#BUKAN_MENANTU_BODOH
#PART_25
Aira Faidah Hendarso. Nama yang kemudian aku sematkan untuk putri kecil di pelukanku.
Wajahnya begitu menggemaskan. Aku menyusuinya dengan penuh kasih sayang, tak ada hal yang jauh lebih indah dari pada saat menatap wajah kecilnya.
"Kamu makan dulu, biar Aira sama aku," ucap Vira saat aku masih menatap wajah mungil Aira.
"Aku titip ya," pintaku saat hendak beranjak ke ruang makan.
Menyusui membuatku lebih sering makan, aku bahkan tidak perduli saat beberapa teman kantor yang menjenguk meledek bentuk tubuhku yang semakin berisi.
Bagiku saat ini, yang terpenting hanya limpahan ASI untuk Aira. Masalah badan yang indah akan aku dapatkan setelah gizi Aira terpenuhi.
"Assalamualaikum," sapa seseorang dari balik pintu.
"Biar aku aja Ren," cegah Vira sembari menggendong Aira.
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_26'Renita ...Setelah pergi dari rumahmu, Tuhan banyak menegur Ibu. Hanya saja Ibu masih terlalu larut dalam ego. Maaf jika semua terlambat, Ibu ingin meminta permohonan maaf yang sebesar-besarnya padamu. Ibu tahu, sikap ibu sudah keterlaluan. Ibu sudah mendzolimi kamu. Meski hanya lewat secarik kertas ini, Ibu ingin menyampaikan permohonan maaf yang benar-benar tulus dari dalam hati ibu.Renita, bahagialah selalu, peluk cium untuk cucu yang tak pernah bisa ibu temui. Sekali lagi, ibu ingin memohon keikhlasan hatimu untuk memaafkan semua kesalahan ibu.'Aku terdiam sejenak setelah membaca surat yang ibu tulis. Semenjak beliau pergi dari rumahku, memang tak sekalipun aku bertemu dengan beliau.Sejujurnya, dulu aku sangat berharap beliau bisa bersikap baik karena aku telah menganggap beliau seperti ibu kandungku sendiri. Namun, sebuah ketama
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_27Setelah mendapatkan apa yang kami cari, aku dan Vira segera pamit untuk pulang. Meski Mas Aksa masih ingin menggendong Aira tapi, sudahlah. Aku tak ingin terus menyiksa batinku dengan melihat mereka bersama.Sesungguhnya, aku tak ingin memisahkan Aira dan Mas Aksa, hanya saja aku masih belum bisa menerima semua kenyataan yang aku alami.Apalagi, Aira dan Mayang seumuran dan aku melihat Mas Aksa dan Dinda bahagia dengan kehidupan mereka saat ini."Aneh gak sih Ren, masa anaknya Dinda manggil Aksa, Om?"Wajah Vira menyimpan sebuah rasa curiga. Bahkan, ia seperti tak percaya. Vira membuka pembicaraan saat kami baru saja sampai dirumah."Entahlah Vir, itulah makannya aku bingung sama mereka," ucapku, sembari menyiapkan pakaian Aira untuk mandi karena hari sudah mulai sore."Tapi Ren, Ak
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_28Satu bulan sudah usia Aira, dan aku sudah resmi menjadi seorang janda setelah menunggu proses perceraian yang memakan waktu cukup lama.Siang ini, aku berniat mengunjungi Dinda dan Mas Aksa. Aku ingin memperjelas tentang hasil tes DNA yang sudah satu bulan lalu aku dapatkan.Sampai di rumah Mas Aksa, sebuah tenda menghiasi rumah tersebut. Apa yang telah terjadi? apa ada kematian lagi? tapi, siapa?.Aku berjalan masuk menuju rumah Mas Aksa. Beberapa tamu menoleh ke arahku, mereka tersenyum sopan, menyambut kehadiranku."Kamu disini dulu ya," ucapku pada Vira yang tengah menggendong Aira.Vira mengangguk sembari sesekali menimang Aira yang menangis."Saya terima nikahnya, Adinda Dewi binti Abdul Prasetya dengan maskawin tersebut di bayar tunai!"Mas Aksa men
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_29#DINDA"Kamu butuh uang kan?" ucap seorang wanita di hadapanku.Aku terdiam, memang, aku tak sanggup membayar biaya persalinan yang seharusnya sudah aku persiapkan.Uang yang aku tabung dan aku simpan dalam bentuk cincin, nyatanya sudah hilang untuk tertipu oleh Reni.Aku mengelus perut yang sudah mulai membesar, perkiraan lahir mungkin satu atau dua hari lagi. Sedangkan aku sama sekali tidak punya uang untuk persalinan."Ini uang!" bentak wanita yang ada di depanku sembari melempar amplop berwarna coklat berisi lembaran uang, "lebih dari cukup untuk biaya persalinan kamu. Bahkan, bisa untuk biaya syukuran bikin nama juga!" imbuhnya."Lalu, apa yang kamu minta?"Aku yakin, semua tidak gratis. Semua akan dibayar dengan hal besar. Aku yakin itu. 
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_30Sikap Vira sesungguhnya membuat pikiranku terganggu. Hatiku berkata ada yang aneh dengan sikapnya semalam. Ia terlihat sangat terkejut saat tahu Galih akan melakukan test DNA ulang.Namun, aku tidak ingin buruk sangka terhadap Vira. Mungkin ini hanya pikiranku saja."Ren, aku jalan ya," pamit Vira pagi itu.Aku mengangguk lalu, memandang Vira hingga ia pergi menjauh. Bagaimana mungkin aku bisa menuduhnya tapi, perasaanku begitu kuat mengatakan bahwa memang ada yang ia sembunyikan.[Lih, bisa kamu ke rumahku sekarang?] pintaku melalui pesan singkat.Sebenarnya ini masih terlalu pagi tapi, aku benar-benar tak bisa lagi menahan diri untuk tetap diam.[Bisa Ren, tunggu ya] balas Galih.Aku siapkan semua kebutuhan Aira yang harus aku bawa. Tidak ada pilihan lain, aku
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_31Akan selalu ada hikmah di balik semua cobaan, seseorang yang pergi dan meninggalkan luka pasti akan tergantikan oleh seseorang yang jauh lebih baik.______"Assalamualaikum," salam Galih saat kami baru saja sampai di depan rumah mewah berwarna putih."Waalaikumsalam," ucap seorang wanita tua yang berjalan pelan menuju ke arah kami."Ren, ini Mbok Lasmi. Beliau yang ngasuh aku sejak kecil."Tanganku bergerak menyalami beliau, sembari menyunggingkan senyum. Ingatanku seperti pernah bertemu dengan Mbok Lasmi ini tapi, dimana akupun tak terlalu ingat meski aku terus berusaha mencari tahu siapa Mbok Lasmi ini."Sama siapa Lih?" tanya seorang pria yang aku kenal beliau adalah ayah dari Galih."Lho, Reni?" Wajah beliau nampak kaget saat melihatku."Iya O
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_32"Hallo sayang ..." ucapku manja saat tiba di rumah dan menemui Aira.Meski baru meninggalkannya beberapa jam, rasa rindu sudah sangat melekat dalam hatiku. Tak terbayang jika harus berpisah berhari-hari tanpa putri kecilku.Setelah berganti pakaian, aku segera menyusui Aira sembari terus mengajaknya bicara. Ia adalah kekuatanku satu-satunya. Sungguh aku mungkin akan tumbang jika ia tak ada di sini bersamaku."Udah tidur?" bisik Galih yang baru saja masuk ke dalam kamar.Setelah menyadari kedatangan Galih, aku berhenti menyusui Aira. Kami berdua menatap wajah mungil Aira yang terlelap."Jadi anak pinter ya Nak, Papa akan selalu ada buat kamu," ucap Galih sembari mengelus lembut pipi Aira."Makasih ya Lih," ucapku lirih.Galih mendongak, ia menatap lekat wajahku h
#BUKAN_MENANTU_BODOH#PART_33"Sekarang, aku mesti bantu apa?"Galih menatapku, tatapan itu begitu teduh dan menenangkan hatiku."Engga Lih, sudah cukup. Aku ingin hanya ingin mengikhlaskan semuanya."Aku balas tatapan penuh arti itu, kami semakin tak berjarak. Dalam mobil dan untuk pertama kalinya, Galih mencium keningku."Ijinkan aku secepatnya menikahi kamu Ren," ungkap Galih.Aku mengangguk, semua masalah demi masalah yang aku hadapi rasanya membuatku terlalu menutup diri. Hingga akhirnya aku bisa membuka kembali hatiku.Bagi janda seperti aku, bukan kenyamanan hati yang aku kejar. Namun, rasa cintanya pada putriku.____Pagi ini, Galih menggendong Aira setelah aku selesai mandi. Ia mengajak putri kecilku berbicara meski putri kecilku belum mengerti apa yang Galih bi