Duduk santai di bawah pohon, Clara melihat sepasang merpati tengah bertengger di dahan pohon yang berada tepat di depannya. Seolah sedang bermesraan, sepasang merpati itu kemudian terbang bersamaan.
Drtt… . Drtt… . Drtt… .Perlahan kesadaran Clara mulai terkumpul. Dengan cepat ia membuka mata.Drtt… . Drtt… . Drtt… .Tangannya meraih ponsel yang dari tadi terus bergetar."Iya, Lis," sahut Clara seraya duduk dan bersandar."Cincinnya gimana? Sudah ketemu?""Belum, Lis," sahut Clara tak semangat. Ia benar-benar tak ingat pernah melepaskan cincinnya dimana."Mungkin di apartemen, Cla." Lisa mencoba menerka."Apartemen?" ulang Clara. Seingatnya ia sudah mengecek ulang setiap ruangan yang ada sebelum meninggalkan apartemen. Ia sedikit sangsi meninggalkan cincin berliannya di apartemen."Iya, Cla. Kemungkinan terbesar cuman ada di apartemen. Mau aku cek ke apartemen sekarang?""Gak usah, Lis. Kamu kan lagi izin. Ntar aku yang tanya langsung ke sana. Makasih ya, Lis," ucap Clara seraya menutup teleponnya.Mengikat rambutnya, Clara keluar kamar dan menuju dapur."Pagi, Mbak Clara," sapa Bu Iin yang sedang membuat sarapan. Bu Iin adalah orang yang menemani Clara di rumah ini."Pagi, Bu." Clara duduk di meja makan dan menikmati teh hangat yang tersaji. Setelah menghabiskan tehnya, Clara kembali ke dalam kamar dan mandi. Ia akan ke apartemen pagi ini.***Sebelum ke apartemen, Clara lebih dulu mampir ke rumah Papa. Saat ia masuk dan melintas di ruang tengah, ia berhenti menatap layar kaca."Gak di mimpi gak di dunia nyata, kenapa burung merpati terus sih yang aku lihat?" gumam Clara. Tiba-tiba saja mimpinya tadi pagi terlintas dalam ingatannya."Bisanya bakal ketemu jodoh, Non," celetuk Bi Asih yang mendengar gumaman Clara."Bibi," serah Clara."Betul, Non. Merpati, mimpi ular, mimpi seperti itu mitosnya adalah mimpi yang memberi tanda bahwa jodoh Non Clara sudah dekat," kata Bi Asih menjelaskan."Zaman sekarang Bi Asih masih percaya mitos," sahut Clara coba menepis. Jujur saja ucapan Bi Asih sedikit mengganggu hatinya."Pagi-pagi ngomongin jodoh, ada berita baik ya, Cla." Papa datang menghampiri.Clara manyun."Cincin kamu ketemu?""Belum, Pa. Ini Clara mau ngecek ke apartemen.""Mau Papa temenin?""Gapapa Clara sendiri aja, Pa.""Oke. Tapi siang temenin Papa makan ya?" Papa menawarkan pilihan."Oke. Kalau gitu Clara antar Papa ke bengkel. Setelah urusan Clara selesai, Clara langsung ke bengkel Papa lagi."Papa menyetujui apa yang Clara katakan. Mereka lalu pergi meninggalkan rumah dan menuju bengkel. Tak ingin buang waktu, Clara langsung menuju apartemen untuk menemukan cincinnya itu."Selamat pagi, Mbak." Clara menuju resepsionis.Staf resepsionis langsung menyambut ramah Clara."Ada yang bisa saya bantu, Mbak Clara?""Boleh ke unit apartemen yang saya sewa kemarin, Mbak? Sepertinya ada barang saya yang tertinggal," ujar Clara to the point."Silahkan duduk dulu, Mbak. Saya tanyakan dengan atasan saya dulu," ucap wanita itu seraya mengajak Clara ke sebuah ruang tunggu.Sekitar lima menit menunggu, wanita tadi datang kembali bersama seorang wanita lainnya yang di dadanya tertera sebuah nama-Yanti."Selamat pagi Bu Clara, ada yang bisa saya bantu?" tanya Bu Yanti ramah."Begini, Bu. Sepertinya ada barang saya yang tertinggal di unit apartemen yang saya sewa kemarin. Boleh saya pinjam kuncinya dan masuk ke dalam?""Unit 8808 yang Bu Clara sewa kemarin, baru saja kuncinya diganti oleh pemilik yang baru," kata Bu Yanti."Pemilik yang baru?""Iya, Bu Clara. Pemilik pertama telah menjual ke pemilik baru," sambung Bu Yanti."Boleh saya dibantu untuk menghubungi pemilik baru apartemen itu?""Saya masih belum mendapatkan kontak yang bersangkutan. Tapi menurut informasi yang saya terima, pemilik baru akan datang siang ini.""Siang ini? Jam berapa?" Clara memastikan."Jam pastinya saya belum tau. Kalau Bu Clara bersedia saya akan menghubungi kalau pemilik apartemen yang baru sudah datang," kata Bu Yanti lagi.Clara terdiam sejenak seraya melirik jam tangannya. Waktu yang sangat tanggung. Beberapa jam lagi waktu makan siang menjelang dan ia sudah janji dengan Papa akan makan siang bersama."Minta tolong hubungi saya di nomor ini ya, Bu." Clara meninggalkan nomornya di secarik kertas."Baik, Bu Clara."Clara benar-benar berharap kalau pemilik apartemen itu bisa datang sebelum jam makan siang. Masih ada sekitar dua jam lagi sampai jam makan siang datang. Beruntung dekat dengan apartemen itu ada coffee shop, jadi ia tak perlu pergi jauh untuk menunggu.'Lumayan' komentar Clara dalam hati. Sajian kopi dan tempatnya lumayan enak, walau beberapa orang datang dan meminta foto serta tanda tangannya.Setelah hampir satu jam menunggu, sebuah panggilan dari nomor kantor tertera di layar ponselnya."Ya?" sahut Clara."Siang Bu Clara, saya Yanti. Untuk pemilik unit apartemen yang baru sudah datang," kata Bu Yanti memberitahu."Oke terima kasih, Bu Yanti. Saya segera kesana." Clara segera meninggalkan coffee shop tadi. Langkahnya sedikit lebih cepat. Ia sudah tak sabar ingin menemukan cincin berliannya itu.Setibanya gedung apartemen Bu Yanti langsung menghampiri Clara dan mengantarkannya ke unit apartemen yang pernah di sewanya. Pintu unit itu sedikit terbuka."Permisi," ucap Bu Yanti di depan pintu."Iya." Seorang pria yang sudah tak asing lagi muncul di balik pintu membuat kaget Clara. Super duper kaget."Selamat siang, Pak Azka. Saya ingin meminta izin untuk masuk ke dalam. Bu Clara yang dulu pernah tinggal di sini ingin mengambil barangnya yang tertinggal," ucap Bu Yanti memberitahu maksud kedatangannya."Oh silahkan masuk," sahut Azka ramah membuka pintu lebih lebar lagi.Clara ragu untuk melangkah masuk.'Apa-apaan ini? Kenapa dia membeli apartemen ini' Clara bertanya-tanya dalam hati."Silahkan, Bu Clara," kata Bu Yanti yang telah lebih dulu masuk.Melangkahkan kakinya masuk, Clara menatap Azka sekilas lalu mengedarkan pandangan pada beberapa orang yang juga ada di dalam ruangan itu.Azka memberi kode pada salah satu orangnya."Boleh minta waktunya sebentar, Bu?" kata seorang pria berbaju hitam menghampiri Bu Yanti. Diikuti yang lain, hingga tinggal Azka dan Clara di dalam unit itu."Mohon untuk tidak merekam atau menyebarkan foto atau video Pak Azka ataupun Bu Clara," kata pria berbaju hitam itu mengiringi Bu Yanti ke bawah."Tentu tidak, Pak. Kami sangat menjaga privacy klien kami," sahut Bu Yanti. Dalam hatinya sedikit takut dengan orang-orang Azka yang seolah tengah menyanderanya.Sementara itu di dalam unit, Clara mencoba menenangkan dirinya. Tak tahu kenapa ia menjadi deg-degan."Aku izin mau masuk ke dalam kamar," kata Clara ketus sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar. Tak peduli Azka belum memberikan izin, ia tetap masuk ke dalam kamar. Sudah terjadi sedikit perubahan dari tata letak barang yang ada di kamar."Kamu tetap sama. Cuek dan tak mau tahu dengan apa yang ada disekitar kamu," ucap Azka dengan tangan terlipat di depan dada berdiri di ambang pintu."Aku gak ada urusan sama kamu. Aku cuma minta izin untuk mencari barang aku yang ketinggalan di sini," sahut Clara menatap Azka sejenak kemudian melanjutkan misi pencariannya. Tak menemukan cincinnya di dalam kamar, ia segera masuk ke dalam kamar mandi. Namun tetap sama, cincinnya nihil ditemukan. Tak mungkin ia merelakan begitu saja cincin berliannya itu. Sudah banyak tetesan keringat dan air mata yang ia korbankan untuk bisa memiliki cincin berlian dengan karat yang lumayan."Posisi furniture di kamar ini sudah berubah, itu artinya kamu sudah menemukan barang milikku yang ketinggalan di sini." Clara keluar kamar mandi dan berjalan menghampiri Azka."Barang apa? Aku gak menemukan barang apa-apa di sini," tukas Azka dengan batu terangkat."Kamu jangan mengada-ada!" seru Clara kesal. Ia mengeluarkan ponselnya dan mencari foto cincinnya."Kamu pasti sudah menemukan cincin milikku!" Clara menunjukkan layar ponselnya pada Azka. Bukannya menjawab, Azka malah dengan isengnya menggeser layar ponsel Clara hinga foto yang ada di layar berubah."Kamu!" Clara begitu kesal dan menyimpan ponselnya di dalam saku celana."Bisakah kamu bersikap sedikit manis?" tanya Azka."Aku tidak bersikap manis dengan orang asing," sahut Clara judes.Azka berjalan mendekati salah satu meja dan membuka lacinya."Berarti kamu tidak tertarik lagi dengan ini," kata Azka santai sambil membuka genggaman tangannya. Cincin berlian dengan satu mata berada di dalam tangan Azka.Saat Clara hendak meraih cincinnya itu, dengan cepat Azka menggenggam kembali tangannya dan berjalan sedikit menjauh."Mau kamu apa sih? Itu milikku?!""Apa aku milik kamu?" Azka mencoba menggoda Clara. Rasanya membuat adrenalin Azka terpacu. Sekian lama keberaniannya terkumpul."Please. Aku hanya ingin cincin itu dan aku tidak akan menganggu kamu lagi. Jadi tolong, kembalikan itu sekarang juga." Clara penuh penekanan."Ini," ucap Azka dengan tangan kembali terbuka. Belum sempat Clara meraih cincinnya, tangannya sudah diraih oleh Azka.'Tangan ini yang sejak lama ingin ku genggam. Wajah ini yang sejak lama ingin ku tatap begitu dekat. Cla, aku jatuh hati sejak pertama melihatmu' gumam Azka dalam hati. Begitu dekat ia dengan Clara."Jangan berpikir aku akan terpesona dengan kamu!" Dengan sekali hentakan, Clara akhirnya bisa melepaskan tangannya dari erat genggaman tangan Azka. Ia juga berhasil mendapatkan cincin berlian."Aku gak ngerti apa tujuan kamu membeli unit ini!" Clara kembali mengenakan cincin itu di jari manisnya. Sekarang ia bisa bernafas lega karena telah menemukan cincinnya."Terima kasih. Sekarang aku berharap, aku gak ada pernah bertemu kamu lagi!" seru Clara. Ia bersiap hendak pergi dari tempat itu, namun sebuah goncangan hebat tiba-tiba saja membuat kakinya lemas. Beberapa benda terlihat bergoyang."Gem-pa," ucap mereka bersamaan sambil menatap. Baru saja akan melangkahkan kakinya, goncangan kedua kembali terasa. Dengan cepat Azka menghampiri kemudian merangkul Clara. Ia membawa Clara keluar dari unit melalui pintu darurat. Beberapa orang juga tampak tergesa-gesa menuruni tangga darurat. Ingin segera sampai di lantai dasar. Begitu sampai di lantai dasar dan keadaan telah kembali normal, tanpa pikir panjang Clara langsung menuju mobilnya. Tak ada sepatah katapun yang keluar. Tak tau apa ia rasakan saat ini.'Ada apa ini' gumamnya dalam hati bertanya dengan satu tangan meraba dadanya. Getaran hebat ia rasa. Bukan karena gempa tadi melainkan karena hal lain.Mengendarai mobilnya secara perlahan, Clara merasakan hal yang tak biasa dalam dirinya. Rasa yang susah ia jelaskan. Rasa berdebar namun juga rasa kesal. Mengingat apa yang dilakukan oleh Azka barusan."Clara. Sudah. Jangan ingat-ingat lagi. Urusan kamu sama dia sudah selesai," ucap Clara sendiri mencoba menenangkan hatinya.Setelah merasa tenang, Clara menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di bengkel Papa.Sementara itu masih di apartemen, saat melihat Azka berjalan mendekat, para pria berbaju hitam langsung menghampirinya."Apa yang terjadi, Mas? Semua amankan?""Iya. Kita pergi sekarang," ucap Azka seraya melempar senyum pada Bu Yanti yang sedang memperhatikannya."Unit apartemen gimana, Mas?""Nanti kita cek lagi," kata Azka kemudian berjalan lebih dulu.Bu Yanti dan beberapa petugas resepsionis saling berpandangan melihat Azka dan pengawalnya pergi meninggalkan tempat itu."Sshh.... Gak usah dibahas lagi, Balik kerja aja," ucap Bu Yanti dengan jari telunjuk menempel di b
Setelah mendengar masukan dari Lisa kemarin mengenai uang itu, pagi ini mereka berdua pergi ke panti asuhan untuk menyerahkan bantuan. Tentu saja dari uang Om Bastian dan sebagai dari penghasilan Clara. Berharap tak ada media yang mengetahui, nyata saat mereka baru tiba di panti asuhan yang letaknya cukup jauh dari kota, beberapa pencari berita langsung menghampiri."Biarin aja, Cla. Sekali-sekali. Lagian kasian juga mereka gak ada bahan buat dijadiin berita," bisik Lisa pada Clara saat mereka meminta izin untuk meliput kegiatan Clara."Terserah kamu aja deh, Lis," sahut Clara tak banyak protes. Walau sebenarnya ia tak suka dengan yang terjadi saat ini.Satu jam berkegiatan di panti asuhan tadi, Clara dan Lisa pamit pulang dengan pemilik panti asuhan itu."Makasih banyak ya, Mbak Clara," ucap para pencari berita itu."Sama-sama, Mas. Ini sedikit buat ongkos balik ke Jakarta ya," kata Clara seraya memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada mereka. Tentunya hal itu disambut bai
"Kenapa cemberut gitu sih, Cla?" tanya Lisa dalam perjalanan pulang sehabis makan siang tadi."Gak tau ya, harus senang atau sedih," ucap Clara tak semangat."Harus senang dong, Cla. Kamu lo udah resmi jadi pemeran utama di film besutan Mas Bramana. Kamu kan tau sendiri, semua film Mas Bramana selalu top. Nomor satu. Penjualan tiket selalu habis.""Iya emang selalu top, Lis. Tapi kamu gak mikirin aku apa? Gimana aku bisa akting sama dia?""Ya kayak kamu biasanya akting aja, Cla. Kan namanya juga akting, gak beneran," ucap Lisa."Aku tahu akting itu emang gak beneran. Tapi....""Tapi apa sih, Cla?' Lisa sedikit bingung dengan tingkah Clara."Aku kan gak kenal," lirih Clara."Sebenarnya kamu kenal, cuman gak deket aja. Lagian kan kalau kamu akting, lawan main kamu gak semuanya kamu kenal, tapi kamu bisa-bisa aja tuh akting," sahut Lisa."Apaan sih, Lis. Ini kan beda.""Beda apanya? Sama kali," ucap Lisa.Clara menghela nafas. "Emang kamu kenal sama dia?""Siapa?" tanya Lisa sambil memut
Setelah tanda tangan kontrak, semua kru film, baik pemain hingga tim yang berada di belakang layar mulai intens melakukan pertemuan. Pra produksi sebelum terjun langsung ke produksi film, Mas Bramana sih lebih menekankan pada Clara dan Azka sebagai pemeran utama."Cla," panggil Mas Bramana yang tengah duduk bersama Azka."Iya, Mas" Clara mendekat."Coba kalian yang ini," kata Mas Bramana menunjuk satu adegan yang ada di naskah yang masing-masing telah mereka pegang."Yang ini ya, Mas?" tanya Clara memastikan sambil menunjuk satu adegan yang Mas Bramana maksud."Betul," sahut Mas Bramana mantap.Azka tampak sudah sangat siap, sementara Clara masih membaca berulang-berulang kalimat untuk adegan yang diminta."Sekarang, Mas?" tanya Clara dengan perasaan yang begitu gugup."Tahun depan, Clara sayang. Sekarang dong," ucap Mas Bramana gemas. Ia sedikit beralih dan membiarkan Clara dan Azka agar lebih dekat.Clara menarik nafasnya dalam sembari menelan saliva. "Mas, mau sekarang atau nanti?"
Jadwal syuting yang sudah ditetapkan oleh tim, akhirnya tiba juga. Hari ini jam delapan pagi mereka semua sudah berada di lokasi syuting yang masih bertempat di kota Jakarta, di sebuah kompleks perumahan yang ada di pinggiran kota. Sebelum mulai syuting, mereka mengadakan doa serta makan bersama."Semoga syuting kita dua minggu ini berjalan lancar," kata Mas Bramana setelah pembacaan doa."Amin," sahut mereka bersama.Masing-masing mereka mulai mengantri mengitari meja panjang yang telah tersaji beragam makanan."Cukup cuma segitu, Cla?" Lisa melirik isi piring Clara.Clara cuma berdehem. Pada saat mengambil makanan tadi Azka terus melihatnya, membuat ia menjadi ragu untuk mengambil beberapa menu makanan lain. Alhasil, hanya ada sedikit nasi, sepotong ayam goreng, dengan sayur capcay.Di sela-sela waktu makan mereka, tampak beberapa artis lain mulai asyik mendokumentasikan kegiatan mereka saat ini."Dan pemeran utama kita saat ini," ucap Anisa artis pendukung lain yang tengah membuat
Terbangun pukul setengah sebelas siang, rasa ngantuk masih saja melanda Clara. Kalau saja Bu Iin tidak mengetuk-ngetuk pintu kamarnya, mungkin Clara akan melanjutkan tidurnya."Ada apa, Bu?" tanya Clara dengan rambut berantakan."Di depan, Mbak. Di depan ada artis," kata Bu Iin gelagapan."Artis? Maksud Bu Iin, saya? Saya kan memang artis," ucap Clara."Bukan. Maksud saya, di depan rumah ada artis terkenal.""Siapa sih, Bu?" Clara bingung."Aduh itu, Mbak. Siapa sih namanya? Kenapa saya jadi lupa." Bu Iin malah sulit mengucapkan nama artis yang ia maksud.Penasaran dengan artis yang Bu Iin maksud, Clara berjalan menuju depan untuk melihat orang itu. Matanya melotot saat melihat siapa yang duduk sedang berdiri di depan pintu rumahnya."Ngapain kamu ke sini lagi?" tanya Clara ketus pada Azka."Azka, Mbak. Maksud saya tadi Azka, artis sinetron yang terkenal itu," ucap Bu Iin setengah berbisik berdiri di samping Clara.Sama seperti Clara, Azka juga mematung menatap Clara pagi ini.'Selain
"Mas, sudah pagi. Kamu gak kerja?" Dengan malu-malu Clara bertanya pada Azka yang masih tertidur dibalik selimut."Sudah pagi ya. Kenapa masih gelap ya." Azka menarik tangan Clara hingga membuat Clara jatuh ke dalam pelukan Azka. Bukan main deg-deg an Clara berada dalam posisi seperti itu. Meski adegan ini memang ada di naskah, tapi entah kenapa Clara merasakan sesuatu yang berbeda saat berada dalam pelukan Azka.Azka kemudian mendekatkan wajahnya hendak mendaratkan ciuman di bibir Clara, namun Clara langsung berpaling seraya menutup matanya."Cut."Dengan cepat Clara bangun dari atas tubuh Azka lalu bergegas menuju sofa tempat biasa ia duduk."Merah gitu wajahnya, Cla. Blush on tadi kayaknya ketebalan ya," goda Inez datang dan merapikan rambut Clara."Masa? Enggak ah," elak Clara meraih tisu dan menyapu pipinya. Membuang rasa malunya."Totalitas banget akting malu-malu kamu, Cla. Kayak beneran," kata Mas Bramana saat melintas di depan Clara."Kan harus menjiwai, Mas," sahut Clara cep
Pagi ini sebelum pergi ke lokasi syuting, Clara menyempatkan untuk ke rumah Lisa untuk menjenguk Mama Lisa. Selama dirawat di rumah sakit kemarin, ia sama sekali tak bisa mencuri waktu untuk menjenguk karena jadwal syuting sampai malam."Kamu repot-repot ke sini Cla," ucap Mama Lisa saat Clara datang menghampiri ke dalam kamar lalu mencium tangan."Gak repot kok, Ma. Kemarin gak sempat jenguk waktu Mama di rumah sakit. Clara ada bawa buah, nanti dimakan ya, Ma," kata Clara yang di sahut Mama Lisa dengan anggukan."Gimana syuting, Cla? Aman?" tanya Lisa."Diaman-amankan, Lis," jawab Clara memijat pelan keningnya."Loh kenapa? Ada masalah di lokasi?" Lisa makin penasaran."Kalian ngobrol di depan aja," celetuk Mama Lisa."Kita depan dulu ya, Ma," kata Lisa.Mama Lisa mengangguk."Cepat pulih ya, Ma. Clara ngobrol sama Lisa di depan dulu," ucap Clara.Begitu tiba di ruang tamu, Lisa langsung membombardir Clara dengan banyak pertanyaan."Kenapa kamu malah ketawa? Memangnya lucu? Aku ters
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung