“Din, aku bakal buktiin sama kamu, kalau aku nggak bersalah. Kamu harus tepati janjimu buat selalu mencintai aku!” Theo menatap lurus ke arah Dinara yang malah membuang muka.Theo langsung melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Hatinya yang terdalam tak dapat dibohongi kalau ia memang sungguhan mencintai Dinara, hanya saja silaunya harta dan kekayaan terkadang membuat mata hatinya tertutup. Terlebih ia pun selalu dihasut oleh sang ayah.“Kenapa lelaki itu berani datang menemuimu di sini? Atau jangan-jangan memang ini rencana kamu kembali ke Jakarta, untuk bertemu sama dia?” Yandra terlihat sangat marah pada Dinara.“Dia datang sendiri. Aku nggak nyuruh dia atau pun berniat bertemu sama dia!” Dinara langsung berbalik badan dan menuju ruang tamu.“Papa sudah tau apa yang terjadi dengan kalian tadi malam. Andaikan bukan Farrel yang menjelaskan semuanya, mungkin papa bisa langsung mati saat ini juga.” Yandra du
Dinara mengangguk dan bertanya. “Kamu masih suka suasana pegunungan, Kak?”“Nggak terlalu. Malah lebih suka pantai. Karena ada kamu aja, jadi suasananya semakin enak.” Farrel tersenyum lebar.Sementara Dinara langsung menaikkan kedua alisnya. “Dih, gombalan bapak-bapak banget.”Farrel tergelak mendengarnya. “Emangnya gombalan anak muda gimana, hem?”Dinara malah mencebikkan bibir sembari menahan tawa. Baginya Farrel sangat tidak jelas, meskipun tujuan suaminya hanya ini ingin menggoda dan berdua-duaan dengannya. Tetapi Dinara mencoba bersikap biasa saja. Walaupun dalam dadanya merasa berdesir dengan degup jantung yang cepat, selalu teringat kepingan ingatan kejadian tadi malam.“Kok melamun sih, Din?” tegur Farrel, saat melihat Dinara malah terdiam dengan tatapan kosong.Dinara menghela napas panjang. Lalu menggeleng pelan dan tersenyum hampa. Farrel menatap dalam istrinya yang mend
Di lain tempat, setelah selesai makan, Farrel dan Dinara kembali melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung. Mereka sempat mampir ke minimarket untuk membeli beberapa obat-obatan ringan. Dinara pun sudah tampak lebih baik setelah makan dan meminum obat pereda mual dan kembung di perut.“Gimana? Udah enakan perutnya?” tanya Farrel di sela-sela perjalanan.Dinara mengangguk. “Udah. Better dari sebelumnya.”“Lain kali jangan sampe telat makan ya. Nanti kalau kita udah sampai rumah, aku minta Ibuku buat bikinin kamu teh rempah madu, konon bagus tuh buat penderita asam lambung kayak kamu,” ujar Farrel.Dinara menaikkan kedua alisnya, seraya berkomentar, “Masa sih? Baru dengar aku.”“Ya kalau bicara soal benar atau nggak secara umum sih ya nggak tau juga. Penelitian secara ilmiahnya pun belum ada. Tapi ini kan pengobatan tradisional, dipercaya sejak turun temurun. Selama aku nyobain sih oke oke
Yandra sendiri sangat percaya pada Farrel. Dia bisa menghidupi Dinara dengan baik. Karena pria itu pun bukan orang yang miskin harta ataupun ilmu. Karena salah satu tujuan pernikahan mereka, bukan hanya soal kekayaan. Tetapi semata-mata untuk menunjukkan arti kebahagiaan dalam hidup yang dibalut kesederhanaan.Farrel menarik napas panjang. Kemudian menjelaskan sesuatu. “Aku nggak tega ninggalin Ibu dan Renata. Setelah ayah meninggal, akulah satu-satunya lelaki di rumah ini, bisa dikatakan menggantikan sosok ayah. Mereka tidak lemah, mereka cukup mandiri. Hanya saja, aku tidak ingin meninggalkan mereka.Kamu jangan khawatir, keluargaku tidak seburuk yang kamu kira. Di luar sana memang banyak mertua dan ipar yang jahat dan suami yang tidak adil. Kamu tau semua itu karena apa?”Dinara menggeleng.“Semua perselisihan itu terjadi karena masalah ekonomi yang terbatas. Orang tua suami tidak punya pekerjaan dan hanya mengandalkan gaji sang anak
“Nggak ada yang aneh-aneh dong pasti?” Renata kembali bertanya. Mereka tak memberi ruang untuk Farrel menjelaskan.Farrel menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk bijak dalam menjelaskan situasi.“Nggak ada yang aneh, kok. Intinya semua udah clear. Apa pun yang terjadi kemarin, adalah masa lalu untuk Dinara. Sekarang, jangan ada yang bahas tentang itu lagi ya. Bantu Dinara untuk kembali menata dengan baik kehidupan barunya. Sikapnya yang kemarin, mohon dimaafkan. Bagaimanapun pernikahan ini bukan atas kehendaknya, jadi dia masih butuh waktu untuk bisa menerima keadaan.”Emma dan Renata saling pandang. Mereka terdiam seribu bahasa. Emma percaya pada Farrel yang sudah sangat dewasa dan selalu bijak menyikapi masalah. Renata pun mengerti dengan baik tanpa harus dijelaskan panjang lebar.Pasti sebelumnya sudah terjadi sesuatu antara Dinara dan masa lalunya, tetapi Farrel berhasil membawa Dinara kembali ke rumah itu dengan selamat.
“Kenapa tiba-tiba kebakaran? selama ini SOP keamanan sepertinya selalu terkendali.” Farrel mengatur napas. Berusaha tetap tenang. Ia pun berpikir, masalah seperti ini tidak mungkin tidak terjadi. Pasti ada saja kendala dalam sebuah usaha.Ia mengurungkan niat untuk mandi, lalu gegas meraih kunci mobil dan beranjak dari kamarnya. Dinara dan Emma yang sedang duduk di ruang makan sempat melihat Farrel keluar kamar dalam keadaan terburu-buru. Malah ia tak sempat berpamitan.“Loh, suamimu nggak makan, Din? Buru-buru banget dia?” Emma menatap heran.Dinara pun tidak tahu ada urusan apa sampai Farrel pergi mendadak bahkan dari ekspresi wajahnya pun tampak cemas.“Aku nggak tau, Bu. Tadi sih katanya mau mandi,” ujar Dinara.“Coba samperin. Tanya dia mau ke mana malam-malam begini?” titah Emma.Dinara pun berdiri dan menggeser kursi. Dengan langkah ragu, ia berjalan cepat menghampiri Farrel yang sudah a
Dinara bisa merasakan sendiri, bahwa pernikahan ini sejak awal tidak menyiksanya. Justru kehadiran Farrel seperti malaikat pelindung dalam hidupnya.Emma sempat tak enak hati. Karena akhirnya ia mengatakan hal tersebut. Akan tetapi menurutnya ini sudah waktu yang sangat tepat untuk mengatakan semuanya pada Dinara. Toh, gadis itu pun sudah menjadi menantunya sekarang.Dinara semakin tercekat. Bahkan berkelabatan dalam ingatan masa-masa ia dan Farrel kecil dulu. Lelaki itu sangat baik, perhatian dan hangat padanya.“Dulu, Farrel merasa seluruh perasaan itu sebatas persaudaraan kakak dan adik, tetapi semakin dewasa perasaannya itu tumbuh menjadi yang lebih dalam dari sekedar persaudaraan. Dia pria yang tulus dalam mencintai, Din. Percayalah. Peganglah kata-kata Ibu.” Emma tersenyum sembari mengusap jemari Dinara yang mendadak terasa dingin.Dinara tersenyum kaku. Berkali-kali ia menelan ludah. Mencari alasan mengapa Farrel begitu yakin padanya, menerimanya dengan segenap kekurangan yang
“Tidak apa-apa. Yang terpenting kalian semua selamat.” Farrel menghela napas dan berusaha menenangkan hatinya. Ia tak mungkin marah dalam situasi seperti ini. Dia tipikal pria yang langsung mencari solusi, memastikan keadaan, daripada harus bersitegang mencari sesuatu yang bisa disalahkan.“Dari mana sumber apinya?” tanya Farrel, setelah setengah jam kemudian api berhasil dipadamkan. Dan keadaan sudah tampak lebih baik.“Belum diketahui pasti, Pak. Tapi menurut petugas pemadam, mereka menemukan sebuah korek gas di dekat penyimpanan bahan-bahan baku yang mudah terbakar. Diduga api bersumber dari sana,” papar Hadi yang menjadi penanggung jawab toko itu.“Dan ada satu pengunjung yang sejak awal kami curigai, Pak.” Sambung Hadi. Membuat Farrel menautkan kedua alis.“Kalau ada pengunjung yang kalian curigai, apakah sudah di cek CCTV?” tanya Farrel serius.Hadi menggeleng. Mereka terlalu panik dan sibuk menyelamatkan diri dan barang-barang, sehingga tidak sempat untuk melihat rekaman CCTV.