi sepenting ini darinya.Sammy merasa bodoh dan tidak berguna!Bahkan di saat Rheyna sakit, dia tidak mendampinginya."Langit, tunggu Nak, jangan gegabah. Baik, kita sama-sama berangkat ke Bantul lusa ya? Setelah Ayahmu pulang dari tugas," kali ini Hand