"Gue akan patuh karena lu sekarang pemimpin di sini."Suara Rico membuyarkan lamunan Ronan, hingga pria itu tergagap. "Kau yakin?""Kalau kagak, mana mungkin sekarang gue di sini?""Oke. Besok pagi datanglah, lakukan tugasmu dengan baik di sini, aku menerimamu, mungkin ini kamu lakukan karena kau merasa anak angkat hingga mau jadi apapun tidak masalah.""Ya, gue ngerasa belagu kalau kagak tau diri, itu sebabnya pekerjaan apapun gue akan terima, yang penting biarkan gue bisa bermanfaat sedikit."Setelah bicara demikian, Rico pamit dari hadapan Ronan. Ronan masih tidak paham, apa yang membuat Rico jadi bersikap demikian? Padahal setahunya, Rico adalah pria yang memiliki gengsi yang cukup tinggi, kenapa sekarang semua terlihat berbeda? Begitu yang dipikirkan Ronan hingga untuk sesaat, pria itu hanya bisa terdiam di tempatnya.Sementara itu, Rico sudah keluar dari ruangan Ronan, melangkah santai seperti tanpa beban keluar dari kantor itu sampai akhirnya, Bella menemukannya.Bella yang
"Kak Bastian itu teman lama Kak Rizky memang tapi mereka berselisih pendapat ketika band mereka nyaris rekaman, sehingga berujung Kak Bastian ke Jepang, mungkin kalau nanti lu bisa membuktikan kalo lu bukan kakak gue dia juga bakal percaya, tapi emang, menghadapi Kak Bastian kagak mudah, karena dia keras orangnya.""Jadi? Apakah aku bisa melakukan apapun ketika dia kembali datang padaku?""Gue percaya lu juga kagak mungkin melakukan hal yang kagak dipikir dulu.""Iya, aku tidak akan sembarangan berbuat, karena aku sekarang sudah menjadi member GSB dan aku juga seorang mualaf, aku tahu tanggung jawabku, insya Allah tidak akan memutuskan sembarangan.""Terimakasih, gue berharap apa yang kita lakukan akan membuat kakak ipar gue bisa kagak sembarangan berbuat, maaf sekali lagi kalo gue ini jadi ngerepotin lu bener.""Kalau alasannya agar keluarga kalian tidak dihancurkan aku rasa aku takkan sia-sia melakukan ini."Rifky sekali lagi mengucapkan banyak terimakasih pada Gill, sebab pria itu
Etha heran melihat perubahan di wajah Gill, hingga ia mengerutkan keningnya."Ada apa?" tanyanya pada Gill."Ah, aku harus menerima telpon dari bos.""Silahkan, aku tunggu."Gill menghela napas panjang, sejujurnya ia tidak mau menerima panggilan itu jika ada orang lain di hadapannya tapi kalau panggilan itu tidak diterima, maka ia juga akan terkena masalah dari pria yang belakangan ini menjadi bosnya tersebut.Akhirnya, Gill minta izin untuk menjauh dari Etha untuk menerima panggilan itu sebentar.Setelah menjauh, Gill menerima panggilan itu dengan wajah yang masih terlihat tidak tenang.{Ya, Pak, ada apa?}Setelah mengucapkan salam, Gill melontarkan pertanyaan itu pada Ronan.{Kau di mana?}Pertanyaan Ronan cukup membuat Gill sesaat terdiam karena khawatir pria itu tidak suka ia sekarang ada di luar ruangan.{Saya-}{Kau ke luar ruangan dan sekarang ada di makam almarhum Rizky? Untuk apa? Apakah kau tidak berpikir jika orang lain melihat itu, mereka akan tahu kau sedang bersandiwara?
Karena khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Riska, Gill akhirnya menghampiri wanita itu dengan cepat."Aku antar aja, ya?" tawarnya pada Riska."Aku bisa kok...."Gill berjongkok, ia melihat di dalam mobil ada dua anak perempuan sedang menunggu. Anak Riska."Kakak bawa anak-anak, kondisi juga seperti ini, bagaimana kalau aku aja yang nyetir? Nanti kalau sudah sampai tujuan, baru Kakak sendiri selanjutnya yang penting di jalannya."Kembali Gill bicara. Kali ini, Riska akhirnya mengangguk. Ia benar-benar merasa sangat payah, hingga berpikir harus digantikan saat menyetir oleh orang lain.Lagipula, Gill bukan orang asing. Meskipun tidak akrab, toh, ia sudah kenal dengan pria tersebut. Jadi, Riska juga tidak sembarangan memutuskan."Kamu bisa nyetir?""Insya Allah."Gill membantu Riska untuk masuk ke dalam mobil. Meskipun terlihat kesakitan, Riska berusaha untuk bersikap tenang ketika mereka masuk ke mobil. Reva mengawasi ibunya dan Rara menatapi Gill yang duduk di belakang stir."T
"Apa maksudmu? Kau ingin mencoba mengkritikku sekarang?" tanya Ronan pada Gill dengan nada suara yang terdengar dingin."Oh, tidak. Saya tidak bermaksud demikian hanya saja berbahaya menyetir mobil dalam keadaan kondisi istri Bapak yang seperti tadi, untungnya saya bertemu dengan istri Bapak, jadi-""Kau punya hubungan apa dengan istriku di masa lalu? Kau seperti sudah mengenalnya!""Kebetulan sempat kenal saat masih di Kalimantan, tapi tidak ada hubungan apapun, hanya kenal biasa saja.""Masa bodoh dengan itu, kau tidak perlu mengaturku, urus saja tugas yang aku berikan padamu di kota ini, kalau sampai gagal, kau tidak aku bayar sampai penuh!"Setelah bicara demikian, Ronan berbalik dan melangkah meninggalkan Gill yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendapatkan perlakuan Ronan yang seperti tadi.***Ahmad melangkah menyusuri koridor rumah sakit, karena mendapatkan kabar dari Rifky bahwa Riska sudah akan melakukan proses kelahiran bayinya. Sesuai janjinya, ia harus datang ke Yogyak
Setelah bicara demikian, dokter itu melangkah meninggalkan Ahmad yang menghela napas lega karena dokter yang menangani Riska ternyata berpikiran luas.Ia beranjak menuju ruang di mana Riska dirawat. Perempuan itu belum sadarkan diri meskipun dokter sudah mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena sudah diatasi dengan cepat."Maaf."Sebuah suara terdengar saat Ahmad mengamati Riska yang terbaring dengan infus di tangan.Ahmad membalikkan tubuhnya."Ya?" katanya saat melihat ternyata yang menyapanya adalah suster yang merawat Riska."Suaminya pasien mana, ya? Tadi ada di sini, sekarang tidak ada.""Sudah pulang, ada keperluan, kalau ada sesuatu dan lain hal yang akan disampaikan, sampaikan pada saya saja.""Administrasi tolong diselesaikan, nanti ada beberapa hal yang akan disampaikan oleh dokter untuk pasien agar diperhatikan, itu saja.""Baik, nanti saya yang urus. Terimakasih."Suster itu mengangguk sambil membungkukkan tubuhnya. Lalu perempuan itu berbalik melangkah keluar
"Jangan ingatkan tentang hal itu, setiap kali aku mengingatnya, aku merasa bersalah karena sebagai kakak, aku justru tidak tahu apa-apa tentang kondisi adikku sendiri."Wajah Riska terlihat suram saat mengucapkan kalimat itu pada Ahmad, hingga Ahmad menarik napas panjang."Maaf, tapi itu kenyataan, dulu Mitha juga selalu bilang aku baik-baik saja, tapi yang terjadi justru sebaliknya, itu juga kalau aku tidak memaksa dia untuk cek keseluruhan, mungkin sampai sekarang penyakit dia sudah terlambat untuk diobati, Kak. Mencegah itu lebih baik daripada mengobati.""Iya, aku tahu. Aku juga mikir kalau aku sakit, gimana dengan anak-anakku, jadi jangan khawatir, aku pasti akan serius memperhatikan kondisi, makasih ya, ohya, untuk biaya, Ronan sudah urus, kan?""Kakak diberi kepercayaan mengelola keuangan tidak?" Ahmad balik bertanya. Riska menggeleng mendengar pertanyaan Ahmad."Aku cuma dikasih per- sekian kalau memerlukan pengeluaran aja, tapi aku tidak pernah kekurangan kok, maksudku kebut
Gill menghela napas mendengar ucapan mengandung ancaman yang diucapkan oleh Ronan padanya.Semakin merasa ingin melepaskan diri rasanya Gill jika ia melihat sikap Ronan yang demikian. Namun, ia tahu sebelum Rifky memberikan perintah, ia tidak bisa memutuskan sendiri untuk menghentikan semuanya.Bukan karena ancaman Ronan, tetapi karena ia tahu ada Rifky yang meminta tolong padanya untuk menyelidiki pria di hadapannya ini."Saya hanya bertanya, Pak. Jadi, Bapak tidak perlu memberikan ancaman seperti itu pada saya, lagipula, bukankah ini juga nanti ada akhirnya, saya juga tidak akan selalu seperti ini bukan, karena orang-orang akan tahu lambat laun pada akhirnya.""Aku tidak peduli, jika kau berani macam-macam, aku tidak akan segan bertindak tegas padamu, ingat saja itu!"Usai bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan Gill setelah untuk kesekian kalinya meminta pria itu agar tidak melupakan apa yang sudah disepakati tentang dirinya yang harus datang ke kantor di jam yang sudah ditentu