Etha heran melihat perubahan di wajah Gill, hingga ia mengerutkan keningnya."Ada apa?" tanyanya pada Gill."Ah, aku harus menerima telpon dari bos.""Silahkan, aku tunggu."Gill menghela napas panjang, sejujurnya ia tidak mau menerima panggilan itu jika ada orang lain di hadapannya tapi kalau panggilan itu tidak diterima, maka ia juga akan terkena masalah dari pria yang belakangan ini menjadi bosnya tersebut.Akhirnya, Gill minta izin untuk menjauh dari Etha untuk menerima panggilan itu sebentar.Setelah menjauh, Gill menerima panggilan itu dengan wajah yang masih terlihat tidak tenang.{Ya, Pak, ada apa?}Setelah mengucapkan salam, Gill melontarkan pertanyaan itu pada Ronan.{Kau di mana?}Pertanyaan Ronan cukup membuat Gill sesaat terdiam karena khawatir pria itu tidak suka ia sekarang ada di luar ruangan.{Saya-}{Kau ke luar ruangan dan sekarang ada di makam almarhum Rizky? Untuk apa? Apakah kau tidak berpikir jika orang lain melihat itu, mereka akan tahu kau sedang bersandiwara?
Karena khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Riska, Gill akhirnya menghampiri wanita itu dengan cepat."Aku antar aja, ya?" tawarnya pada Riska."Aku bisa kok...."Gill berjongkok, ia melihat di dalam mobil ada dua anak perempuan sedang menunggu. Anak Riska."Kakak bawa anak-anak, kondisi juga seperti ini, bagaimana kalau aku aja yang nyetir? Nanti kalau sudah sampai tujuan, baru Kakak sendiri selanjutnya yang penting di jalannya."Kembali Gill bicara. Kali ini, Riska akhirnya mengangguk. Ia benar-benar merasa sangat payah, hingga berpikir harus digantikan saat menyetir oleh orang lain.Lagipula, Gill bukan orang asing. Meskipun tidak akrab, toh, ia sudah kenal dengan pria tersebut. Jadi, Riska juga tidak sembarangan memutuskan."Kamu bisa nyetir?""Insya Allah."Gill membantu Riska untuk masuk ke dalam mobil. Meskipun terlihat kesakitan, Riska berusaha untuk bersikap tenang ketika mereka masuk ke mobil. Reva mengawasi ibunya dan Rara menatapi Gill yang duduk di belakang stir."T
"Apa maksudmu? Kau ingin mencoba mengkritikku sekarang?" tanya Ronan pada Gill dengan nada suara yang terdengar dingin."Oh, tidak. Saya tidak bermaksud demikian hanya saja berbahaya menyetir mobil dalam keadaan kondisi istri Bapak yang seperti tadi, untungnya saya bertemu dengan istri Bapak, jadi-""Kau punya hubungan apa dengan istriku di masa lalu? Kau seperti sudah mengenalnya!""Kebetulan sempat kenal saat masih di Kalimantan, tapi tidak ada hubungan apapun, hanya kenal biasa saja.""Masa bodoh dengan itu, kau tidak perlu mengaturku, urus saja tugas yang aku berikan padamu di kota ini, kalau sampai gagal, kau tidak aku bayar sampai penuh!"Setelah bicara demikian, Ronan berbalik dan melangkah meninggalkan Gill yang hanya bisa geleng-geleng kepala mendapatkan perlakuan Ronan yang seperti tadi.***Ahmad melangkah menyusuri koridor rumah sakit, karena mendapatkan kabar dari Rifky bahwa Riska sudah akan melakukan proses kelahiran bayinya. Sesuai janjinya, ia harus datang ke Yogyak
Setelah bicara demikian, dokter itu melangkah meninggalkan Ahmad yang menghela napas lega karena dokter yang menangani Riska ternyata berpikiran luas.Ia beranjak menuju ruang di mana Riska dirawat. Perempuan itu belum sadarkan diri meskipun dokter sudah mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena sudah diatasi dengan cepat."Maaf."Sebuah suara terdengar saat Ahmad mengamati Riska yang terbaring dengan infus di tangan.Ahmad membalikkan tubuhnya."Ya?" katanya saat melihat ternyata yang menyapanya adalah suster yang merawat Riska."Suaminya pasien mana, ya? Tadi ada di sini, sekarang tidak ada.""Sudah pulang, ada keperluan, kalau ada sesuatu dan lain hal yang akan disampaikan, sampaikan pada saya saja.""Administrasi tolong diselesaikan, nanti ada beberapa hal yang akan disampaikan oleh dokter untuk pasien agar diperhatikan, itu saja.""Baik, nanti saya yang urus. Terimakasih."Suster itu mengangguk sambil membungkukkan tubuhnya. Lalu perempuan itu berbalik melangkah keluar
"Jangan ingatkan tentang hal itu, setiap kali aku mengingatnya, aku merasa bersalah karena sebagai kakak, aku justru tidak tahu apa-apa tentang kondisi adikku sendiri."Wajah Riska terlihat suram saat mengucapkan kalimat itu pada Ahmad, hingga Ahmad menarik napas panjang."Maaf, tapi itu kenyataan, dulu Mitha juga selalu bilang aku baik-baik saja, tapi yang terjadi justru sebaliknya, itu juga kalau aku tidak memaksa dia untuk cek keseluruhan, mungkin sampai sekarang penyakit dia sudah terlambat untuk diobati, Kak. Mencegah itu lebih baik daripada mengobati.""Iya, aku tahu. Aku juga mikir kalau aku sakit, gimana dengan anak-anakku, jadi jangan khawatir, aku pasti akan serius memperhatikan kondisi, makasih ya, ohya, untuk biaya, Ronan sudah urus, kan?""Kakak diberi kepercayaan mengelola keuangan tidak?" Ahmad balik bertanya. Riska menggeleng mendengar pertanyaan Ahmad."Aku cuma dikasih per- sekian kalau memerlukan pengeluaran aja, tapi aku tidak pernah kekurangan kok, maksudku kebut
Gill menghela napas mendengar ucapan mengandung ancaman yang diucapkan oleh Ronan padanya.Semakin merasa ingin melepaskan diri rasanya Gill jika ia melihat sikap Ronan yang demikian. Namun, ia tahu sebelum Rifky memberikan perintah, ia tidak bisa memutuskan sendiri untuk menghentikan semuanya.Bukan karena ancaman Ronan, tetapi karena ia tahu ada Rifky yang meminta tolong padanya untuk menyelidiki pria di hadapannya ini."Saya hanya bertanya, Pak. Jadi, Bapak tidak perlu memberikan ancaman seperti itu pada saya, lagipula, bukankah ini juga nanti ada akhirnya, saya juga tidak akan selalu seperti ini bukan, karena orang-orang akan tahu lambat laun pada akhirnya.""Aku tidak peduli, jika kau berani macam-macam, aku tidak akan segan bertindak tegas padamu, ingat saja itu!"Usai bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan Gill setelah untuk kesekian kalinya meminta pria itu agar tidak melupakan apa yang sudah disepakati tentang dirinya yang harus datang ke kantor di jam yang sudah ditentu
Ronan bicara demikian dengan suara yang pelan, sambil terus mengawasi Ahmad yang masih menekan bel di depan pintu."Aneh, kenapa seperti kagak ada orang? Dicalling juga kagak diangkat, aneh," gumam Ahmad, sambil terus memandang ponselnya berharap panggilannya direspon oleh Gill. Tetapi sia-sia, hingga Ahmad memilih untuk menghubungi Rifky tapi pria itu melangkah, tidak di depan pintu kamar lagi, ia hanya ingin mencari tempat agar tidak terlihat orang dengan jelas berdiri di dekat pintu kamar hotel yang disewa Gill.Saat itulah, Ronan dan pria di dalam kamar hotel di mana Gill ada, mengira Ahmad sudah pergi.Ronan keluar dari persembunyiannya dan melangkah ke arah kamar Gill. Bertepatan saat itu Ahmad menunggu panggilannya dijawab oleh Rifky. Begitu ia melihat Ronan, niat Ahmad yang ingin menghubungi Rifky tertunda.Ia lebih tertarik memperhatikan Ronan yang datang ke kamar Gill. Sementara itu, Rifky yang melihat panggilan tidak terjawab milik Ahmad segera mengetik pesan ketika ia men
"Gue tau, tapi kagak mungkin gue kagak nengok Kak Riska di rumah sakit, dari tadi yang nemenin dia itu Ahmad, Kak Riska pingsan, Ric!""Ya, udah! Gue yang jagain di sini, tapi lu jangan lama-lama, karena gue cuma cleaning servis di sini, akses gue susah untuk mengawasi.""Thanks ya.""Untuk apa?""Lu bersedia masuk perusahaan meskipun Kak Ronan menempatkan lu jadi cleaning servis."Rico tertawa sumbang mendengar apa yang diucapkan oleh Rifky."Wajar! Orang kayak gue mana bisa dapat posisi bagus di sini, kagak ada bakat gue!""Kagak, lu ada bakat, cuma lu aja yang kagak mau karena menurut lu bisnis itu merepotkan. Apapun alasan lu udah masuk perusahaan ini, gue tetap mengucapkan terimakasih, karena gue yakin apa yang gue katakan tempo hari itu udah lu pikirkan baik-baik.""Gue cuma mau balas budi sama bokap.""Alhamdulillah, apapun itu gue terima, yang penting, lu jangan merasa kagak dibutuhkan di keluarga besar kita hanya karena lu itu bukan saudara kandung.""Udah! Sana pergi! Cepat