Setelah dirawat sekitar tiga hari di rumah sakit, Papa akhirnya diperbolehkan pulang juga. Ditemani Clara, Papa akhirnya tiba juga di rumah.
"Non Clara," sapa Bi Asih senang saat melihat Clara.
"Apa kabar, Bi?"
"Baik, Non. Sudah lama banget gak ketemu sama Non Clara." Bi Asih membawakan barang-barang Papa.
"Iya, Bi. Kemarin lagi banyak kerjaan," sahut Clara lagi.
Duduk bersama di ruang keluarga, Papa dan Clara bersantai menikmati buah apel yang telah disiapkan Bi Asih.
"Kamu gak ada syuting, Cla?" tanya Papa meraih remot tivi dan menyalakannya. Menonton menjadi salah satu aktivitas yang Papa lakukan kalau sedang santai di rumah.
"Gak ada, Pa. Lisa sudah atur ulang jadwal Clara. Clara mau nemenin Papa di rumah aja sementara," sahut Clara.
"Papa gak mau menghambat kerjaan kamu, Clara."
"Ya enggak lah, Pa. Kenapa ngomong gitu sih, Papa? Clara jadi merasa gak diharapkan." Clara cemberut.
"Bukan gitu, Cla. Papa merasa tersanjung kamu sampai meluangkan waktu untuk merawat Papa," ucap Papa yang mengena di hati Clara.
"Cuma ini yang bisa Clara lakukan, Pa. Clara tau Clara bukan anak yang berbakti sama orang tua," kata Clara dengan nada sendu.
Papa terdiam menatap putrinya. Terlintas dalam benaknya, susah payah ia membesarkan Clara seorang diri setelah ditinggal ibunya Clara untuk selamanya. Semua kasih sayang, perhatian ia curahkan sampai ia tak memperhatikan dirinya sendiri dan hilang rasa untuk memiliki pendamping hidup lagi.
"Papa sangat sayang sama kamu, Clara," ucap Papa lirih merangkul bahu putrinya itu.
'Maafin Clara banyak salah sama Papa. Clara gak akan mengulangi kesalahan itu lagi, Pa. Clara janji akan membuat Papa bahagia' gumam Clara sambil memeluk Papa. Kesalahan fatal yang tak terungkap ke publik karena dewi fortuna masih sayang pada Clara.
***
Membantu Bi Asih menyiapkan makan malam di dapur, Clara sedikit terkejut mendengar cerita Bi Asih yang sudah sangat lama bekerja untuk keluarganya.
"Yang benar, Bi?" tanya Clara tidak percaya.
"Betul, Non. Pak Wisnu sama sekali gak ada niat untuk menikah lagi setelah ditinggal ibu Non Clara. Padahal ada beberapa teman wanita Bapak yang datang ke rumah untuk mendekati Bapak."
"Padahal kan biasanya kalau suami ditinggal istri meninggal, itu gak lama pasti suami nikah lagi kan, Bi?"
"Pasti. Jangankan hitungan bulan, hitungan hari aja ada yang sudah langsung menikah lagi," timpal Bi Asih.
"Bisa tahan gitu ya Papa, Bi?"
"Itu namanya cinta mati, Non. Bibi saksi kalau Pak Wisnu itu sangat cinta sama ibunya Non Clara."
Clara menatap Bi Asih dengan mata yang besar, meminta penjelasan lebih lanjut.
"Ibu Non Clara itu gak boleh mengerjakan pekerjaan rumah selama hamil, Non. Begitu juga setelah melahirkan. Apalagi Pak Wisnu sendiri ikut menyaksikan bagaimana proses kelahiran Non Clara secara normal," cerita Bi Asih.
'Apa nanti ada pria yang sama kaya Papa buat aku? Yang cinta dan perhatiannya sama kaya Papa' ucap Clara dalam hati. Ia merasa menjadi wanita yang tak pantas setelah mendengar cerita Bi Asih.
"Non," sergah Bi Asih membuyarkan lamunan Clara.
"Eh iya, Bi," sahut Clara cepat.
Terdengar suara Papa memanggil.
"Ke depan aja, Non. Biar Bibi yang siapin," kata Bi Asih yang diikuti langsung oleh Clara.
Selesai makan malam, Papa dan Clara masih berbincang sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur. Melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar yang telah lama ia tinggalkan seperti ada rasa rindu yang terobati. Wangi parfum ruangan kamarnya masih sama seperti dulu, sebelum ia pergi. Tak ada yang berubah dari kamarnya. Semua posisi barang masih sama seperti dulu. Meski Clara tak tinggal di kamar itu lagi, tapi Bi Asih tetap membersihkan kamar itu setiap hari karena Papa yang sesekali bisa tidur di sana.
Ponsel yang ia pegang bergetar, dan menampilkan panggilan masuk dari Lisa.
"Iya ada apa, Lis?" tanya Clara sambil menyandarkan punggungnya.
"Barusan Om Andre telepon, katanya besok pagi-pagi kamu sudah harus syuting," ucap Lisa.
"Kemarin kamu bilang jadwalnya sudah diatur ulang. Harusnya lusa kan aku baru syuting?" Clara mengingatkan.
"Iya, Cla. Tapi kata Om Andre dia ada acara mendadak, jadi jadwal syuting dimajukan semua," kata Lisa menjelaskan.
"Ya sudah. Besok pagi jam berapa?"
"Jam delapan ya, Cla. Takut macet karena besok weekend," ujar Lisa.
"Oke. Jemput di rumah Papa ya."
Clara meletakkan ponselnya di atas meja dan bersiap tidur. Sebelumnya ia sudah menyetel alarm, agar tidak kesiangan bangun.
Tidur hampir delapan jam lamanya, Clara begitu fresh saat bangun pagi. Mematikan alarmnya, Clara beranjak dari tempat tidur dan membuka jendela kamar. Menikmati pemandangan langit yang begitu cerah pagi ini, membuat suasana hati Clara juga ikut cerah. Tak ingin membuang waktu, Clara segera bersiap sebelum Lisa datang menjemputnya.
"Pagi-pagi sudah siap, Cla." Papa menegur Clara saat melihat putrinya itu sudah rapi dan cantik.
"Pagi ini harus ke lokasi syuting, Pa. Mendadak," sahut Clara mengambil posisi duduk di samping Papa. Sarapan di ruang makan.
"Oh," ucap Papa mengandung nada kecewa. Papa pikir hari ini ia bisa menghabiskan akhir pekan dengan Clara, tapi ternyata salah.
"Semoga gak molor syutingnya, Pa," Ujar Clara berharap. Sama dengan Papa, ia sebenarnya juga ingin menghabiskan waktu dengan Papa.
"Pagi, Om. Cla," sapa Lisa yang sudah datang saja padahal masih setengah jam lagi dari waktu janjian mereka.
"Sudah datang aja kamu, Lis. Belum juga jam delapan," tukas Clara.
"Kirain tadi macet, ternyata lempeng. Jadi cepat sampai di sini," sahut Lisa.
Ikut sarapan dengan Clara dan Papa, Lisa terlihat lapar hingga menyendok nasi goreng ke piringnya lagi.
"Kamu gak makan di rumah?" tanya Clara heran.
"Demi kamu, aku pergi kepagian dari rumah. Gak sempet makan," jawab Lisa.
"Alasan aja kamu, Lis," sahut Clara sewot.
"Makan aja," ucap Papa menengahi perdebatan gak penting antara Lisa dan Clara.
Setelah pamit dengan Papa, mereka berdua meninggalkan rumah, bergegas menuju lokasi syuting. Mengira akan langsung di take, Clara harus rela menunggu beberapa saat karena ulah artis baru yang selalu salah dalam beradegan.
"Tau gini tadi datangnya telat aja," kesal Clara berjalan keluar lokasi menuju mobil.
"Kamu mau aku ambilin makanan sama minuman?" tanya Lisa.
"Boleh," sahut Clara singkat sembari terus berjalan menuju mobilnya, sementara Lisa berbalik arah menuju gazebo tempat makanan dan minuman tersedia. Ia mengambil beberapa jenis kue dan membawakannya pada Clara.
"Padahal bayarannya gak seberapa, Cla. Tapi kamu masih mau ambil FTV," ucap Lisa seraya meletakkan makanan yang ia ambil tadi di antara mereka berdua.
"Mau gimana, aku gak enak sama Om Andre. Dia salah satu orang yang berjasa ngangkat aku, Lis. Hitung-hitung balas budi lah," jawab Clara.
***
Sekitar pukul setengah empat syuting akhirnya kelar juga. Clara dan Lisa langsung cabut dari lokasi syuting.
"Pulang ya, Lis," ucap Clara yang kemudian menguap lebar. Perjalanan yang lumayan memakan waktu karena tengah macet, Clara manfaatkan untuk beristirahat.
"Loh," ucap Clara bingung karena tiba-tiba ada di halaman rumah Papa. Clara berjalan dan duduk di ayunan yang berada di dekat pohon. Sedang asyik berayun, netranya menatap sepasang burung merpati yang sedang bercengkrama tepat di depannya. Clara begitu seksama menatap sepasang burung merpati itu.
TIT….
Clara tersentak. Terbangun dan mendapati dirinya masih berada dalam mobil.
"Kenapa kamu, Cla?" tanya Lisa bingung melihat ekspresi Clara.
"Gapapa, Lis. Kenapa bunyi klakson?"
"Itu ada sepeda motor sembarangan nyebrang, untung gak ketabrak," ucap Lisa kembali fokus menyetir.
Melihat ke arah luar, Clara kaget karena posisi mereka belum terlalu jauh dari lokasi syuting tadi.
'Bisa-bisanya aku mimpi padahal baru sebentar ketiduran' ucap Clara dalam hati.
Tak bisa lagi tertidur, Clara meraih ponselnya dan bermain sosial media. Melihat berita-berita yang ada dan malah muncul berita tentang Azka.
"Kenapa dimana-mana ada dia sih?" Clara kesal sendiri melihat isi sosial medianya.
"Siapa sih, Cla?" tanya Lisa penasaran.
"Ini," ucap Clara ketus sambil menunjukkan layar ponselnya.
Lisa tertawa lepas.
"Ada yang lucu?"
"Emang ya. Kalau artis kayaknya gak suka nonton tivi," kata Lisa.
"Apa hubungannya, Lis?"
"Azka kan lagi naik daun, sinetron dia lagi booming. Ratingnya tinggi, makanya dia ada dimana-mana. Coba kamu sekali-kali nonton," ujar Lisa semangat.
"Ngapain aku nonton sinetron dia?" Clara sedikit emosi.
"Orang rumah aku aja lagi ngefans banget sama dia. Pokoknya kalau sudah jam sinetron Azka mulai, yang lain gak bisa diganggu gugat," cerita Lisa.
Clara tak merespon. Mencoba mengabaikan perasaannya yang juga mulai penasaran dengan Azka.
"Kalau ada tawaran main sinetron kamu mau gak, Cla? Kamu sudah lama gak main sinetron," lanjut Lisa.
"Mau-mau aja sih. Tapi sekarang aku lagi pengen main film, Lis. Film terakhir aku kemarin kan kurang greget," ucap Clara mengingat filmnya tahun lalu.
"Iya, kan bukan pemeran utama. Tenang," ucap Lisa meletakkan telunjuknya di sudut dahi, "sebentar lagi kamu akan dapat tawaran main film." Lisa berkata begitu pasti.
"Amin." Clara cepat mengamini ucapan manajernya itu.
***
Tiba di rumah pukul setengah enam, Clara langsung mengajak Papa untuk makan malam di luar.
"Kamu gak capek?" tanya Papa.
"Gak, Pa. Kita bukannya jalan kaki jadi capek," sahut Clara.
"Biar Papa yang nyetir," pinta Papa.
"Clara aja, Pa. Nanti Papa capek." Clara menolak permintaan Papa.
Tak jauh, tujuan mereka makan malam kali ini di salah restoran Jepang yang berada di salah satu mall dekat rumah Papa.
Baru saja memasuki bangunan megah berlantai lima itu, beberapa pengunjung mall mendekat dan meminta foto Clara.
"Terkenal banget ya anak Papa ini," puji Papa ketika Clara selesai meladeni permintaan foto dari beberapa penghuni mall tadi.
"Gak usah ngeledek, Pa," tukas Clara pura-pura merengut.
"Jangan cemberut, Papa traktir belanja es krim," bujuk Papa menarik tangan Clara ke salah satu tenant es krim yang berada di dekat mereka.
Sambil menikmati es krim, Papa dan Clara naik ke lantai tiga tempat restoran Jepang itu berada. Restoran cukup ramai saat ini karena memang sedang malam minggu. Namun status Clara yang seorang artis, ia selalu mempunyai privilege untuk situasi tertentu. Seperti saat ini, manajer restoran sendiri yang langsung mengantarkannya dan Papa ke meja kosong yang sengaja disediakan untuk tamu-tamu tak terduga.
"Silahkan, mau pesan apa?" tanya manajer itu sambil meletakkan dua buku menu.
Clara memandang Papa sejenak lalu mengembalikan buku menu tadi sambil tersenyum. "Pesan menu yang paling recommended di sini."
Drtt … Drtt…
"Halo, siapa ya?" Clara menjawab panggilan masuk dari nomor yang tak dikenalnya.
"Clara. Ini Mas Bramana." Orang di seberang sana memperkenalkan diri. Nama yang tak asing di telinga Clara namun masih sedikit ragu. Saat orang itu menyebutkan beberapa judul film, barulah Clara yakin bahwa orang yang menelponnya sekarang adalah produser sekaligus sutradara papan atas.
"Astaga ada apa, Mas? Ada yang bisa dibantu?" tanya Clara deg-deg an. Dalam hati berharap yang terbaik.
"Clara mau main film gak? Saya ada satu judul film nih, yang cocok buat Clara."
"Mau banget, Mas," sahut Clara sangat antusias. Matanya sampai berkaca-kaca mendengar tawaran dari Mas Bramana.
"Oke. Nanti Mas Bram hubungi lagi ya. Oh iya, kamu gak masalah dengan siapa aja nanti lawan mainnya kan?"
"Gak, Mas. Saya ngikut Mas Bram aja," kata Clara setuju.
Sayup-sayup terdengar percakapan dari Mas Bramana dan yang lain.
Gak sabar pengen liat Clara dan yang lagi naik daun itu main di film ini, pasti booming nih.
"Oke. Sampai ketemu, Cla." Panggilan terputus.
Clara tiba-tiba saja berpikir, dengan ucapan yang ia dengar tadi.
'Yang lagi naik daun? Jangan bilang dia ya' tebak Clara dalam hati. Satu nama yang sudah ada di otaknya namun enggan ia sebut. Takut akan jadi kenyataan.
"Cla, ini aku sudah mau sampai," ucap Lisa melalui panggilan suara."Cepet banget," sahut Clara dengan suara yang masih mengantuk."Tadi malam katanya suruh cepat datang. Gimana sih ini?" protes Lisa."Iya. Iya." Clara mematikan panggilan dari Lisa lalu bergegas untuk bersiap-siap.Hari ini Clara masih menginap di rumah Papa, ia ingin memastikan bahwa Papa sudah benar-benar sehat."Pagi, Cla." Papa menyapa dari ruang makan.Clara tersenyum lalu duduk di samping Papa."Hari ini ada syuting?" tanya Papa menatap Clara sejenak lalu melanjutkan aktivitas makannya."Belum, Pa. Hari ini Clara mau ke apartemen dulu," sahut Clara ikut menikmati sarapan nasi dan ayam goreng tepung yang telah disiapkan Bi Asih."Jadi kamu mau balik ke apartemen?" tanya Papa. Tersirat kesedihan dari nada bicara dan raut wajah Papa. Setelah sekian lama akhirnya putri semata wayang yang sangat ia sayangi kembali ke rumah, namun baru sebentar, ia sudah mau pergi lagi."Rencananya Clara mau pindah, Pa?""Mau pindah ke
Selesai membereskan barang-barangnya, Clara berniat untuk mandi. Tak seperti biasanya, ia malah melepas cincin berlian yang selalu ia pakai dan meletakkan di atas nakas di samping ponselnya.'Seger banget' gumam Clara dalam hati begitu air dari shower jatuh membasahinya. Rasa lelah setelah seharian beres-beres hilang begitu saja. Berada sepuluh menit di kamar mandi, Clara lantas menyudahi mandinya dan memilih untuk langsung tidur, karena besok pagi-pagi ia akan kembali sibuk dengan aktivitas pindah rumahnya.***Dengan dibantu oleh beberapa karyawan bengkel Papa, barang-barangnya milik Clara akhirnya selesai juga diturunkan dan masuk ke dalam mobil box."Sudah semuakan, Cla?" tanya Lisa pada Clara sebelum mereka keluar dari apartemen.Sejenak Clara melayangkan pandangannya, menyusuri setiap sudut ruangan."Udah semua, Yuk," anak Clara dengan tangan kanan yang terangkat dan meraih ponselnya dengan gerakan sedikit menggeser hingga menyebabkan cincin berliannya yang ada di samping ponsel
Selesai sarapan pagi, Clara dan Lisa bersiap untuk bertemu dengan Mas Bramana di kantor. Mengendarai mobil berwarna hitam mereka menyusuri jalan ibukota yang mulai lengang."Yuk, Cla." Lisa memarkirkan mobil begitu sampai di tujuan.Clara merapikan penampilannya terlebih dulu sebelum keluar dari mobil."Sudah cantik," celetuk Lisa."Emang aku cantik," sahut Clara mengembalikan cermin yang ia bawa ke dalam tasnya. Mendengar ucapan Clara, Lisa hanya bisa melengos sambil memutar kedua bola matanya. Sudah biasa dengan tingkah dan ucapan Clara.Beberapa orang yang ada di kantor Mas Bramana menegur ramah saat Clara masuk."Langsung masuk aja ke ruangan Mas Bram, sudah ditungguin dari tadi," kata seorang pria yang mengenakan topi hitam."Iya, Mas," sahut Lisa.Suara berat terdengar dari dalam, yang mempersilahkan mereka masuk saat Lisa mengetuk pintu."Pagi, Mas," sapa Clara dengan senyum khas yang memperlihatkan gigi gingsulnya."Hai selamat pagi, Cla," sapa Mas Bramana meletakkan segelas k
Duduk santai di bawah pohon, Clara melihat sepasang merpati tengah bertengger di dahan pohon yang berada tepat di depannya. Seolah sedang bermesraan, sepasang merpati itu kemudian terbang bersamaan.Drtt… . Drtt… . Drtt… . Perlahan kesadaran Clara mulai terkumpul. Dengan cepat ia membuka mata. Drtt… . Drtt… . Drtt… . Tangannya meraih ponsel yang dari tadi terus bergetar."Iya, Lis," sahut Clara seraya duduk dan bersandar."Cincinnya gimana? Sudah ketemu?""Belum, Lis," sahut Clara tak semangat. Ia benar-benar tak ingat pernah melepaskan cincinnya dimana."Mungkin di apartemen, Cla." Lisa mencoba menerka."Apartemen?" ulang Clara. Seingatnya ia sudah mengecek ulang setiap ruangan yang ada sebelum meninggalkan apartemen. Ia sedikit sangsi meninggalkan cincin berliannya di apartemen."Iya, Cla. Kemungkinan terbesar cuman ada di apartemen. Mau aku cek ke apartemen sekarang?""Gak usah, Lis. Kamu kan lagi izin. Ntar aku yang tanya langsung ke sana. Makasih ya, Lis," ucap Clara seraya me
Mengendarai mobilnya secara perlahan, Clara merasakan hal yang tak biasa dalam dirinya. Rasa yang susah ia jelaskan. Rasa berdebar namun juga rasa kesal. Mengingat apa yang dilakukan oleh Azka barusan."Clara. Sudah. Jangan ingat-ingat lagi. Urusan kamu sama dia sudah selesai," ucap Clara sendiri mencoba menenangkan hatinya.Setelah merasa tenang, Clara menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di bengkel Papa.Sementara itu masih di apartemen, saat melihat Azka berjalan mendekat, para pria berbaju hitam langsung menghampirinya."Apa yang terjadi, Mas? Semua amankan?""Iya. Kita pergi sekarang," ucap Azka seraya melempar senyum pada Bu Yanti yang sedang memperhatikannya."Unit apartemen gimana, Mas?""Nanti kita cek lagi," kata Azka kemudian berjalan lebih dulu.Bu Yanti dan beberapa petugas resepsionis saling berpandangan melihat Azka dan pengawalnya pergi meninggalkan tempat itu."Sshh.... Gak usah dibahas lagi, Balik kerja aja," ucap Bu Yanti dengan jari telunjuk menempel di b
Setelah mendengar masukan dari Lisa kemarin mengenai uang itu, pagi ini mereka berdua pergi ke panti asuhan untuk menyerahkan bantuan. Tentu saja dari uang Om Bastian dan sebagai dari penghasilan Clara. Berharap tak ada media yang mengetahui, nyata saat mereka baru tiba di panti asuhan yang letaknya cukup jauh dari kota, beberapa pencari berita langsung menghampiri."Biarin aja, Cla. Sekali-sekali. Lagian kasian juga mereka gak ada bahan buat dijadiin berita," bisik Lisa pada Clara saat mereka meminta izin untuk meliput kegiatan Clara."Terserah kamu aja deh, Lis," sahut Clara tak banyak protes. Walau sebenarnya ia tak suka dengan yang terjadi saat ini.Satu jam berkegiatan di panti asuhan tadi, Clara dan Lisa pamit pulang dengan pemilik panti asuhan itu."Makasih banyak ya, Mbak Clara," ucap para pencari berita itu."Sama-sama, Mas. Ini sedikit buat ongkos balik ke Jakarta ya," kata Clara seraya memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada mereka. Tentunya hal itu disambut bai
"Kenapa cemberut gitu sih, Cla?" tanya Lisa dalam perjalanan pulang sehabis makan siang tadi."Gak tau ya, harus senang atau sedih," ucap Clara tak semangat."Harus senang dong, Cla. Kamu lo udah resmi jadi pemeran utama di film besutan Mas Bramana. Kamu kan tau sendiri, semua film Mas Bramana selalu top. Nomor satu. Penjualan tiket selalu habis.""Iya emang selalu top, Lis. Tapi kamu gak mikirin aku apa? Gimana aku bisa akting sama dia?""Ya kayak kamu biasanya akting aja, Cla. Kan namanya juga akting, gak beneran," ucap Lisa."Aku tahu akting itu emang gak beneran. Tapi....""Tapi apa sih, Cla?' Lisa sedikit bingung dengan tingkah Clara."Aku kan gak kenal," lirih Clara."Sebenarnya kamu kenal, cuman gak deket aja. Lagian kan kalau kamu akting, lawan main kamu gak semuanya kamu kenal, tapi kamu bisa-bisa aja tuh akting," sahut Lisa."Apaan sih, Lis. Ini kan beda.""Beda apanya? Sama kali," ucap Lisa.Clara menghela nafas. "Emang kamu kenal sama dia?""Siapa?" tanya Lisa sambil memut
Setelah tanda tangan kontrak, semua kru film, baik pemain hingga tim yang berada di belakang layar mulai intens melakukan pertemuan. Pra produksi sebelum terjun langsung ke produksi film, Mas Bramana sih lebih menekankan pada Clara dan Azka sebagai pemeran utama."Cla," panggil Mas Bramana yang tengah duduk bersama Azka."Iya, Mas" Clara mendekat."Coba kalian yang ini," kata Mas Bramana menunjuk satu adegan yang ada di naskah yang masing-masing telah mereka pegang."Yang ini ya, Mas?" tanya Clara memastikan sambil menunjuk satu adegan yang Mas Bramana maksud."Betul," sahut Mas Bramana mantap.Azka tampak sudah sangat siap, sementara Clara masih membaca berulang-berulang kalimat untuk adegan yang diminta."Sekarang, Mas?" tanya Clara dengan perasaan yang begitu gugup."Tahun depan, Clara sayang. Sekarang dong," ucap Mas Bramana gemas. Ia sedikit beralih dan membiarkan Clara dan Azka agar lebih dekat.Clara menarik nafasnya dalam sembari menelan saliva. "Mas, mau sekarang atau nanti?"
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung