Pov AdamSetelah mendengar jawaban Sezan Adam pamit pergi. Tidak untuk mencari Alma, tapi untuk tidur ditempat lain. Ia tidak mungkin tidur di rumah karena hanya ada ia, Sezan dan Belle. Ia tidak mau mendapatkan fitnah.Adam menyetir dengan kecepatan tinggi. Matanya merah menahan tangis. Ia tidak menyangka akan kembali mendapatkan penghianatan dalam kisah asmaranya. “ARGH!!!!!” ia menginjak rem sekaligus.“ALMA! KENAPA SIH SAMA KAMU.” ia memukul stir mobil dengan kencang.Ucapan Sezan menggema dalam pikirannya. Apalagi ketika mengatakan Alma pergi bertemu Mario dua hari kemarin. Entah Sezan tahu darimana, tapi ia pun yakin Alma memang bertemu dengan mantan pacarnya itu. Ia rela berbohong padanya dan meninggalkan Belle demi Mario.Adam mengambil ponsel dan mencari kontak Alma, ia menyentuh vitur voice note, “Alma, aku tau kamu lagi sama Mario. Semua orang khawatir sama kamu, mereka sibuk cari kamu. Tolong kabarin papa mama kalo kamu baik-baik aja. Aku tau kemarin kamu ketemu Ma
Alma membuang nafasnya dengan pelan. Ia tak memiliki tenaga setelah mendengar voice note dari Adam semalam. Ia yang sudah tertidur terbangun dan terjaga semalaman karena mendengar ucapan suaminya. Dari mana Adam tahu kemarin ia bertemu Mario ya? Apa Mario atau Tiara yang memberitahu Adam?Perutnya berbunyi keras menandakan cacing-cacingnya butuh makan. Dengan terpaksa ia bangun dan keluar untuk mencari makan.“Alma.” panggil ibu kost yang memang juga tinggal di lingkungan kost ini.“Iya, bu?”“Gimana? Betah disini?”Alma tersenyum, “Betah, bu.”“Syukurlah. Oyah, ktp kamu ada di dalem."“Nanti aja, bu, aku mau cari makan dulu di depan.”“Tapi ibu mau pergi ke puskesmas. Udah, ambil aja sekarang, dari pada nanti lupa. Sebentar.”Alma berdiri di dekat pagar, ia mengintip dompetnya yang hanya berisi uang beberapa lembar seratus ribuan dan sisanya uang receh. Entah bagaimana bisa ia bertahan hidup dengan jumlah uang segini.“Kamu sebenernya kesini kerja atau kuliah?”“Aku... car
Adam menepuk pundak abang ojek pengkolan yang ia naikki, “Bang lebih cepet lagi.” “Iya, mas.”Motor gigi itu melaju kencang sedikit karena kekuatannya memang hanya sebatas itu. Begitu motor sampai di depan halaman rumah sakit Mayapada, Adam langsung membayar dan melepas helmet. Ia berlari kencang ke arah UGD untuk mencari Alma.“Dokter Adam? Ada perlu apa?” dokter yang sedang mendata pasien menahan Adam.“Ada korban kecelakaan tabrak lari di jalan Semanggi?”“Ada, dok. Keluarga dokter?”“Itu istri saya, dok. Saya masuk.”Dokter itu menahan lengan Adam, “Istri?”Adam mengangguk.“Korbannya ibu usia lima puluh empat tahun.”Adam melongo, “Terus istri saya?”“Maaf, dok, tapi korban kecelakaan di jalan Semanggi cuma ibu yang berusia lima puluh empat tahun itu.”“Saya boleh lihat ke dalam?”Dokter itu paham kalau Adam mungkin sedang kalut sekali. Dokter perempuan berkacamata itu mengangguk, “Silakan.”Adam masuk ke dalam UGD untuk memastikan bahwa Alma tidak ada di dalam. S
Mata Alma mengerjap-ngerjap ketika hidungnya mencium aroma minyak kayu putih yang menyengat di bawah hidungnya. Aroma kamar asing dan parfum seseorang yang amat dikenalinya juga membuatnya mau tak mau harus membuka mata.Ketika matanya terbuka ia tidak tahu ada dimana. Di sekeliling kamar hanya ada tempelan papan deadline.“Alma, kamu udah bangun?” Mario yang semula sedang menerima telpon di balkon masuk ke dalam kamar dan menghampiri Alma.“Rio?”Mario duduk dipinggiran ranjang, “Akhirnya kamu bangun juga.”“Ini... dimana?”“Di apartemen aku.”Alma bangun dan duduk sebelahan dengan Mario, “Makasih ya kamu udah bawa aku kesini.”“Ya aku harus bawa kamu kesini. Tadinya aku mau bawa kamu ke rumah sakit, tapi luka di lutut kamu gak begitu parah, jadi aku cuma tempelin plester.”Alma mengusap plester yang menempel di lututnya, “Iya, gak parah.”“Tadi aku sempet ke klinik, dokter bilang kamu pingsan karena shock, jadi aku bawa kesini aja.”Alma mengangguk.“Kamu laper?”“Bange
Pov VirzaVirza mematikkan mesin mobilnya ketika baru sampai rumah Adam. Jam kerjanya yang lebih cepat hari ini ia manfaatkan sebaik-baiknya untuk membereskan baju dan membawanya ke rumah Adam. Ia akan tinggal disini sampai suster Ruth pulang.“Sore pak.” Pak Dani yang baru akan pulang menyempatkan diri menyapa Virza.“Virza aja, pak.”“Wah saya gak berani.”“Kalo dipanggil bapak berasa udah punya anak empat.”“Hahaha, bapak bisa aja.”“Virza, bukan bapak.”“Gak papa nih saya panggil namanya langsung?”“Kan itu perintah.”Pak Dani memberikan tanda hormat, “Siap, delapan enam, mas Virza.”“Kenapa pake mas?”“Biar lebih sopan aja.”“Enggak-enggak, geli. Virza aja.”“Ya udah, Virza.”“Bagus. Eh, gimana di dalem? Aman?”“Tadi bapak liat sih kak Sezan diem terus di dapur.”“Adam?”“Bapak tadi sempet main sebentar sama Belle terus gak keliatan lagi.”“Dia hilang?”Pak Dani mendecek, “Ya kalo hilang saya lapor polisi.”“Hahaha,” Virza tertawa sambil berjalan menaiki teras
Pov VirzaSelepas menemani Belle tidur di kasur box nya, Adam menghampiri Sezan yang sedang menghitung pengeluaran kafe. Ia terlihat sibuk melihat tablet dan menuliskan deretan angka di sofa lantai dua.“Sezan?"Sezan mengangkat kepalanya, “Eh, mas? Belle udah tidur?”Adam mengangguk. Ia duduk dihadapan Sezan, “Beneran deh kalo kamu mau pulang, kamu pulang aja besok.”“Mas, suster Ruth ‘kan belum balik lagi kesini.”“Besok saya gak kerja, jadi bisa handel Belle sendiri.”Sezan merapikan kertas-kertas yang berantakkan, “Mas, maaf kalo mas kurang nyaman sama keberadaan aku disini. Aku juga minta maaf soal kelancangan aku tadi siang.”Adam bangkit, “Udah malem, kamu istirahat. Saya ke bawah dulu.”Adam bertolak ke dapur dan membaut dua kopi hitam untuknya dan Virza yang sedang membuat laporan pasien di belakang rumah menghadap kolam renang. Ia berjalan pelan membawa dua gelas panas.“Za, ambil.”Virza yang duduk bersila di kursi pantai kayu bergegas menghampiri Adam dan menga
Mario menyimpan beberapa box makanan untuk sarapan Alma. Orangnya masih mandi, mungkin sedang berendam karena tidak terdengar kucuran air shower. Mario sibuk menyiapkan perlengkapan kerjanya, ia juga sudah siap dan rapi memakai kemeja kerja dan duduk menunggu Alma sambil menonton berita di televisi.Ceklek. Alma keluar dari kamar mandi. Matanya sedikit sembab.“Sayang, sarapan dulu yuk. Aku harus ke kantor sekarang karena ada rapat.”Alma mengangguk. Ia duduk disamping Mario. Meski terlihat sangat kentara, Mario tidak menanyakan apakah Alma habis menangis. Ia tidak mau membuatnya semakin sedih.“Ini sambelnya.” Mario memberikan plastik sambil ke arah Alma.“Iya.”“Kalo kamu mau jalan-jalan atau belanja boleh kok.”Alma menoleh, “Beneran boleh?”Mario mengangguk, “Bentar aku transfer dulu ya.”Alma hanya menatap Mario datar. Ia tahu keluarga mantan pacarnya sudah sangat kaya sekarang, tapi ia tidak tahu Mario akan sebaik ini sehingga akan memberikannya uang untuk jalan-jalan
Alma duduk tenang di sofa ketika jam dinding menunjukkan pukul 12.10 WIB. Ia menunggu Mario yang mungkin masih di jalan. Hatinya yang nyeri karena kecewa berubah nyeri karena benci. Ia mengingat dengan jelas Adam mengatakan tidak mentoleransi perselingkuhan dalam rumah tangga mereka, tapi nyatanya ia sendiri yang melanggar itu. Dan perselingkuhan itu dilakukannya dengan salah satu sahabatnya. Sungguh kotor dan menjijikkan.Pantas saja Adam tidak lagi mengiriminya pesan. Ternyata ia sudah menemukan orang baru untuk melampiaskan nafsunya yang besar. “Sayang, sori ya, jalannya macet.”Alma tersenyum, “Jakarta selalu macet.” Ia bangkit dan menghampiri Mario. “Mau makan sekarang? Aku udah pesenin chicken karage kesukaan kamu.”“Iya, boleh, kebetulan aku laper banget.”Alma mengangguk. ia bergegas menyiapkan keperluan makan untuk Mario.Mario duduk di sofa biasa sambil memindahkan channel televisi. Ia menggulung-gulung kemeja hitam yang cocok di kenakannya.“Ini, abisin ya.”“Past