Kepalang basah, lebih baik basah kuyup sekalian. Kepalang kotor dalam lumpur lebih baik mencebur ke kubangan saja.Pepatah di atas mulai sekarang, mau tidak mau aku harus praktekkan. Walau sangat bertentangan hati keciku.Lihatlah aku sekarang. Merangkak ke arah lelaki yang seharus aku tusuk saja dengan pisau. wajah penuh dengan senyum menggoda tetapi hatiku di dalam begitu terbakar. Dan aku juga berniat ingin menghanguskan orang-orang yang telah membuatku begini.Entah aku akan bisa, walau sepertinya kemungkinan sangat kecil sekali. Aku harus melakukan sendiri, tanpa melibatkan siapapun."Kenapa, Mas? Kau sepertinya gugup sekali?" Aku bertanya dengan nada dibuat keheranan. Tanganku terulur meraba kaus tipis yang menutupi dadanya."Mala ... apa yang, kau lakukan?" Terdengar gugup sekali. Bulir keringat nampak di keningnya. "Apa yang kulakukan, katamu, Mas? Aku sedang merayu suamiku?" Tanganku semakin bergerak ke bawah perutnya."Mala ... hentikan ...!" Nafasnya terdengar memburu.A
Ini tidak benar? Memang tidak benar.Semenjak semalam hidupku tidak akan lagi berjalan normal dan benar. Sekarang hatiku yang dulu begitu lunak dan legowo mendadak lenyap, berganti dengan kemarahan, dendam dan sakit yang menggumpal-gumpal.Ingin rasanya aku segera meledakkan kemarahan ini. Kepada lelaki jahanam yang bergelar suamiku itu. Orang yang begitu penuh wibawa ketika meminta diri ini pada ayah dan ibu. Aku benar-benar tidak mengerti dengan yang ada di dalam otak lelaki itu. Kalau ia tidak menginginkanku lalu kenapa ia menikahiku? Sekedar untuk menjualku kah? Apa ia sudah merencanakan ini sebelumnya? Lalu kenapa Mr. G orang yang begitu kaya, pemilik sebuah perusahaan besar mau saja membeli istri dari seorang karyawan? Kenapa ia harus mau denganku? Jelas-jelas banyak sekali wanita cantik bahkan mungkin artis tidak akan sungkan berbagi malam dengannya. Menelisik tebalnya dompet serta pesona wajah yang membingkai rautnya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Aku seperti sedang m
"Kenapa, kau berkeliaran di kantorku?"Lalu langkah panjangnya itu mulai berderap ke arahku.Lututku mendadak terasa gemetar disertai tungkai yang melemah.Tenang! Kendalikan dirimu, Nirmala. Kau sekarang bukan lagi Mala yang polos. Tetapi, kau adalah wanita antagonis, ambisius penuh tipu daya di dalam drama itu. Ingatlah pada rencana awalmu! Jangan goyah karena apapun dan oleh siapapun!Ah, sepertinya aku harus sangat berterimakasih pada hati kecil ini. Karena telah membantu mengingatkanku, walau tetap saja sepertinya logika merasa ciut.Lelaki tinggi menjulang dengan paras yang lebih menawan dipandang pada siang hari ini sekarang telah berdiri di hadapanku. Ia menatapku tajam. Mata sedingin es tapi setajam pedang itu, tidak akan kubiarkan memporak porandakan pertahananku.Aku balas menatapnya, walaupun sorot mataku dilapisi oleh kaca mata hitam tebal. Namun, aku yakin kalau ia tahu kalau netraku juga tertuju padanya."Sepertinya sudah jelas, aku ke sini untuk menemui, suamiku." Yes!
Tubuh bertelanjang dada itu dengan posisi telungkup di kasur dengan bekas tusukan garpu di mana-mana.Aku gemetar, tentu saja. Dalam se-perkian detik aku sudah menjelma jadi seorang pembunuh? Benarkah?Tungkaiku begitu gemetar, keringat dingin membasahi seluruh tubuh. Aku memang ingin sekali melenyapkan orang ini, tetapi aku tidak menyangka akan melakukan secepatnya ini.Lalu bagaimana aku akan keluar dengan wajah serta tubuh yang terkena cipratan darah?Oh, aku takut sekali. Apa setelah ini hidupku akan berakhir di penjara.Aku melihat ke kaca besar yang terpampang tidak jauh dari tempat tidur itu, aku begitu takut melihat diriku yang berlumur darah.Kesadaranku akhirnya kembali, dengan segera aku berlari ke kamar mandi. Membasuh sebisanya darah yang berceceran di tubuh. Lalu spontan aku menyambar jas lelaki itu, yang teronggok di atas sofa.Ya, jas ini akan menutupi darah yang tidak sepenuhnya bersih di bahu dan bajuku."Gadis ... nakal ..." Masih sempat kudengar umpatan lirih dari
"Tenanglah ... ini aku, jika kau pikir aku akan mati dengan tusukan garpu payahmu itu."Tatapan mata kelam itu seperti menghipnotis diriku sesaat, tubuh kekar berbalut pakaian perlente serba hitam seakan membuatku lupa cara berkedip, tapi kemudian alam bawah sadar memerintahkan agar aku segera mengendalikan diri.Cepat kuperbaiki duduk serta lingerie yang tadi melorot hingga leher bahu serta dada terekspos. Cepat kuambil bantal sofa untuk menutupi paha."Tidak-tidak ... biarkan saja seperti itu. Aku ingin melihat milikku yang begitu menggoda, ini."Suaranya yang berat semakin terdengar serak di telinga. Aku gemetar. Haruskah semua rencanaku untuk menguak rahasia suamiku selalu saja di halangi oleh orang ini? Tetapi sebuah pikiran lain melintas di kepala. Tidak, Mas Pandu, Mr G pun jadi.Aku berusaha menekan semua rasa ketakutan atas kehadiran makhluk yang satu ini. Tentu saja aku ingat perkataannya semalam, ia akan datang semaunya untuk memperkosaku."Oh, aku pikir benar, anda telah
Aku masih mengawasi reaksinya itu dengan rasa puas tapi sedikit heran.Apakah seorang Mr. G yang sangat misterius itu hanya seperti ini saja? Lemah hanya karena mendengar istri orang tidur dengan suaminya? Ah, yang benar saja? Tapi itulah kenyataan yang kusaksikan sekarang.Lama ia seperti itu, mengusap wajah berkali-kali. Menyugar rambut kasar, masih menatapku dengan sorot mata yang sama sekali tidak menampilkan Mr.G yang sebenarnya.Ia terlihat begitu prustasi sekarang.Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, selain semakin merapatkan kimono dan memeluk diri sendiri. Tubuh ini seperti patung, bahkan untuk mengalihkan tatapan darinya terasa sangat sulit sekali.Kami saling bersitatap satu sama lain ... Begitu hening, sepertinya aku bisa merasakan detak jantungnya yang memburu dari jarak yang cukup jauh.Ia mendadak bangkit dari duduknya yang terlihat putus asa dipandanganku itu. Mendorong sofa yang ia tendang tadi, hingga posisi tempat bersantai empuk itu kembali seperti semula. Ak
Aku menggeliat merenggangkan tubuh yang terasa akan remuk. Cahaya yang masuk dari ventilasi kamar menyadarkanku kalau sekarang sudah pagi.Oh syukurlah ... ternyata aku masih baik-baik saja, setelah waspada semalaman khawatir akan sikap jahat Pandu yang bisa saja mencelakaiku.Aku menatap jam yang tergantung di dinding, jarum pendek itu sudah menunjuk angka delapan. Sudah begitu siang ...Cepat aku bangun dari tempat tidur dan segera beranjak keluar. Melewati ruang tengah lalu ke dapur.Aku baru saja akan menyalakan kompor untuk membuat segelas teh.Tetapi kegiatanku terhenti ketika mendengar suara Mas Pandu yang sepertinya sedang berbicara di telepon, di taman kecil sebelah dapur. Aku mengintip dari celah pintu yang tertutup separuh. Lelaki yang sepertinya sudah rapi dengan stelan kerja itu, terlihat sedang berdiri membelakangiku di lahan kecil yang kumanfaatkan untuk menanam rempah-rempah dapur.Aku mempertajam pendengaran, suaranya yang sepertinya sengaja ia kecilkan itu, kalau d
Beberapa jam sebelumnya ...Segera setelah Mas Pandu keluar rumah. Akupun bergegas, lupakan tentang mandi, hanya sempat menggosok gigi lalu berganti pakaian menyisir rambut seadanya. Taxsi yang kupesan sepertinya sangat mengerti dengan kebutuhanku. Ia datang begitu cepat. Setelah terlebih dulu mengatakan nomor plat mobil Pandu, Segera saja aku memintanya untuk cepat. Untunglah sopir taksi ini sepertinya sudah sangat berpengalaman. Ia terlihat manggut-manggut saja dan menuruti segala intruksiku."Saya sudah terbiasa seperti ini, banyak sekali para ibu-ibu yang meminta saya seperti ini untuk menguntit suami mereka." Begitu katanya sambil tertawa kecil.Supir yang berbadan tinggi kurus ini seperti seusia dengan ayahku. Aku merasa sedikit lega karena ia memang sangat gesit sepertinya dalam hal seperti ini."Tolong lebih cepat lagi, Pak. Aku khawatir akan kehilangan jejaknya. Kira-kira ia pergi sekitar 10 menit sebelum kita berangkat."Supir ini tidak menjawab, hanya lebih menambah kece