"Gue tau, tapi kagak mungkin gue kagak nengok Kak Riska di rumah sakit, dari tadi yang nemenin dia itu Ahmad, Kak Riska pingsan, Ric!""Ya, udah! Gue yang jagain di sini, tapi lu jangan lama-lama, karena gue cuma cleaning servis di sini, akses gue susah untuk mengawasi.""Thanks ya.""Untuk apa?""Lu bersedia masuk perusahaan meskipun Kak Ronan menempatkan lu jadi cleaning servis."Rico tertawa sumbang mendengar apa yang diucapkan oleh Rifky."Wajar! Orang kayak gue mana bisa dapat posisi bagus di sini, kagak ada bakat gue!""Kagak, lu ada bakat, cuma lu aja yang kagak mau karena menurut lu bisnis itu merepotkan. Apapun alasan lu udah masuk perusahaan ini, gue tetap mengucapkan terimakasih, karena gue yakin apa yang gue katakan tempo hari itu udah lu pikirkan baik-baik.""Gue cuma mau balas budi sama bokap.""Alhamdulillah, apapun itu gue terima, yang penting, lu jangan merasa kagak dibutuhkan di keluarga besar kita hanya karena lu itu bukan saudara kandung.""Udah! Sana pergi! Cepat
"Jadi, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku patuh pada perintah dia atau bagaimana?" tanya Gill sambil menatap Ahmad dan Rifky satu persatu."Gue kagak mau memberikan lu perintah, karena sesuai janji, akting lu akan berakhir setelah kakak gue melahirkan, dan setelah ini kalau ada resiko yang timbul setelah lu mungkin kagak lagi patuh dengan Kak Ronan, lu bisa ngomong sama gue, dan gue akan bertanggung jawab atas itu.""Dengan kata lain, Rifky menyerahkan semuanya sama lu menerima atau kagak," sambung Ahmad yang langsung diiyakan oleh Rifky.Gill terdiam untuk sesaat. Ia berpikir apakah ia menerima atau tidak perintah dari Ronan, karena Rifky sudah membebaskan dirinya untuk memilih karena Rifky hanya memintanya patuh bersandiwara selama sang kakak belum melahirkan saja."Setelah ini apa yang akan terjadi dengan Kak Riska?" tanya Gill dengan wajah yang serius. Ahmad dan Rifky saling pandang, wajah mereka seperti ingin mengatakan bahwa mereka tidak tahu apa yang akan terjadi pada Ris
"Kak, kenapa? Apa yang Kakak pikirkan?"Riska tergagap ketika suara Rifky membuyarkan lamunannya."Enggak papa. Aku cuma merasa lelah aja.""Ya, udah. Kalo lelah, Kakak rehat aja, aku mau balik ke kantor, kalau ada apa-apa Kakak jangan sungkan buat ngomong, entar papi dan mami datang nengok Kakak, mereka sudah ada di jalan."Riska mengangguk, mendengar perkataan sang adik. Akan tetapi, ketika Rifky ingin berbalik, ia menahan gerakan sang adik yang ingin beranjak keluar ruang rawat inapnya."Apakah kantor baik-baik aja?" tanyanya, dan Rifky menghela napas mendengar pertanyaan itu."Apakah, Kakak merasa kantor sedang tidak baik?"Rifky sengaja balik bertanya agar ia tahu apakah Riska menaruh curiga pada suaminya itu dengan pikirannya sendiri bukan dari informasi yang ia katakan pada sang kakak."Papi bilang, Rico masuk ke perusahaan, tapi Rico jadi cleaning servis, aku sudah coba membicarakan hal itu pada Ronan, tapi katanya Rico sendiri yang menyanggupi bahwa ia hanya bisa bekerja di b
"Jadi, benarkan? Ronan itu emang kagak bertanggung jawab atas diri lu dan anak-anak lu?"Mendengar suara yang ia kenal bicara demikian, Riska terkejut. Ia mengarahkan pandangannya dan wajahnya berubah saat tahu ternyata yang tadi bicara demikian adalah Zeon."Kamu, tahu darimana kalau aku di sini?" tanya Riska. "Memangnya lu berniat kagak mau bicara soal ini sama gue? Gue kagak penting tahu tentang kondisi lu?" Zeon balik bertanya. Ia meletakkan kado di atas nakas sebelum akhirnya memperhatikan bayi di samping Riska yang sedang tertidur pulas."Bukan begitu, Yon. Aku cuma belum bilang aja sama siapapun kecuali keluarga, jadi bukan kamu aja yang mungkin enggak tahu, tapi ternyata kamu tahu.""Gue tau dari Rifky, itu juga kagak sengaja, gue bilang apa lu kagak bisa ke kantor sebentar buat liat kondisi kantor, Rifky bilang lu lagi melahirkan ya udah, gue ke sini, anak lu cantik macam lu."Sambil bicara demikian, Zeon memandangi anak Riska yang dimatanya sangat menggemaskan."Terimakas
"Oh, Papi mau buka cabang di Kalimantan? Jadi, aku harus pindah ke Kalimantan? Aku tidak mungkin tinggal terpisah dengan Ronan, kan?""Astaga, memangnya kamu tinggal di zaman apa? Sekarang serba canggih, Ronan bisa mengerjakan pekerjaannya di rumah melalui zoom meeting, sesekali saja ke kantor cabang, bukankah itu cukup?""Maaf, tapi kenapa harus aku, Pi? Kenapa bukan Ronan saja?""Karena sejak awal perusahaan itu Papi rintis, niat Papi memang untuk anak-anak Papi, Rizky sudah meninggal, sekarang hanya tersisa kalian, Rico tidak berminat dengan bisnis, jadi harapan Papi hanya kau dan Rifky. Bukankah meskipun kamu jadi pemimpin dengan Rifky, itu juga sama saja Ronan juga pemimpin? Kalian satu keluarga, Papi tidak mau kalian berpikir, Papi pilih kasih, tapi sejak dulu Papi berniat untuk menyerahkan perusahaan untuk anak-anak Papi karena itu adalah perusahaan Papi yang dibangun dari hasil kerja keras Papi sejak kita tidak punya apa-apa, kau mengerti bukan?"Riska terdiam sejenak mendeng
"Tergantung apa yang kau lakukan itu sukses atau tidak!" jawab Ronan, dan jawaban itu membuat Gill mengerutkan keningnya."Artinya, jika apa yang saya lakukan di sini membuat sebuah masalah, pekerjaan saya dianggap tidak tuntas?""Bisa tuntas, asalkan kau kembalikan uang yang sudah aku berikan padamu, 70 persen!""Astagfirullah....""Kenapa? Kau pikir masalah ini sepele? Aku hanya ingin kau tidak macam-macam saat mengerjakan apa yang aku tugaskan padamu, Gill, kau harus paham hal itu.""Saya sudah melakukan yang Bapak inginkan, dan saya sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik, agar saya tidak mendapatkan masalah setelahnya, jadi saya harap, Bapak juga menepati janji yang pernah Bapak katakan pada saya."Awalnya, aku memang tidak ingin mempersulit kamu, Gill. Tapi, karena kau sepertinya mulai macam-macam denganku, rasanya aku harus memperingatkan dirimu dengan baik. Berurusan denganku jika macam-macam kau akan habis.Hati Ronan yang menanggapi apa yang dikatakan oleh Gill. Pria itu
Namun, apa daya, ia tidak bisa berbuat apa-apa, terlalu banyak bicara, akan membuat dirinya sendiri mendapatkan masalah, karena itulah, Gill berusaha untuk menahan diri agar tidak emosional.Akhirnya, keduanya segera bergerak keluar dari ruangan di mana Ronan biasa bekerja.Mereka menuju ruang pertemuan kantor yang ada di lantai bawah, sepanjang melangkah dan bersisian dengan Ronan, beberapa kali Ronan memperingatkan Gill untuk tidak macam-macam.Gill harus melakukan hal sesuai yang dirancang oleh Ronan jika tidak mau ancaman yang dikatakan pria itu menjadi kenyataan.Ronan masuk ke ruang pertemuan lebih dulu disusul oleh Gill. Di sana sudah ada rekan bisnis perusahaan itu termasuk para pesaing bisnis yang ketika melihat Gill sama-sama tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.Taky, Shinzi dan juga Birly ada di ruang tersebut meskipun duduk tidak berdekatan. Zeon pun hadir karena ia mewakili perusahaan ayahnya untuk datang lantaran ia adalah seseorang yang paling menentang isu yang
"Apa yang kau katakan? Kau sepertinya sangat paham dengan Pak Ronan?"Zeon berpaling ketika mendengar pria itu melontarkan pertanyaan padanya.Ia memperhatikan laki-laki itu sebentar, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan pria tersebut."Aku kenal dengan keluarga besar Pak Rudy, dan tidak mungkin beliau melakukan hal seperti itu untuk menyelamatkan perusahaan.""Tapi, dalam beberapa kasus, ada juga yang memang melakukan hal demikian. Meskipun kebanyakan itu terjadi di dalam film, tapi di dunia nyata juga ada yang melakukan hal itu.""Terserah Anda saja, jika ingin percaya tidak apa-apa, tidak percaya juga tidak ada yang memaksa, apa pun itu aku tidak peduli, yang jelas pria di hadapan kita ini punya trik licik untuk membuat bisnis kita jadi tersendat."Perkataan Zeon membuat pria itu mengarahkan pandangannya pada Ronan di sana yang masih sibuk bicara menjawab pertanyaan beberapa tamu.Ia menarik napas. Tidak berkomentar tapi seperti menyimak dengan baik apa yang dikatakan oleh Ronan sa