"Sial, kepergok gue, gimana dong ini? Gue tetap stay atau gue masuk?"Rico komat-kamit sendiri, sementara mobil Ronan sudah benar-benar terparkir dan pria itu bergegas keluar dari sana sambil memberikan isyarat pada Rico untuk tetap di tempat. Terpaksa, Rico menurut. Ia mengurungkan niatnya untuk masuk ke kantor guna melarikan diri dari situasi yang dihadapi Rifky, meskipun khawatir Ronan curiga padanya, tapi apa boleh buat, sudah diminta diam di tempat, Rico merasa tidak mungkin lagi untuk beranjak.Ronan sudah tiba di depannya dan meminta dirinya untuk ikut serta pria itu menghampiri Rifky yang berdiri mematung seolah sudah siap menerima apapun yang terjadi padanya."Rico, apakah kau sudah tahu apa yang dilakukan oleh kakakmu ini?" tanya Ronan tepat di hadapan Rifky, tapi melontarkan pertanyaan pada Rico."Sedikit, tadi itu saya berusaha untuk menasihati."Rico berbohong sambil melirik ke arah Rifky yang tidak tahu apa yang ada dalam pikiran adiknya itu."Ohya? Menasihati? Berarti
"Apa yang harus saya lakukan jika saya patuh pada Anda?"Biasanya, jika di luar kantor meskipun bicara dengan Ronan, Rico tetap berbicara memakai lu dan gue, tapi karena sekarang mereka di area kantor, mau tidak mau, Rico tidak menggunakan bahasa santai yang sudah menjadi ciri khasnya itu saat berkomunikasi dengan siapapun. "Lakukan apa yang aku perintahkan, apapun itu, maka aku menjamin kau tidak akan aku pecat di sini."Yakin banget, lu? Bisa bertahan di perusahaan bokap gue, baik, gue akan terima tawaran lu, gue mau tau apa aja yang lu perintahkan sama gue setelah itu....Hati Rico bicara, menanggapi ucapan Ronan. "Oke, baiklah. Saya terima tawaran Bapak, karena Bapak adalah pemimpin di sini, saya patuh dengan perintah Bapak."Ronan menyeringai dengan puas. Sudah ia pastikan, Rico memang tidak sesulit Rifky untuk dihadapi, Ronan beranggapan, karena Rico hanya anak angkat, ia jadi mudah mengendalikan pemuda itu, sekarang ia tenang, Bella memang harus ia pecat agar semua tidak curi
"Kamu keterlaluan! Kamu enggak bisa memperlakukan aku seperti ini, Ronan! Kamu yang menuntut aku saat aku tidak bisa memberikan apa yang kamu mau, kenapa kamu membuat seolah-olah aku yang paling bersalah di sini?""Karena wanita memang kodratnya harus mengalah, itu sebabnya aku tidak suka anak perempuan, Riska, karena anak perempuan hanya boleh mengalah pada laki-laki, aku tidak suka 3 anak perempuan yang kamu lahirkan itu! Lagipula, bagaimana bisa kamu yang punya makanan bergizi setiap harinya bisa sakit? Kamu sakit kanker rahim, Riska, bagiku itu buruk sekali dan selamanya kamu tidak akan pernah bisa melahirkan anak lagi!!""Cukup!!" teriak Riska dengan kedua mata mulai berair.Tetapi, apa yang dikatakan sang istri tidak membuat Ronan puas, ia maju ke hadapan sang istri dan mencengkeram salah satu pundak istrinya seolah-olah pundak itu sesuatu yang membuat ia ingin menghancurkannya."Jangan membentak aku!! Kau pikir kau siapa? Dengar, kalau kamu memang tahu diri, tanda tangan surat
"Kenapa Reva suka dengan Om Mark?" tanya Riska pada sang anak. "Om Malk baik, Mi, kalo ngomong pelan enggak kelas kaya papi."Sang anak menjawab, mengatakan bahwa Mark jika bicara pelan tidak keras seperti sang ayah. Riska menghela napas panjang mendengar alasan yang dikemukakan oleh Reva. Sebuah alasan sederhana sebenarnya, tapi mampu membuat Reva terbiasa bahwa seseorang yang bicara kasar seperti ayahnya bukan seseorang yang baik. Riska tidak bisa menyalahkan sang anak, sebab sang suami memang terbiasa berbicara kasar pada anak-anak mereka hingga seperti itulah tanggapan Reva untuk ayahnya sendiri. Saat mereka masih saling bicara, Mbak Yuni muncul dari dalam kamar anak-anak Riska. Rupanya, perempuan itu sedang mengurus anak Riska hingga sejak tadi tidak keluar kamar. Melihat Riska yang duduk begitu saja di lantai, perempuan itu segera menghampiri majikannya. Ia membantu Riska untuk bangkit, setelah menjawab pertanyaan Riska tentang anak-anaknya apakah baik- baik saja di kamar.
Ucapan yang dikatakan oleh Adit dipahami oleh Ahmad dan Bastian, keduanya sama-sama berpikir bagaimana cara mereka untuk memulai penyelidikan hingga akhirnya mereka sepakat untuk saling bertukar informasi jika nanti sudah sama-sama bergerak. Bastian fokus dengan orang yang disinyalir almarhum Rizky. Tangannya terasa gatal ingin menghajar orang itu jika ia mampu mendapatkannya. Begitu niat Bastian dengan penuh keyakinan. ***"Kamu tidak kerja, Rifky?" tanya Mark pada saat jam kerja, Mark kebetulan lewat di depan rumah kontrakan Rifky, ia melihat Rifky ada di pekarangan rumahnya. Rifky sedang membersihkan pekarangan rumahnya, sebelum akhirnya ia berniat ke rumah Riska untuk melakukan rencana mereka melawan Ronan. "Sudah kagak kerja lagi, Kak."Mark menghela napas panjang. Ia melangkah menghampiri Rifky agar mereka bicara lebih nyaman. "Aku mendengar apa yang terjadi di kantor ayah kamu, dan aku turut prihatin, jadi sekarang perusahaan dipimpin oleh Ronan secara tunggal?"Tanpa mau
Zeon! Rifky membalas seadanya pesan Ari, lalu mengatakan bahwa ia akan terus menyelidiki dan mencari bukti agar perbuatan Ronan bisa segera dihentikan. Setelah menulis pesan demikian pada Ari, Rifky pamit untuk offline, karena Zeon terlihat melangkah ke arahnya seperti ada yang ingin disampaikan pria itu padanya. Zeon tidak tidak pernah datang ke rumah kontrakan Rifky, jika pria itu datang artinya ada sesuatu yang penting ingin disampaikan oleh teman kakaknya itu padanya, soal Ronan, kah? "Apa lu sibuk?" tanya Zeon pada Rifky."Kagak sih, cuma lagi bantu istri beres-beres, ada apa, Kak?" tanya Rifky penasaran kenapa Zeon sampai ke rumahnya segala."Bisa kasih tau gue alamat Ronan di mana?"Zeon bicara demikian tanpa basa-basi."Kenapa Kakak cari dia?""Gue udah mengintai rumah kakak lu, tapi gue ngeliat Ronan kagak pernah pulang ke rumah, di mana dia sekarang?"Dari nada bicaranya, Rifky bisa merasakan kalau Zeon sedang marah. Apalagi yang dilakukan Ronan sampai pria itu jadi terl
"Mungkin, Gill sedang berusaha melacak orang itu, Kak! Nanti aku akan terus hubungi dia, Kakak ke rumah aku aja dulu, biar anak-anak bisa dapat tempat yang tenang, dan Kakak juga bisa istirahat?"Riska akhirnya mengiyakan ajakan sang adik, dan meminta maaf pada asisten rumah tangganya karena ia tidak meneruskan niat untuk ke rumah sang asisten, dan dengan terpaksa, Riska mengatakan pada wanita itu untuk tidak masuk kerja dahulu karena kondisi keuangannya yang tidak memungkinkan untuk memakai asisten rumah tangga.Mereka segera berangkat ke rumah Rifky untuk sementara, dan membiarkan rumah besar milik Riska kosong. Di waktu yang sama, Bastian menemukan Gill yang saat itu juga tengah mencari keberadaan pria yang mirip dengan dirinya. "Kau lagi, sekarang ini aku sedang tidak bisa diganggu, aku harus mengejar seseorang, dan ini sangat penting, jadi jika kau ingin bicara sesuatu nanti saja!"Gill ingin menerobos Bastian, namun Bastian tidak memberikan celah untuk pria itu untuk beranjak.
"Jangan! Tolonglah, kasihani aku, aku terpaksa melakukan ini, aku bisa menjawab apapun pertanyaan kalian, tapi jangan di sini, orang itu benar-benar akan membuat hidup keluargaku susah!"Pria itu bicara dengan nada sangat memohon. Sebagai seseorang yang pernah diperintah dalam tekanan Gill sangat tahu rasanya, karena itulah, akhirnya ia mengabulkan keinginan pria itu dan membujuk Bastian untuk menahan diri dahulu. Bastian sebenarnya kesal, tapi karena tidak mau kali ini perburuan sia-sia, ia akhirnya menurut dengan apa yang dikatakan oleh Gill.Ketiganya akhirnya membawa pria yang menyerupai almarhum Rizky, adik Riska yang meninggal itu ke sebuah tempat yang sudah disebut oleh Ahmad di dalam pesan yang diterima oleh Gill.Tidak berapa lama kemudian, mereka sudah sampai. Tempat yang digunakan untuk mengintrogasi laki-laki yang dicurigai kaki tangan Ronan itu sebuah kamar hotel di mana Ahmad dan Adit menginap di sana semenjak mereka melakukan penyelidikan di Yogyakarta.Pintu kamar ho