Aku tidak tahu akan bersikap apa pada serigala berbulu domba ini, apa aku akan mengamuk, meratap, dan meluapkan segala kemarahan kehinaan yang menggumpal di dalam dada.Ya Tuhan ... kenapa aku selama ini begitu polos. Apa ketampanan wajahnya itu yang telah membuatku gelap mata dan begitu bodoh? Sehingga aku menuruti segala kata-katanya tanpa ada rasa curiga.Katakanlah kalau aku menuntaskan amarahku sekarang. Lalu setelah itu apa? Teringat kata bajingan yang satunya lagi, Mereka tidak akan melepaskanku.Lalu hati kecilku memberi pilihan lain ...Aku mati-matian menanggapi reaksi lelaki yang telah melakukan tindakan tiada batas itu kepadaku_Ia adalah penjahat sesungguhnya lebih berpuluh kali lipat jahatnya dari sang Mr G- dengan senyuman manis yang kubuat-buat. "Kenapa, masih main ponsel. kamu tidak lelah?" Sudah pasti pertanyaannya itu mengandung nada penuh selidik."Iya, Mas lelah sekali. Tetapi Barusan ponsel berbunyi. Eh ternyata Dara yang chat. Katanya dia mau berkunjung beso
Kepalang basah, lebih baik basah kuyup sekalian. Kepalang kotor dalam lumpur lebih baik mencebur ke kubangan saja.Pepatah di atas mulai sekarang, mau tidak mau aku harus praktekkan. Walau sangat bertentangan hati keciku.Lihatlah aku sekarang. Merangkak ke arah lelaki yang seharus aku tusuk saja dengan pisau. wajah penuh dengan senyum menggoda tetapi hatiku di dalam begitu terbakar. Dan aku juga berniat ingin menghanguskan orang-orang yang telah membuatku begini.Entah aku akan bisa, walau sepertinya kemungkinan sangat kecil sekali. Aku harus melakukan sendiri, tanpa melibatkan siapapun."Kenapa, Mas? Kau sepertinya gugup sekali?" Aku bertanya dengan nada dibuat keheranan. Tanganku terulur meraba kaus tipis yang menutupi dadanya."Mala ... apa yang, kau lakukan?" Terdengar gugup sekali. Bulir keringat nampak di keningnya. "Apa yang kulakukan, katamu, Mas? Aku sedang merayu suamiku?" Tanganku semakin bergerak ke bawah perutnya."Mala ... hentikan ...!" Nafasnya terdengar memburu.A
Ini tidak benar? Memang tidak benar.Semenjak semalam hidupku tidak akan lagi berjalan normal dan benar. Sekarang hatiku yang dulu begitu lunak dan legowo mendadak lenyap, berganti dengan kemarahan, dendam dan sakit yang menggumpal-gumpal.Ingin rasanya aku segera meledakkan kemarahan ini. Kepada lelaki jahanam yang bergelar suamiku itu. Orang yang begitu penuh wibawa ketika meminta diri ini pada ayah dan ibu. Aku benar-benar tidak mengerti dengan yang ada di dalam otak lelaki itu. Kalau ia tidak menginginkanku lalu kenapa ia menikahiku? Sekedar untuk menjualku kah? Apa ia sudah merencanakan ini sebelumnya? Lalu kenapa Mr. G orang yang begitu kaya, pemilik sebuah perusahaan besar mau saja membeli istri dari seorang karyawan? Kenapa ia harus mau denganku? Jelas-jelas banyak sekali wanita cantik bahkan mungkin artis tidak akan sungkan berbagi malam dengannya. Menelisik tebalnya dompet serta pesona wajah yang membingkai rautnya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Aku seperti sedang m
"Kenapa, kau berkeliaran di kantorku?"Lalu langkah panjangnya itu mulai berderap ke arahku.Lututku mendadak terasa gemetar disertai tungkai yang melemah.Tenang! Kendalikan dirimu, Nirmala. Kau sekarang bukan lagi Mala yang polos. Tetapi, kau adalah wanita antagonis, ambisius penuh tipu daya di dalam drama itu. Ingatlah pada rencana awalmu! Jangan goyah karena apapun dan oleh siapapun!Ah, sepertinya aku harus sangat berterimakasih pada hati kecil ini. Karena telah membantu mengingatkanku, walau tetap saja sepertinya logika merasa ciut.Lelaki tinggi menjulang dengan paras yang lebih menawan dipandang pada siang hari ini sekarang telah berdiri di hadapanku. Ia menatapku tajam. Mata sedingin es tapi setajam pedang itu, tidak akan kubiarkan memporak porandakan pertahananku.Aku balas menatapnya, walaupun sorot mataku dilapisi oleh kaca mata hitam tebal. Namun, aku yakin kalau ia tahu kalau netraku juga tertuju padanya."Sepertinya sudah jelas, aku ke sini untuk menemui, suamiku." Yes!
Tubuh bertelanjang dada itu dengan posisi telungkup di kasur dengan bekas tusukan garpu di mana-mana.Aku gemetar, tentu saja. Dalam se-perkian detik aku sudah menjelma jadi seorang pembunuh? Benarkah?Tungkaiku begitu gemetar, keringat dingin membasahi seluruh tubuh. Aku memang ingin sekali melenyapkan orang ini, tetapi aku tidak menyangka akan melakukan secepatnya ini.Lalu bagaimana aku akan keluar dengan wajah serta tubuh yang terkena cipratan darah?Oh, aku takut sekali. Apa setelah ini hidupku akan berakhir di penjara.Aku melihat ke kaca besar yang terpampang tidak jauh dari tempat tidur itu, aku begitu takut melihat diriku yang berlumur darah.Kesadaranku akhirnya kembali, dengan segera aku berlari ke kamar mandi. Membasuh sebisanya darah yang berceceran di tubuh. Lalu spontan aku menyambar jas lelaki itu, yang teronggok di atas sofa.Ya, jas ini akan menutupi darah yang tidak sepenuhnya bersih di bahu dan bajuku."Gadis ... nakal ..." Masih sempat kudengar umpatan lirih dari
"Tenanglah ... ini aku, jika kau pikir aku akan mati dengan tusukan garpu payahmu itu."Tatapan mata kelam itu seperti menghipnotis diriku sesaat, tubuh kekar berbalut pakaian perlente serba hitam seakan membuatku lupa cara berkedip, tapi kemudian alam bawah sadar memerintahkan agar aku segera mengendalikan diri.Cepat kuperbaiki duduk serta lingerie yang tadi melorot hingga leher bahu serta dada terekspos. Cepat kuambil bantal sofa untuk menutupi paha."Tidak-tidak ... biarkan saja seperti itu. Aku ingin melihat milikku yang begitu menggoda, ini."Suaranya yang berat semakin terdengar serak di telinga. Aku gemetar. Haruskah semua rencanaku untuk menguak rahasia suamiku selalu saja di halangi oleh orang ini? Tetapi sebuah pikiran lain melintas di kepala. Tidak, Mas Pandu, Mr G pun jadi.Aku berusaha menekan semua rasa ketakutan atas kehadiran makhluk yang satu ini. Tentu saja aku ingat perkataannya semalam, ia akan datang semaunya untuk memperkosaku."Oh, aku pikir benar, anda telah
Aku masih mengawasi reaksinya itu dengan rasa puas tapi sedikit heran.Apakah seorang Mr. G yang sangat misterius itu hanya seperti ini saja? Lemah hanya karena mendengar istri orang tidur dengan suaminya? Ah, yang benar saja? Tapi itulah kenyataan yang kusaksikan sekarang.Lama ia seperti itu, mengusap wajah berkali-kali. Menyugar rambut kasar, masih menatapku dengan sorot mata yang sama sekali tidak menampilkan Mr.G yang sebenarnya.Ia terlihat begitu prustasi sekarang.Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, selain semakin merapatkan kimono dan memeluk diri sendiri. Tubuh ini seperti patung, bahkan untuk mengalihkan tatapan darinya terasa sangat sulit sekali.Kami saling bersitatap satu sama lain ... Begitu hening, sepertinya aku bisa merasakan detak jantungnya yang memburu dari jarak yang cukup jauh.Ia mendadak bangkit dari duduknya yang terlihat putus asa dipandanganku itu. Mendorong sofa yang ia tendang tadi, hingga posisi tempat bersantai empuk itu kembali seperti semula. Ak
Aku menggeliat merenggangkan tubuh yang terasa akan remuk. Cahaya yang masuk dari ventilasi kamar menyadarkanku kalau sekarang sudah pagi.Oh syukurlah ... ternyata aku masih baik-baik saja, setelah waspada semalaman khawatir akan sikap jahat Pandu yang bisa saja mencelakaiku.Aku menatap jam yang tergantung di dinding, jarum pendek itu sudah menunjuk angka delapan. Sudah begitu siang ...Cepat aku bangun dari tempat tidur dan segera beranjak keluar. Melewati ruang tengah lalu ke dapur.Aku baru saja akan menyalakan kompor untuk membuat segelas teh.Tetapi kegiatanku terhenti ketika mendengar suara Mas Pandu yang sepertinya sedang berbicara di telepon, di taman kecil sebelah dapur. Aku mengintip dari celah pintu yang tertutup separuh. Lelaki yang sepertinya sudah rapi dengan stelan kerja itu, terlihat sedang berdiri membelakangiku di lahan kecil yang kumanfaatkan untuk menanam rempah-rempah dapur.Aku mempertajam pendengaran, suaranya yang sepertinya sengaja ia kecilkan itu, kalau d
"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah m
Pov narator ( Bagian akhir) "Kalau kau terus saja melakukan ini, bisa-bisa bayi kita lahir prematur...." Lirih ucapan Nirmala di sela helaan nafas memburu, seluruh tubuhnya tidak lagi memiliki tenaga, pasrah ketika sang suami mengangkat dirinya untuk menyingkirkan seprey yang telah basah oleh cairan cinta yang berasal darinya. Giantara terkekeh senang, setelah kain putih itu teronggok di lantai sepenuhnya, ia kembali meraup tubuh polos istrinya ke dalam pelukan, mengecup pucuk kepala dan dibagian manapun ia suka, jemarinya pun membelai perut buncit yang terasa masih menegang akibat pelepasan beruntun yang di alami wanita itu. "Nggak lah sayang, justru bayi kita akan semakin kuat dan lincah, lagipula kan dokter menyarankan jika di trimester terakhir ini kita harus sering melakukannya," Giantara mengusap sisa-sisa keringat yang masih menempel di sekitar wajah Nirmala, merapikan rambut panjang yang lembab, menyatukan ke belakang hingga dada dan leher seputih pualam dan sehalus sutera
Tidak dapat kuhindari, lengan kekar itu telah meraup tubuhku ke dalam dekapan dadanya, dan dapat terdengar jelas gemuruh hebat dari dalam sana, helaan nafasnya pun begitu berat begitu sesak terhempas di pucuk kepala. Ia mengecup berkali-kali di ubun-ubun, memeluk begitu erat seakan kami tidak berjumpa bertahun-tahun. "Pergilah Joana, aku mohon bawa putrimu, biarkan dia hidup dengan tenang di sisiku ... aku siap menerima hukuman apapun karena telah mengusir anakku tapi sungguh aku tidak bisa ditinggalkan oleh wanita ini," Ia bicara putus-putus di tengah helaan nafasnya yang memburu.Aku terbungkam, yang tadi hendak membebaskan diri dari pelukannya yang memabukkan menjadi tidak bisa lagi menggerakkan otot-otot tangan. Ia tengah menyeruak pada ceruk leherku, begitu terasa nafas berat terhempas membelai, seiring pelukannya yang kian mengetat, lalu kulitku menemukan rasa hangat yang lain tersebab tetesan air matanya. Aku termenung, tidak lagi mampu bicara atau melakukan sesuatu, seme
Seperempat jam sejak panggilan di ponsel itu, suara kedatangan mobil telah terdengar menderu. Aku yang memang sengaja menanti kedatangannya di balkon melihat kendaraan tersebut diparkir asal di perkarangan. sekejap kemudian lelaki itu telah mengeluarkan diri dari sana, menghempas pintu mobil dengan kekuatan penuh lalu langkah panjang setengah berlari membawa tubuhnya dengan cepat memasuki rumah.Hitungan menit dia sudah muncul di kamar yang begitu kacau, barang-barang Joanna berserakan dan barang-barangku masih belum selesai mereka kemas. Raut pria itu begitu mengeras, denyut di rahangnya nampak begitu kentara, sesaat matanya menyapu seluruh ruangan beserta isinya membuat mereka yang masih berusaha nampak mengkerut ketakutan dan menegang, setelahnya tatapan tajamnya itu hanya tertuju padaku meminta penjelasan."Sayang ...." Suaranya berat dan tercekat, aku tahu dia tengah menahan amarah yang amat sangat.Sekejap dia telah merengkuhku, membawa tubuhku tenggelam dalam pelukannya, gemur
"Mari kita buktikan, Kak. Apa memang yang kau katakan itu benar. Jika iya, dengan suka rela aku akan pergi dari kehidupan Giantaramu itu!"Aku benar-benar tidak tahan hingga melenyapkan segala kesabaran dalam jiwa ini. Aku menyambar lengannya, ingin segera menyeretnya ke dalam kamarku.Tentu saja dia sangat terkejut dengan reaksiku, itu bisa dilihat dari ekspresinya, tatapannya yang tadinya begitu percaya diri menghujaniku kini telah berubah menjadi sorot penuh cemas."Mala, apa-apaan?" Ia menepis cengkramanku di saat langkah kaki kami sudah hampir keluar dari area taman."Kenapa, Kak? Takutkah? Aku hanya ingin membuktikan kebenaran kata-katamu tadi!" jelasku berusaha mempertahankan cengkraman di lenganku."Jangan macam-macam, Mala. Kau hanya akan mempermalukan dirimu sendiri!""Oh ya? Kita lihat saja nanti. Yang jelas aku tidak akan lagi bisa berada di dalam rumah ini sebelum sebuah kejelasan!" tegasku membuat matanya begitu membola."Apa maksudmu?""Seperti yang kau inginkan, Kak.
Bukan Hasrat Suamiku 66"Aku tahu apa aku pikirkan dan apa yang akan kau lakukan, Mala?" Ia berujar tenang, matanya masih tidak lepas mengawasiku.Aku membuang tatapan dari wajah penuh kebohongan ini, sungguh hal buruk tentangnya yang selama ini hanya menjadi prasangka rasa cemburuku benar-benar nyata."Oh ya?" suaraku terdengar seret, dada berdebar kesal, kesal karena tadi lupa membawa ponsel, kalau benda itu ada di sini sudah kupastikan akan merekam segala ucapannya."Silahkan saja, kau katakan pada G sekarang juga, toh ia tidak akan percaya padamu bukan? Ia akan menganggap kau hanya mengada-ada, karena rasa cemburu yang berlebihan."Bahkan ia sudah menebaknya, bagaimana reaksi Suamiku jika aku langsung mengatakan yang kulihat sekarang, jika tanpa adanya bukti.Ia tertawa kecil, seolah ia telah merengkuh kemenangan, mungkin karena membaca kepasrahan di ekspresi wajahku yang kesal."Seharusnya kau berterimakasih padaku, Mala. Kalau tidak Glarissa akan membuat G menyingkirkanmu dari p
"Jangan suruh kami pergi Daddy, semewah apapun rumah yang telah Daddy sediakan untuk kami tidak akan ada artinya tanpa Daddy."Aku menunggu bagaimana tanggapan Mr. Giantaraku dengan permintaan putrinya itu. Hatiku berdebar sakit melihat adegan mereka yang masih berpelukan, sangat lama. Seakan-akan Suamiku tidak ingin melepas dekapan pada anaknya tersebut.Tetapi, aku segera memakai hati ini, aku tidak boleh cemburu kalau hanya tentang putrinya, yang terpenting aku tidak boleh egois."Daddy akan selalu mengunjungimu..." Aku tercekat mendengar kalimat yang di lontarkan suamiku tepat di puncak kepala putrinya."Benarkah Daddy? Setiap hari?" Gadis remaja itu mengangkat kepala dari dada Daddynya, lalu menatapnya dengan penuh harap."Tentu, kapanpun kamu menginginkan, Daddy akan selalu datang ..."Pahit. Aku menggigit bibir, rasanya sungguh tidak terperikan. Baru kali ini aku merasakan cemburu yang begitu besar, Mr. Giantaraku sepertinya sangat mencintai putrinya.Air rupanya telah jatuh d
"Cukup, Mr... sekarang aku yang benar-benar tidak mengerti, apakah kau masih Giantara yang mencintaiku?"Aku terisak, tidak menyangka lelaki yang satu tahun ini yang telah memberikan memberikan seluruh hati, cinta dan perhatiannya untukku, kini seperti menarik segalanya kembali.Hampa perlahan menyusupi dada."Kalau kau masih bersikap kekanakan maka kau akan benar-benar melihat kemarahanku." Ia tidak peduli dengan air mataku, tetap saja melontarkan kata yang menikam hati.Ia masih menatap tajam tiada berkedip. Setelah beberapa saat terdengar hempasan nafas kesalnya, lantas ia kembali bergerak ke arah lemari melanjutkan berpakaiannya yang tertunda.Aku duduk di ranjang, mengawasinya dengan air mata yang masih menetes. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa dia seperti
"Semuanya tidak seperti yang kau pikirkan sayang. Tidak ada yang akan berubah, kejadian tiba-tiba ini, tidak akan ada pengaruhnya bagi kita."Aku mengusap mata yang terasa masih basah. Sungguh, aku tidak ingin memperlihatkan ketidak inginan hati di depannya. Aku sudah berusaha sebisa mungkin, tapi tetap saja aku tidak bisa ber-akting dengan sempurna."Aku tidak berpikir apa-apa. Hanya saja aku sangat terkejut kalau suamiku ternyata mempunyai buah cinta dari wanita lain ..."Aku menggigit bibir agar tangis ini tidak pecah di ujung kalimat."Aku juga tidak menduga." Ia berucap pelan, sambil terus mendekapku."Tentu saja, entah berapa banyak wanita yang menjadi persinggahanmu di masa lalu. Itu bisa dimengerti, kau bukan lelaki biasa. Kau tampan dan punya banyak uang. Semuanya akan takhluk padamu." Sekarang aku benar-benar terisak."Tetapi sebagai seorang istri, hatiku hancur dengan kenyataan ini. Tiba-tiba kehidupan kita yang bahagia harus terusik oleh orang dari masa lalumu. Kau membawa