"Ntar gue kasih tau lagi!""Apanya?""Ya, gue ikut atau kagak!""Apa yang harus dipikirkan lagi, sih? Bokap udah minta kita untuk pergi, ya, udah! Kagak usah lagi banyak alasan, ini udah keputusan yang kagak boleh diganggu gugat, lu kudu ikut besok, titik!!"Setelah bicara demikian, Birly segera berlalu dari hadapan sang adik kembar, dan Billy bergerak cepat menutup pintu kamarnya setelah sang kakak kembar pergi.Billy langsung melanjutkan apa yang tadi dilakukannya dan sempat terhenti gara gara kehadiran sang kakak kembar.[Bro, gimana ini, bokap meminta gue sama kakak kembar gue buat ke perusahaan lu besok? Gimana? Apa gue kasih tau aja yang sebenarnya biar mereka tau?]Begitu pesan Billy pada Rifky. Untuk sesaat, pesan itu tidak dibalas oleh Rifky, hingga Billy harus menunggu, sampai akhirnya baru Rifky membalas.[Apa lu bisa menahan niat mereka yang ingin ke perusahaan bokap gue? Sebentar lagi Kak Riska melahirkan, setelah melahirkan, gue sendiri yang akan mengklarifikasi tentang
Rico sedang asyik mengerjakan salah satu motor yang sedang ingin diservis di bengkel di mana ia bekerja.Sudah beberapa hari Rico bekerja di bengkel itu semenjak ia pulang kembali ke rumah, meskipun Rifky meminta dirinya supaya ikut terjun ke perusahaan agar ia bisa ikut andil untuk melindungi perusahaan, namun karena ia merasa Ronan tidak seburuk yang dikatakan oleh Zeon ataupun Rifky, Rico tetap pada rencana, bekerja di sebuah bengkel terkemuka di pusat kota karena memang hobinya adalah mengutak-atik mesin mobil dan motor.Saat sibuk mengerjakan tugasnya itulah, ia mendengar percakapan pemilik motor yang ia kerjakan, dan ternyata orang itu bekerja di perusahaan ayahnya di mana sekarang Ronan sebagai pemimpin sementaranya."Ada isu mengatakan keluarga Pak Rizmawan itu menipulasi kematian anaknya, dan ini tujuannya juga masih kisruh ada yang mengatakan mencari simpati ada pula yang bilang tujuannya karena tidak mau perusahaan ditinggalkan rekan bisnis."Suara itu begitu nyata terdeng
"Maksud lu apa?""Lu tau maksud gue apa."Rico menghela napas panjang mendengar kata-kata Kevin yang seolah menguncinya."Mungkin, dua-duanya."Rico akhirnya menjawab pertanyaan Kevin dengan nada suara yang menurun.Kevin menghela napas panjang. Sebenarnya ia ingin menyindir, tapi melihat ekspresi Rico yang seperti orang tidak berdaya, niatnya jadi terhenti."Ya, sudah. Sekarang, lu mau ke mana?" katanya pada Rico."Gue mau pulang, mau ngomong soal ini sama bokap gue.""Kondisi bokap lu?""Masih dalam perawatan, sih.""Apa kagak berisiko?"Rico terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Kevin."Bokap lu kagak baik keadaannya, kalo lu membahas ini, ya bagus kalau beliau sebenarnya tahu, kalau kagak tau? Apa kagak bikin beliau shock?"Kevin kembali bicara, dan Rico jadi sulit untuk berkata-kata.Ia sampai melupakan hal itu karena terlalu cepat membuat keputusan ingin pulang, sebab, panas sekali hatinya mendengar apa yang diucapkan oleh dua orang pria yang tadi ada di bengkel di
"Gue akan patuh karena lu sekarang pemimpin di sini."Suara Rico membuyarkan lamunan Ronan, hingga pria itu tergagap. "Kau yakin?""Kalau kagak, mana mungkin sekarang gue di sini?""Oke. Besok pagi datanglah, lakukan tugasmu dengan baik di sini, aku menerimamu, mungkin ini kamu lakukan karena kau merasa anak angkat hingga mau jadi apapun tidak masalah.""Ya, gue ngerasa belagu kalau kagak tau diri, itu sebabnya pekerjaan apapun gue akan terima, yang penting biarkan gue bisa bermanfaat sedikit."Setelah bicara demikian, Rico pamit dari hadapan Ronan. Ronan masih tidak paham, apa yang membuat Rico jadi bersikap demikian? Padahal setahunya, Rico adalah pria yang memiliki gengsi yang cukup tinggi, kenapa sekarang semua terlihat berbeda? Begitu yang dipikirkan Ronan hingga untuk sesaat, pria itu hanya bisa terdiam di tempatnya.Sementara itu, Rico sudah keluar dari ruangan Ronan, melangkah santai seperti tanpa beban keluar dari kantor itu sampai akhirnya, Bella menemukannya.Bella yang
"Kak Bastian itu teman lama Kak Rizky memang tapi mereka berselisih pendapat ketika band mereka nyaris rekaman, sehingga berujung Kak Bastian ke Jepang, mungkin kalau nanti lu bisa membuktikan kalo lu bukan kakak gue dia juga bakal percaya, tapi emang, menghadapi Kak Bastian kagak mudah, karena dia keras orangnya.""Jadi? Apakah aku bisa melakukan apapun ketika dia kembali datang padaku?""Gue percaya lu juga kagak mungkin melakukan hal yang kagak dipikir dulu.""Iya, aku tidak akan sembarangan berbuat, karena aku sekarang sudah menjadi member GSB dan aku juga seorang mualaf, aku tahu tanggung jawabku, insya Allah tidak akan memutuskan sembarangan.""Terimakasih, gue berharap apa yang kita lakukan akan membuat kakak ipar gue bisa kagak sembarangan berbuat, maaf sekali lagi kalo gue ini jadi ngerepotin lu bener.""Kalau alasannya agar keluarga kalian tidak dihancurkan aku rasa aku takkan sia-sia melakukan ini."Rifky sekali lagi mengucapkan banyak terimakasih pada Gill, sebab pria itu
Etha heran melihat perubahan di wajah Gill, hingga ia mengerutkan keningnya."Ada apa?" tanyanya pada Gill."Ah, aku harus menerima telpon dari bos.""Silahkan, aku tunggu."Gill menghela napas panjang, sejujurnya ia tidak mau menerima panggilan itu jika ada orang lain di hadapannya tapi kalau panggilan itu tidak diterima, maka ia juga akan terkena masalah dari pria yang belakangan ini menjadi bosnya tersebut.Akhirnya, Gill minta izin untuk menjauh dari Etha untuk menerima panggilan itu sebentar.Setelah menjauh, Gill menerima panggilan itu dengan wajah yang masih terlihat tidak tenang.{Ya, Pak, ada apa?}Setelah mengucapkan salam, Gill melontarkan pertanyaan itu pada Ronan.{Kau di mana?}Pertanyaan Ronan cukup membuat Gill sesaat terdiam karena khawatir pria itu tidak suka ia sekarang ada di luar ruangan.{Saya-}{Kau ke luar ruangan dan sekarang ada di makam almarhum Rizky? Untuk apa? Apakah kau tidak berpikir jika orang lain melihat itu, mereka akan tahu kau sedang bersandiwara?
Karena khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Riska, Gill akhirnya menghampiri wanita itu dengan cepat."Aku antar aja, ya?" tawarnya pada Riska."Aku bisa kok...."Gill berjongkok, ia melihat di dalam mobil ada dua anak perempuan sedang menunggu. Anak Riska."Kakak bawa anak-anak, kondisi juga seperti ini, bagaimana kalau aku aja yang nyetir? Nanti kalau sudah sampai tujuan, baru Kakak sendiri selanjutnya yang penting di jalannya."Kembali Gill bicara. Kali ini, Riska akhirnya mengangguk. Ia benar-benar merasa sangat payah, hingga berpikir harus digantikan saat menyetir oleh orang lain.Lagipula, Gill bukan orang asing. Meskipun tidak akrab, toh, ia sudah kenal dengan pria tersebut. Jadi, Riska juga tidak sembarangan memutuskan."Kamu bisa nyetir?""Insya Allah."Gill membantu Riska untuk masuk ke dalam mobil. Meskipun terlihat kesakitan, Riska berusaha untuk bersikap tenang ketika mereka masuk ke mobil. Reva mengawasi ibunya dan Rara menatapi Gill yang duduk di belakang stir."T
"Apa maksudmu? Kau ingin mencoba mengkritikku sekarang?" tanya Ronan pada Gill dengan nada suara yang terdengar dingin."Oh, tidak. Saya tidak bermaksud demikian hanya saja berbahaya menyetir mobil dalam keadaan kondisi istri Bapak yang seperti tadi, untungnya saya bertemu dengan istri Bapak, jadi-""Kau punya hubungan apa dengan istriku di masa lalu? Kau seperti sudah mengenalnya!""Kebetulan sempat kenal saat masih di Kalimantan, tapi tidak ada hubungan apapun, hanya kenal biasa saja.""Masa bodoh dengan itu, kau tidak perlu mengaturku, urus saja tugas yang aku berikan padamu di kota ini, kalau sampai gagal, kau tidak aku bayar sampai penuh!"Setelah bicara demikian, Ronan berbalik dan melangkah meninggalkan Gill yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendapatkan perlakuan Ronan yang seperti tadi.***Ahmad melangkah menyusuri koridor rumah sakit, karena mendapatkan kabar dari Rifky bahwa Riska sudah akan melakukan proses kelahiran bayinya. Sesuai janjinya, ia harus datang ke Yogyak