Sungguh kurasakan harga diri ini begitu terluka. Belum dua jam aku berada disini tapi dia sudah menciumku dua kali. Rumor yang beredar adalah meskipun ia kaya, Lingga tidak pernah bermain dengan wanita.
"Apanya, reputasi itu adalah palsu. Laki - laki sempurna itu memang tidak pernah ada".
Aku terus bergumam dalam hatiku, mengoceh sendiri disana karena hanya itu yang bisa kulakukan, tubuhku ini membiarkan Lingga menyelesaikan ciumannya hingga puas.
Kulihat ia masih juga melumati bibirku. Ini sudah lumayan lama. Maka sedikit kudorong tubuhnya untuk memberi kode bahwa aku memintanya berhenti. Tapi apa yang kuharapkan, ia masih juga memejamkan matanya terus melakukan aktivitasnya itu, sedangkan kopi yang ia transfer sudah masuk ke dalam tenggorokan.
Kutunggu beberapa lama lagi hingga akhirnya kurasakan bibirku ini seperti tersedot dan akhirnya terlepas dari cengkraman bibirnya.
PUAKKK!
Seperti itulah kira - kira bunyinya, Lingga mengusap bibirnya yang terkena air liur dari mulutku. Terlihat sexy seperti pada komik - komik dewasa yang kadang aku baca. Sedangkan aku mulai merasa bibirku rasanya tebal, agak kesemutan dan nyut nyut seperti berdenyut, ini pasti karena tadi ia menariknya kuat.
"Kamu tadi menabrak dadaku, membuatku jadi ingat waktu kamu mencium dadaku dulu, makanya aku melakukan itu tadi!" jelasnya tidak merasa bersalah, malahan seolah - olah itu adalah kesalahanku.
"Jangan menangis, karena itu adalah salahmu sendiri!" imbuhnya lagi membuat marah dihatiku ini seperti tergelitik ingin keluar.
Bagaimana itu menjadi salahku. Dia yang melakukannya. Harga diriku lah yang terluka tapi dia yang merasa tidak berdosa dan aku lah penjahatnya.
"Arrgghhh!" teriakku dalam hati.
Persetan dengan mencuri ciuman. Mencium dadanya dia bilang. Kapan?? Kapan aku melakukannya. Jeritku dalam hati meronta - ronta, andai saja si Lingga brengsek ini mendengarnya. Posisiku masih duduk di sampingnya. Dan ia masih juga di posisi yang sama, menyeruput kopi buatanku yang kulihat sudah tinggal separuh cangkir.
"Mau lagi? " tanyanya ringan tanpa beban. Aku menjawabnya dengan menggelengkan kepala.
"Pak Lingga, sebenarnya kapan saya melakukan itu? " tanyaku berusaha berani.
"Melakukan apa? " tanyanya balik.
"Itu, tuduhanmu itu!" jawabku enggan mengatakan ciuman.
"Ciuman," jawabnya gamblang. Sungguh mulutnya itu ringan sekali mengucap kata yang sedikit vulgar.
"Iya!" jawabku sambil menganggukkan kepala.
"Ingat sendiri, bisa - bisanya kamu lupa!" ucapnya sambil mendorong pelan dahiku dengan jari telunjuknya lalu kemudian berdiri menuju mejanya untuk kembali bekerja.
"Eegghhh, aku tidak lupa, aku tidak melakukannya!" gumamku geregetan dalam hati.
Huffff tenang, aku harus mencari tahu kenapa Lingga bisa berpikir aku melakukan hal vulgar itu kepadanya.
"Saya hari ini sedang menjadi orang baik, jadi saya tidak melakukan hal yang buruk kepadamu walaupun kamu seorang pencuri, ciuman itu justru rasanya pasti seperti hadiah!" katanya lagi melanjutkan perkataannya yang sebelumnya.
Ohhh orang ini, rumor yang katanya ia adalah orang yang sangat cerdas sepertinya salah. Otaknya sedikit gesrek gitu, bagaimana dia berpikir ciuman tanpa ijin begitu dianggap hadiah. Tapi aku harus bersabar. Aku harus mencari tahu kebenarannya agar bisa terlepas dari jeratan ini.
"Bos, maaf saya lupa, bisakah kamu memberitahu kapan saya melakukan itu, saya akan berusaha mengingatnya?" tanyaku berusaha membujuk dia mengatakannya.
"Dalam minggu ini, " jawabnya mudah yang kupikir aku akan sulit mendapat jawabannya.
"Baiklah saya akan berusaha mengingatnya. Dan apa yang harus saya lakukan sekarang? " tanyaku karena aku tidak tahu harus melakukan apa.
Lingga berhenti membaca map yang terbuka di depannya. Ia melihatku dengan tatapan aneh. Lalu melirik tumpukan map yang sudah selesai ia tanda tangani.
"Tata ini dengan rapi!" sambil menunjuk kepada tumpukan map yang berada di sisi kanan mejanya.
"Kalau sudah selesai taruh di lemari sebelah sana!" sambungnya menunjuk ke sebuah lemari berwarna hitam yang berdiri di samping jendela.
"Setelah itu kamu bisa duduk di sofa sambil menungguku memberimu perintah selanjutnya!" ucapnya terakhir sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
"Baik!" jawabku
Dan langsung melakukan sesuai perintahnya. Kuambil tumpukan map yang tersusun tidak tapi itu. Sesekali membuka untuk merapikan kertas yang sedikit keluar dari dalam map. Perjanjian real estate, perjanjian investasi, terkekeh aku melihatnya karena gajiku pasti tidak menghabiskan secuil hasil kertas - kertas ini. Setelah selesai merapikan, kutaruh map - map ini di lemari sambil merapikan kembali map lain yang berada disana. Kemudian aku duduk di sofa menunggu Lingga memberi perintah.
Detik jam dinding terus berputar. Lingga masih juga serius dengan kertas - kertas itu. Ya, memang kertas - kertas itu lah, setelah dibumbui dengan kecerdasannya bisa menghasilkan banyak uang.
Hingga kini aku belum juga mendapatkan perintah apapun, kulihat waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Karyawan yang lain pasti sudah selesai makan siang, aku tidak berani meminta ijin untuk istirahat karena kusadari sedari tadi yang kulakukan hanyalah diam. Untung lah aku bukan orang yang mudah lapar.
"Tapi apakah dia tidak lapar?" pikirku yang sedari tadi duduk di sofa dengan cantik sambil sesekali melihat Raden Lingga itu bekerja.
Dia belum makan, tidak istirahat, terus mengurus tumpukan map - map itu. Mungkin memang kekayaan sebanyak ini bukan datang tanpa alasan. Kecerdasan yang berkolaborasi dengan ketekunan di bumbui dengan keberuntungan lah yang membuat uang segunung bahkan gunung sendiri itu pun datang.
"Azalea!" panggilnya. Akhirnya dia memanggil juga. Akhirnya aku bekerja, bosan sekali hanya diam seperti itu saja.
"Suapi aku roti yang ada di meja!" perintahnya yang aku turuti saja.
Dari pada seperti pelayan aku lebih mirip baby sitternya. Tidak kutunda lagi, kuambil roti harum yang ada di meja lalu berjalan ke arahnya dan berdiri di sampingnya. Kucuil roti harum tersebut lalu memasukkan cuilan roti itu ke dalam mulut Lingga. Dia langsung menelannya habis, entah karena enak atau lapar. Sepertinya karena dia lapar karena baru saja aku mendengar suara rongrongan perut bagai singa kelaparan.
"Cepat Azalea!" perintahnya lagi yang lalu dengan cepat aku lakukan.
HAP!
Dia langsung memakannya. Menjadi CEO bukanlah hal yang mudah, baru setengah hari aku disini sudah kusadari ada berapa banyak pekerjaan yang Lingga kerjakan. Persepsi orang - orang yang berpikir bahwa pekerjaan CEO hanya tanda tangan kertas serta memerintah sangatlah salah. Tidak semua orang memiliki kemampuan ini.
Dalam pikiranku yang dalam ini, tanganku tidak lupa untuk terus bergerak menyuapinya roti. Lingga melirik piring roti yang aku bawa, roti harum itu memang sudah tinggal satu suapan terakhir lagi. Mungkin ia masih lapar dan ingin memakannya lagi. Tenang saja Pak Lingga, karyawanmu yang budiman ini akan segera mengambilnya lagi untukmu dan kemudian suapan terakhir itupun melayang ke mulutnya.
"Aduhh!" rintihku spontan. Segitu laparnya kah ia sampai - sampai tanganku tergigit olehnya.
"Aku lapar," ucapnya sambil sedikit tersenyum manja.
•••
Terima kasih telah membaca novel ini. Semoga menghibur.
😇😇❤ ❤HAPPY READING ❤❤."Aduhhh!" ucapku spontan sambil sedikit mengibaskan - ibaskan tanganku.Segitu laparkah orang ini sampai - sampai tanganku tergigit olehnya. Aku menatapnya heran namun tatapannya kepadaku seolah - olah anak manja yang sedang minta makan pada Ibunya."Aku lapar!" ucapnya santai sambil tersenyum manja.Bibir merah yang sexy itu tersenyum tanpa perdebatan. Begitu ringan sekali senyumnya hingga membuatku tak bisa marah. Jari bekas gigitan Lingga kelaparan ini masih sakit tapi aku merasa aku tidak apa - apa.Apakah itu karena aku terpesona oleh senyumnya? Yaa, senyumnya memang menawan seperti biasanya.Seperti di foto - foto atau video yang aku lihat di sosial media dulu sewaktu belum bertemu langsung dengannya.Jika reputasi tentang dia adalah laki - laki sempurna yang tidak bermain wanita adalah palsu tetapi reputasi tentang dia adalah laki - laki dengan ketampanan sempurna itu adalah asli.Aku juga mengakuinya."Mau saya ambilkan rot
Posisinya kini, aku berdiri di belakang sofa sedangkan Lingga duduk bersandar di sofa sambil mendongakkan wajahnya ke atas agar aku memijat kepalanya dengan mudah.Kuperhatikan terus wajahnya yang tampan itu, aku berani karena Lingga menutup matanya. Sesekali ia mengerutkan dahi, mungkin karena menikmati pijatanku. Aku sendiri jika dipijat pasti seperti itu juga.Sekarang aku bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas. Lebih tampan dari pada di foto, sebagai laki - laki, wajahnya sangat halus dan berseri - seri. Jika ia perempuan pasti aku sangat minder berdekatan dengannya karena kalah cantik, kalah telak malahan."Sungguh tampan," batinku.Benarkah wajah sempurna ini yang tadi menyentuh perutku, jika melihat wajahnya begini aku jadi tidak bisa marah. Tapi tetap saja itu masuk kategori pelecehan ringan.Beberapa waktu sudah berlalu. Aku beralih memijat bahunya yang kurasa memang kaku. Lingga tidak berkata apapun bahkan bersuara pun tidak, aku
"Pertama kamu sudah mencuri ciumanku, kedua kau juga mencium dadaku, ketiga tadi aku terbangun dengan kepalaku berada di titik terpanasmu, sekarang kau memancing gairahku keluar, aku tidak bisa menahannya lagi!" ucapan Lingga ini terus terngiang - ngiang di kepalaku.Di dalam mobil mewahnya yang mengantarku kerumah, aku tidak berbicara walau hanya sedikit, dia pun sama. Ini adalah hari pertamaku bekerja sebagai Sekretaris tapi rasanya aku pulang sebagai pelayan. Pe-la-yan dalam tanda kutip. Atau memang maksud dia memang pelayan pribadi yang itu. Jika saja benar yang itu dan dia mengatakan dengan jelas. Besok pasti aku tidak akan ke tempat itu lagi.Sebenarnya sungguh kehormatan tidak? Seorang Raden Lingga mengantar pulang seolah supir pribadi. Padahal ia sendiri saja biasanya enggan menyetir dan memakai supir. Tapi kenapa aku merasa tidak terhormat. Jika ini aku yang dulu pastilah dadaku sudah meledak karena kegirangan. Tetapi baru satu hari bekerja di perusahaanya, me
Hahh ... hahh ... hahh ... Nafasku tak beraturan masih terkejut dengan mimpi yang aku alami barusan."Gila, Lingga mengejarku sampai ke dalam mimpi," ucapku sambil turun dari kasur untuk mengambil air.Dengan tubuh yang masih sedikit oleng, aku pergi kedapur untuk minum agar tubuhku ini lebih tenang. Tidak bisa di tunda lagi, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah cukup rasaku tenang, aku kembali ke ranjangku untuk kembali tidur. Bersiap untuk hari esok yang sepertinya lebih berat.Di tempat lain, jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Lingga masih terjaga dari tidurnya. Tersenyum sendiri layaknya orang setengah gila. Tidak biasanya dia seperti ini karena Lingga adalah tipe orang yang selalu menjaga kesehatannya. Tidur tepat waktu, bangun tepat waktu. Tidur cukup adalah efisiensi usia dia bilang.Lingga memegangi lembut bibirnya sambil tersenyum tipis bercampur malu."Sungguh - sungguh menyenangkan!" katanya sambil memejam
Lingga terus menatap Azalea dengan tajam, membuat Azalea gugup akan tingkahnya, namun menyadari kegugupan Azalea malah membuat Lingga semakin senang. Ia terus lihat wajah cantik Azalea hari itu, bibir tipis itu serasa manis di pandangan Lingga, bahu mulus itu terlihat lembut ingin sekali menyentuhnya.Cup!Tiba - tiba Lingga mengecup bahu Azalea. Seketika tubuh wanita cantik itu bergetar hebat di seluruh badan. Tak hanya mengecup, Azalea kini merasa bahu itu seperti terhisap dan tergigit kecil."Ahh!" cetusnya spontan karena tubuh itu semakin bergetar hebat.Mendengar desahan Azalea Lingga malah semakin kuat menghisap bahu Azalea. Hingga Azalea melepaskan dasi dan memegang lengan Lingga. Cukup lama begitu, setelah Lingga melepaskan mulutnya, sudah terbentuk lingkaran merah elips tak beraturan di bahunya."Apa yang Pak Lingga lakukan?" tanya Azalea sedikit tegas."Kamu segar sekali, gak kerasa aku tiba - tiba melakukannya," jawab
Benar - benar rasanya seperti tertabrak pesawat. Di dalam mimpi dia bilang.Di dalam mimpi,dan ini adalah dunia nyata,sungguh orang secerdas dia tidak bisa membedakan mana dunia mimpi dan mana dunia nyata. Ohhh.. Tuhan.. Hidup apa yang kujalani sekarang.Benar - benar gila, hanya karena mimpi aku kehilangan harga diri seperti ini. Ingin aku teriak di samping telinga orang ini saja, dia menciumku, melecehkanku karena sebuah mimpi."Pak, itu dunia mimpi, dan kita hidup di dunia nyata, bagaimana Pak Lingga bisa bilang aku mencurinya seolah aku benar - benar melakukannya, dan yang terburuk adalah karena itu Pak Lingga melakukan..," sahut Azalea menggebu kemudian berhenti di kalimat terakhir.Mengambil nafas dan nadanya sedikit tertahan mengingat tubuh yang Azalea jaga seumur hidup di sentuh pria yang ia kenal selama sehari."Karena itu Pak Lingga menyentuhku!" lanjutnya berbicara pelan karena merasa malu ada Pak Pram d
Aku harus merasa bangga atau tidak karena menjadi satu - satunya wanita yang bisa membuat Lingga seperti itu. Tapi aku juga menyadari bahwa setelah ini Lingga akan terus melakukannya, dan aku juga sudah jelas tidak akan bisa melarikan diri darinya.Di dalam pantry aku terus memikirkan ini.Begitu lama aku duduk disana hingga sudah tiga gelas aku menghabiskan minuman dingin. Lingga juga tidak mencariku, ya karena pekerjaanku disana adalah disentuhnya. Bukan pekerjaan layaknya karyawan lainnya. Entah akan seperti apa sikap Lingga nanti setelah ini.Tapi satu hal yang mengganjal dalam pikiranku, bagaimana bisa bibir Lingga basah setelah mimpi itu."Mungkin saja dia ngiler haha," pikiranku seperti itu.Tapi bekas gigitan? Bagaimana itu bisa muncul disana. Entahlah, nanti saja aku memikirkannya. Saat ini aku hanya harus menenangkan diri. Lagi pula Lingga sendiri juga tidak tahu bagaimana itu bisa ada disana. Jadi dari mana aku haru
"Apa maksut dia mengatakannya dengan nada seperti itu? Apakah aku harus berterima kasih dan tenang karena ia tidak melakukan itu secara langsung? Apakah dia pikir dengan melakukan yang tadi tidak cukup untuk membuatku sakit hati. Sungguh laki - laki brengsek. Tidak meledak katanya? Yang seperti tadi tidak meledak? Bahkan ia seperti singa yang kelaparan,benar - benar brengsek, brengseekkk! " aku mengutukinya terus di dalam hati.Air mataku menetes, hatiku tak lagi bisa menampung amarah yang telah Lingga buat disana.Lingga memberiku minum, entah karena dia peduli atau karena risih melihat wanita menangis. Aku mengambil gelas berisi minuman itu dari tangannya karena aku rasa juga membutuhkan minum untuk menenangkan diri.Sementara Lingga kembali bergelut dengan pekerjaannya, aku masih berada di sofa dengan kemelut di pikiranku.Posisiku duduk kali ini. Sepintas aku tersadar tentang banyak kissmark yang