Raden Lingga Kartanagara. Raden Lingga Kertanegara dalam pengucapan Bahasa Jawa.
Laki - laki berparas tampan. Ralat, sangat tampan dan berbadan tegas. Memiliki ABS bagai roti sobek merk terkenal yang bisa membuat para wanita mesum berimajinasi yahhh yahhh yahhh begitulah.Berkulit bersih berseri, berambut hitam kebiruan yang aku tidak tahu itu adalah rambut aslinya atau hasil cat salon profesional.
Konon katanya Raden Lingga Kartanagara masih keturunan kerajaan. Entah kerajaan apa, namun jika dilihat dari nama panjang beserta nama seluruh keluarganya jelas ia adalah turunan Raja.
Apalagi jika melirik pada harta yang ia miliki. Properti yang membuat mulutku menganga dan kepalaku geleng - geleng. Bagaimana tidak? aku akan mengatakan salah satu hartanya kepada kalian, agar kalian juga dibuat terperangah olehnya.
Salah satu harta yang ia miliki adalah beberapa gunung. Bukan hanya satu tapi be-be-ra-pa, ada yang besar dan ada yang kecil. Hebat bukan? dan harta keduanya adalah beberapa pulau yang banyak pula.
Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan harta keduanya kepada kalian agar kalian tidak terlalu terperangah tapi mulutku ini gatal untuk menceritakan segala hal hebat tentang pria ini.
Belum lagi gedung - gedung pencakar langit di kota. Kenapa tidak sekalian saja harta yang ia miliki adalah kota atau negara? Tapi meskipun ia bukan pemilik kota ini, ia sudah seperti pemiliknya karena semua orang mengikuti keinginannya.
Bahkan Presiden pun begitu menghormatinya karena ia adalah donatur terbesar bagi negara. Baik saat terjadi bencana alam ia menyumbang dengan uang pribadinya atau pun pajak yang begitu besar yang selalu ia bayar pada negara tepat waktu.
Itu lah pandanganku terhadapnya dahulu. Kini rasa kekaguman yang kupikir permanen itu berubah menjadi perasaan marah yang tidak bisa terbalaskan. Aku menangis di dalam kamar mandi, kucurahkan segala amarahku melalui aliran air mata agar gerombolan beban di hati ini merasa lega.
Sesungguhnya di dalam hatiku ini sangat menjerit namun aku menahan suara itu di tenggorokanku takut - takut si Lingga brengsek itu ternyata berdiri di balik pintu merasa bersalah.
"Hehhh!" gumamku.
Berharap apa aku? aku hanyalah pelayan pribadinya, tidak mungkin ia merasa bersalah padaku. Dia bilang aku telah mencuri ciuman pertamanya? nyatanya ia lah yang sudah mencuri ciuman pertamaku.
Sudah satu jam aku berada di kamar mandi. Sebenarnya tangisku berhenti sekitar tiga puluh menit yang lalu namun setelah menangis mataku menjadi bengkak jadi aku menunggu hingga bengkak merah mataku ini sedikit hilang. Dan juga amarah di dada ini sudah kembali normal.
Baru kusadari bahwa kamar mandi ini sangat besar dan mewah, rasanya lebih nyaman dari pada kamar tidur rumahku. Kubasuh muka dengan air agar lengket air mata yang tersisa tidak menutupi kulit cerah wajahku, lalu kuambil tisyu untuk mengeringkannya.
Aku menarik nafas dalam - dalam sebelum keluar dari kamar mandi, dan sedikit khawatir Lingga akan marah karena aku berada begitu lama di kamar mandi. Sungguh takut kini ku membayangkan, tidak tahu apa yang akan ia lakukan terhadapku jika marah. Perlahan langkahku mendekati dirinya yang kulihat kini tengah sibuk membolak - balik map di mejanya.
"Buatkan kopi!" perintahnya.
"Dan bawa camilan juga!" imbuhnya.
Belum lagi aku membuka mulutku tapi perintah darinya sudah keluar. Tapi baguslah, paling tidak ia tidak marah karena aku di kamar mandi lama dan juga sejenak aku tidak harus berada di ruangan mewah yang seram itu. Kulangkahkan kaki menuju pintu lalu kutarik nafasku dalam - dalam begitu berada di balik pintu ruangan tersebut.
"Hufffff lega banget keluar dari sana," gumamku sambil melihat sekeliling mencari pantry.
Aku melangkah ke kanan karena kucium ada aroma makanan dari sana. Lima meter dari tempatku berdiri sebelumnya, benar sekali ini adalah pantry. Pantry yang bagai restoran, apa yang tidak ada disana. Bahkan roti yang baru saja dipanggang ada disana, mungkin itu yang menarik hidungku kesini. Yang tidak ada di pantry ini adalah kemampuanku untuk membangun dapur rumah seperti ini. Huffff miris sekali.
Aku mengambil cangkir lengkap dengan alasnya. Lalu kuracik kopi hitam dengan perpaduan, satu setengah bubuk kopi hitam dengan satu sendok gula. Masukkan air yang sudah mendidih 100 derajat agar kafein dalam kopi larut sempurna. Perpaduan kopi hitam yang kental dan nikmat. Kopi telah selesai, kini aku mengambil sebuah piring. Kuisi dengan dua buah biskuit keju, dua buah biskuit coklat dan dua buah roti yang baunya harum menggelitik lambung.
"Tadaaaaa sudah selesai," ucapku sendiri lalu kubawa kopi dan roti diatas nampan dengan hati - hati.
Setelah tepat di depan mejanya Sang Bos ini aku hendak menurunkan kopi pesanannya.
"Taruh di meja depan sofa!" perintahnya tidak melihatku dan fokus pada map map yang sedari tadi belum rampung ia kerjakan.
Aku langsung saja menaruh kopi dan cemilan itu di tempat yang ia suruh. Kutata rapi kopi dan cemilan di atas meja setelah itu aku pun berdiri. Ketika berbalik wajahku ini tiba - tiba menabrak tubuh Lingga yang ternyata sudah berdiri di belakangku.
"Ohh maaf Bos," ucapku sopan.
Tapi ia menatapku kembali dengan tatapan yang awalnya kusebut mempesona kini menjadi menakutkan.
"Setelah mencuri ciumanku, kamu berlari lalu kembali mencium dadaku," ucapnya santai namun expresi wajahnya tegas.
Haiisshh cerita apa lagi ini? Jika ada lomba mengarang bebas, tentulah orang ini juaranya. Kali ini tidak terlalu kudengar dia, percuma juga aku mengelak, pada ujungnya nanti juga aku yang menjadi penjahatnya.
Aku diam tidak membalas ucapan Lingga yang barusan. Dia juga tidak marah dan duduk mengambil kopi yang sudah kusiapkan. Di sruputnya kopi panas itu perlahan dari gelasnya.
"Ini sangat enak!" pujinya.
"Kamu mau?" tanyanya kepadaku.
"Tidak Bos, terima kasih!" jawabku lembut membalas tawarannya. Sepertinya dia memang baik seperti reputasinya pikirku.
"Ayo cobalah, kopi buatanmu ini sungguh enak!" ucapnya lagi.
"Duduk disini!" imbuhnya sambil menyuruhku duduk di sampingnya yang langsung kuturuti saja.
"Ini cobalah!" perintahnya sambil mengangkat cangkir kopi.
"Tunggu ini masih panas, saya bantu agar kamu tidak kepanasan," ucapnya lagi.
kemudian Lingga meminum kopi itu lalu menghadapku, memegang wajahku dengan kedua tangannya dan seperberapa detik bibirnya sudah menempel lagi di bibirku, mentransfer kopi yang tadi ia minum ke mulutku lalu melakukan hal sama seperti yang ia lakukan sebelumnya.
Kini aku memejamkan mata, bukan karena aku menikmatinya tapi karena aku merasa bahwa harga diri ini sungguh tidak ada artinya tapi tetap saja entah karena apa, aura yang keluar dari tubuhnya membuatku tidak bisa melawan. Tubuhku seperti terkungkung, terikat oleh sebuah tali tak terlihat yang melilit di sekujur tubuhku agar tak bisa lepas dari sentuhan pria ini.
•••
Terima kasih telah membaca novel ini. Semoga menghibur.
😇😇❤ ❤HAPPY READING ❤❤.Sungguh kurasakan harga diri ini begitu terluka. Belum dua jam aku berada disini tapi dia sudah menciumku dua kali. Rumor yang beredar adalah meskipun ia kaya, Lingga tidak pernah bermain dengan wanita."Apanya, reputasi itu adalah palsu. Laki - laki sempurna itu memang tidak pernah ada".Aku terus bergumam dalam hatiku, mengoceh sendiri disana karena hanya itu yang bisa kulakukan, tubuhku ini membiarkan Lingga menyelesaikan ciumannya hingga puas.Kulihat ia masih juga melumati bibirku. Ini sudah lumayan lama. Maka sedikit kudorong tubuhnya untuk memberi kode bahwa aku memintanya berhenti. Tapi apa yang kuharapkan, ia masih juga memejamkan matanya terus melakukan aktivitasnya itu, sedangkan kopi yang ia transfer sudah masuk ke dalam tenggorokan.Kutunggu beberapa lama lagi hingga akhirnya kurasakan bibirku ini seperti tersedot dan akhirnya terlepas dari cengkraman bibirnya.PUAKKK!Seperti itulah kira - kira bunyinya, Lingga mengusap bibirny
"Aduhhh!" ucapku spontan sambil sedikit mengibaskan - ibaskan tanganku.Segitu laparkah orang ini sampai - sampai tanganku tergigit olehnya. Aku menatapnya heran namun tatapannya kepadaku seolah - olah anak manja yang sedang minta makan pada Ibunya."Aku lapar!" ucapnya santai sambil tersenyum manja.Bibir merah yang sexy itu tersenyum tanpa perdebatan. Begitu ringan sekali senyumnya hingga membuatku tak bisa marah. Jari bekas gigitan Lingga kelaparan ini masih sakit tapi aku merasa aku tidak apa - apa.Apakah itu karena aku terpesona oleh senyumnya? Yaa, senyumnya memang menawan seperti biasanya.Seperti di foto - foto atau video yang aku lihat di sosial media dulu sewaktu belum bertemu langsung dengannya.Jika reputasi tentang dia adalah laki - laki sempurna yang tidak bermain wanita adalah palsu tetapi reputasi tentang dia adalah laki - laki dengan ketampanan sempurna itu adalah asli.Aku juga mengakuinya."Mau saya ambilkan rot
Posisinya kini, aku berdiri di belakang sofa sedangkan Lingga duduk bersandar di sofa sambil mendongakkan wajahnya ke atas agar aku memijat kepalanya dengan mudah.Kuperhatikan terus wajahnya yang tampan itu, aku berani karena Lingga menutup matanya. Sesekali ia mengerutkan dahi, mungkin karena menikmati pijatanku. Aku sendiri jika dipijat pasti seperti itu juga.Sekarang aku bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas. Lebih tampan dari pada di foto, sebagai laki - laki, wajahnya sangat halus dan berseri - seri. Jika ia perempuan pasti aku sangat minder berdekatan dengannya karena kalah cantik, kalah telak malahan."Sungguh tampan," batinku.Benarkah wajah sempurna ini yang tadi menyentuh perutku, jika melihat wajahnya begini aku jadi tidak bisa marah. Tapi tetap saja itu masuk kategori pelecehan ringan.Beberapa waktu sudah berlalu. Aku beralih memijat bahunya yang kurasa memang kaku. Lingga tidak berkata apapun bahkan bersuara pun tidak, aku
"Pertama kamu sudah mencuri ciumanku, kedua kau juga mencium dadaku, ketiga tadi aku terbangun dengan kepalaku berada di titik terpanasmu, sekarang kau memancing gairahku keluar, aku tidak bisa menahannya lagi!" ucapan Lingga ini terus terngiang - ngiang di kepalaku.Di dalam mobil mewahnya yang mengantarku kerumah, aku tidak berbicara walau hanya sedikit, dia pun sama. Ini adalah hari pertamaku bekerja sebagai Sekretaris tapi rasanya aku pulang sebagai pelayan. Pe-la-yan dalam tanda kutip. Atau memang maksud dia memang pelayan pribadi yang itu. Jika saja benar yang itu dan dia mengatakan dengan jelas. Besok pasti aku tidak akan ke tempat itu lagi.Sebenarnya sungguh kehormatan tidak? Seorang Raden Lingga mengantar pulang seolah supir pribadi. Padahal ia sendiri saja biasanya enggan menyetir dan memakai supir. Tapi kenapa aku merasa tidak terhormat. Jika ini aku yang dulu pastilah dadaku sudah meledak karena kegirangan. Tetapi baru satu hari bekerja di perusahaanya, me
Hahh ... hahh ... hahh ... Nafasku tak beraturan masih terkejut dengan mimpi yang aku alami barusan."Gila, Lingga mengejarku sampai ke dalam mimpi," ucapku sambil turun dari kasur untuk mengambil air.Dengan tubuh yang masih sedikit oleng, aku pergi kedapur untuk minum agar tubuhku ini lebih tenang. Tidak bisa di tunda lagi, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah cukup rasaku tenang, aku kembali ke ranjangku untuk kembali tidur. Bersiap untuk hari esok yang sepertinya lebih berat.Di tempat lain, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Lingga masih terjaga dari tidurnya. Tersenyum sendiri layaknya orang setengah gila. Tidak biasanya dia seperti ini karena Lingga adalah tipe orang yang selalu menjaga kesehatannya. Tidur tepat waktu, bangun tepat waktu. Tidur cukup adalah efisiensi usia dia bilang.Lingga memegangi lembut bibirnya sambil tersenyum tipis bercampur malu."Sungguh - sungguh menyenangkan!" katanya sambil memejam
Lingga terus menatap Azalea dengan tajam, membuat Azalea gugup akan tingkahnya, namun menyadari kegugupan Azalea malah membuat Lingga semakin senang. Ia terus lihat wajah cantik Azalea hari itu, bibir tipis itu serasa manis di pandangan Lingga, bahu mulus itu terlihat lembut ingin sekali menyentuhnya.Cup!Tiba - tiba Lingga mengecup bahu Azalea. Seketika tubuh wanita cantik itu bergetar hebat di seluruh badan. Tak hanya mengecup, Azalea kini merasa bahu itu seperti terhisap dan tergigit kecil."Ahh!" cetusnya spontan karena tubuh itu semakin bergetar hebat.Mendengar desahan Azalea Lingga malah semakin kuat menghisap bahu Azalea. Hingga Azalea melepaskan dasi dan memegang lengan Lingga. Cukup lama begitu, setelah Lingga melepaskan mulutnya, sudah terbentuk lingkaran merah elips tak beraturan di bahunya."Apa yang Pak Lingga lakukan?" tanya Azalea sedikit tegas."Kamu segar sekali, gak kerasa aku tiba - tiba melakukannya," jawab
Benar - benar rasanya seperti tertabrak pesawat. Di dalam mimpi dia bilang.Di dalam mimpi,dan ini adalah dunia nyata,sungguh orang secerdas dia tidak bisa membedakan mana dunia mimpi dan mana dunia nyata. Ohhh.. Tuhan.. Hidup apa yang kujalani sekarang.Benar - benar gila, hanya karena mimpi aku kehilangan harga diri seperti ini. Ingin aku teriak di samping telinga orang ini saja, dia menciumku, melecehkanku karena sebuah mimpi."Pak, itu dunia mimpi, dan kita hidup di dunia nyata, bagaimana Pak Lingga bisa bilang aku mencurinya seolah aku benar - benar melakukannya, dan yang terburuk adalah karena itu Pak Lingga melakukan..," sahut Azalea menggebu kemudian berhenti di kalimat terakhir.Mengambil nafas dan nadanya sedikit tertahan mengingat tubuh yang Azalea jaga seumur hidup di sentuh pria yang ia kenal selama sehari."Karena itu Pak Lingga menyentuhku!" lanjutnya berbicara pelan karena merasa malu ada Pak Pram d
Aku harus merasa bangga atau tidak karena menjadi satu - satunya wanita yang bisa membuat Lingga seperti itu. Tapi aku juga menyadari bahwa setelah ini Lingga akan terus melakukannya, dan aku juga sudah jelas tidak akan bisa melarikan diri darinya.Di dalam pantry aku terus memikirkan ini.Begitu lama aku duduk disana hingga sudah tiga gelas aku menghabiskan minuman dingin. Lingga juga tidak mencariku, ya karena pekerjaanku disana adalah disentuhnya. Bukan pekerjaan layaknya karyawan lainnya. Entah akan seperti apa sikap Lingga nanti setelah ini.Tapi satu hal yang mengganjal dalam pikiranku, bagaimana bisa bibir Lingga basah setelah mimpi itu."Mungkin saja dia ngiler haha," pikiranku seperti itu.Tapi bekas gigitan? Bagaimana itu bisa muncul disana. Entahlah, nanti saja aku memikirkannya. Saat ini aku hanya harus menenangkan diri. Lagi pula Lingga sendiri juga tidak tahu bagaimana itu bisa ada disana. Jadi dari mana aku haru