Mengendarai mobilnya secara perlahan, Clara merasakan hal yang tak biasa dalam dirinya. Rasa yang susah ia jelaskan. Rasa berdebar namun juga rasa kesal. Mengingat apa yang dilakukan oleh Azka barusan.
"Clara. Sudah. Jangan ingat-ingat lagi. Urusan kamu sama dia sudah selesai," ucap Clara sendiri mencoba menenangkan hatinya.Setelah merasa tenang, Clara menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di bengkel Papa.Sementara itu masih di apartemen, saat melihat Azka berjalan mendekat, para pria berbaju hitam langsung menghampirinya."Apa yang terjadi, Mas? Semua amankan?""Iya. Kita pergi sekarang," ucap Azka seraya melempar senyum pada Bu Yanti yang sedang memperhatikannya."Unit apartemen gimana, Mas?""Nanti kita cek lagi," kata Azka kemudian berjalan lebih dulu.Bu Yanti dan beberapa petugas resepsionis saling berpandangan melihat Azka dan pengawalnya pergi meninggalkan tempat itu."Sshh.... Gak usah dibahas lagi, Balik kerja aja," ucap Bu Yanti dengan jari telunjuk menempel di bibirnya. Tau apa yang ada dipikiran anak buahnya itu. Berada satu lift dengan orang-orang Azka tadi saja sudah membuatnya dirinya ketar ketir.Clara menghabiskan waktu di bengkel Papa hingga sore sebelum akhirnya ia pamit pulang terlebih dahulu."Jadi cincinnya beneran ada di apartemen, Cla?" tanya Papa yang baru sadar kalau cincin berlian telah melingkar di jari manis Clara."Iya, Pa. Ternyata memang ada di apartemen," sahut Clara singkat."Untung penghuni apartemen yang baru itu jujur ya. Zaman sekarang kalau orang ngeliat barang berharga, apalagi berlian kayak gitu, jangan harap bisa kembali," komentar Papa lagi.Clara hanya tersenyum kecut. Ia sama sekali enggan membahas kejadian di apartemen tadi pagi. Jangankan membahas, mengingatnya saja ia malas."Tadi, Papa ngerasain gempa gak sih? Pagi?""Iya. Getarannya terasa. Untung cuma sebentar," sahut Papa."Berarti kamu ngerasain gempa tadi waktu di apartemen?" tanya Papa yang topik pembicaraannya malah balik seputar apartemen."iya, Pa," sahut Clara singkat, "Clara pulang dulu ya, Pa.""Oke, kamu hati-hati ya," kata Papa sambil merangkul bahu Clara. Mereka lalu berpisah dan masuk ke mobil masing-masing.Setibanya di rumah, Clara merebahkan dirinya di sofa ruang tengah."Mbak Clara mau langsung makan?" tanya Bu Iin."Bentar lagi, Bu," sahut Clara dengan mata terpejam. Melihat majikannya tampak lelah, Bu Iin memilih untuk menjauh dan tak ingin mengganggu sebelum dipanggil lagi.Masih memejamkan mata, pikiran Clara terbang entah kemana. Tak tau apa yang dirasakan kali ini.Alunan lagu milik James Young terdengar dari dalam tas Clara. Panggilan masuk yang memaksanya harus membuka mata."Sudah dimana, Cla? Dari tadi aku chat tapi gak di balas." Suara Lisa terdengar dari ujung telepon. Lisa cukup cerewet bila sedang tak bersama Clara. Ia bisa sampai spam chat dan melakukan panggilan berkali-kali."Baru sampai rumah, Lis. Baru pulang dari bengkel Papa.""Gimana cincinnya? Sudah ketemu kan?" tanya Lisa."Udah, Lis.""Di apartemen kan?" Lisa memastikan."Iya di apartemen. Dimana lagi?" Nada suara Clara sedikit sewot."Kok marah? Ada kejadian apa?""Aku capek, Lis. Aku mau istirahat. Dah." Serta merta Clara mengakhiri panggilan Lisa. Semakin ia meladeni pertanyaan Lisa, akan semakin teringat kejadian tadi.***Pukul sepuluh pagi Clara akhir terbangun, setelah kemarin ia mengalami kesulitan tidur. Hari ini ia tak berniat untuk keluar rumah, selain karena memang tak ada jadwal. Ia ingin menikmati hari-hari santai tanpa beban pekerjaan sebelum nantinya akan terlibat syuting film dengan lama waktu yang belum pasti."Bu, tolong bikinin saya susu coklat hangat ya," pinta Clara pada Bu Iin sambil membawa beberapa lembar roti dan sebotol selai coklat.Sambil menikmati siaran tivi, ia mengoleskan selai coklat ke atas rotinya."Astaga," umpat Clara dengan mulut penuh roti saat melihat berita infotainment di tivi. Baru saja akan mengganti siaran tivi namun Bu Iin langsung menahan."Aduh, saya ngefans banget Azka," kata Bu Iin gembira seraya meletakkan segelas susu coklat Clara di atas meja."Ngefans kenapa, Bu?" tanya Clara kepo."Udah ganteng, baik, perhatian, romantis lagi," puji Bu Iin."Emang Bu Iin kenal? Bisa bilang dia baik sama romantis kayak gitu," kata Clara tak terima."Kan saya nonton sinetronnya, Mbak. Coba sekali-sekali Mbak Clara nonton, pasti Mbak Clara juga bakal suka sama Azka. Tapi sayang, sinetronnya sudah mau tamat. Tinggal dua episode lagi," cerita Bu Iin. Raut wajahnya sedih."Bu Iin sampai sedih gitu cuma karena sinetronnya mau tamat?" Clara tak percaya dengan orang-orang yang begitu mencintai sinetron sampai-sampai sedih saat tau sinetron itu bakal tamat, seperti Bu Iin ini."Ceritanya seru, Mbak. Makanya Mbak Clara coba nonton," ucap Bu Iin lagi seraya menjauh karena berita tentang Azka telah habis."Ngapain aku harus nonton dia," ucap Clara kemudian meminum susu coklatnya sampai habis. Beranjak dari ruang tengah, Clara mengambil laptop dari kamar dan membawanya ke teras samping. Baru saja masuk ke aplikasi internet banking untuk mengecek mutasi rekeningnya, sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya.'Lima puluh juta' gumamnya tak percaya dengan isi notifikasi itu. Ia buru-buru login internet bankingnya untuk memastikan."Kenapa masih transfer sih?" Clara menggaruk-garuk kepala.Latar ponselnya menyala, menampilkan panggilan masuk dari nomor yang memang sengaja tak disimpannya."Selamat pagi, Clara. Sudah terima transferan dari saya kan?" Suara berat yang sangat familiar di telinganya."Untuk apa Om transfer saya lagi? Saya bukan Clara yang dulu lagi, Om.""Jangan marah dulu, Clara. Saya baru saja dapat bonus, dan lagian saya sudah menganggap kamu sebagai anak saya," kata pria itu."Saya gak mau dianggap anak atau apapun sama Om Bastian lagi. Saya tidak seperti dulu lagi, Om. Saya cuman artis yang ingin tetap eksis dengan prestasi dan karya saya, bukan dengan berita negatif, Om.""Tenang dulu Clara. Yang saya kirim barusan itu murni untuk kamu. Terserah kamu uang itu mau kamu apakan asal jangan kamu kembalikan pada saya. Saya tidak mengharap apapun dari kamu," ucap Om Bastian lagi.Pria di ujung telepon itu adalah salah satu pria kesepian yang sempat Clara kenal dulu saat ia salah jalan. Pria yang seumuran dengan Papanya, yang tak sedikit pun menyentuh Clara. Om Bastian adalah pria beristri yang keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing hingga tak memiliki waktu untuk bersama. Mantan manajer Clara lah yang mempertemukan mereka. Yang menyebabkan Clara menjadi teman curhat Om Bastian. Begitu mantan manajernya meninggal dan karena tak ingin merusak rumah tangga orang, Clara meminta Om Bastian untuk tidak menghubunginya lagi."Oke. Tapi please jangan pernah hubungi saya lagi," pinta Clara pada Om Bastian. Orang di seberang sana hanya tersenyum lalu mengakhiri panggilannya.Clara meletakkan ponselnya dan memandangi layar laptopnya. Ia mulai berpikir akan dikemanakan uang itu. Ia tak ingin menggunakan uang itu untuk urusan pribadinya.Setelah mendengar masukan dari Lisa kemarin mengenai uang itu, pagi ini mereka berdua pergi ke panti asuhan untuk menyerahkan bantuan. Tentu saja dari uang Om Bastian dan sebagai dari penghasilan Clara. Berharap tak ada media yang mengetahui, nyata saat mereka baru tiba di panti asuhan yang letaknya cukup jauh dari kota, beberapa pencari berita langsung menghampiri."Biarin aja, Cla. Sekali-sekali. Lagian kasian juga mereka gak ada bahan buat dijadiin berita," bisik Lisa pada Clara saat mereka meminta izin untuk meliput kegiatan Clara."Terserah kamu aja deh, Lis," sahut Clara tak banyak protes. Walau sebenarnya ia tak suka dengan yang terjadi saat ini.Satu jam berkegiatan di panti asuhan tadi, Clara dan Lisa pamit pulang dengan pemilik panti asuhan itu."Makasih banyak ya, Mbak Clara," ucap para pencari berita itu."Sama-sama, Mas. Ini sedikit buat ongkos balik ke Jakarta ya," kata Clara seraya memberikan beberapa lembar uang berwarna merah pada mereka. Tentunya hal itu disambut bai
"Kenapa cemberut gitu sih, Cla?" tanya Lisa dalam perjalanan pulang sehabis makan siang tadi."Gak tau ya, harus senang atau sedih," ucap Clara tak semangat."Harus senang dong, Cla. Kamu lo udah resmi jadi pemeran utama di film besutan Mas Bramana. Kamu kan tau sendiri, semua film Mas Bramana selalu top. Nomor satu. Penjualan tiket selalu habis.""Iya emang selalu top, Lis. Tapi kamu gak mikirin aku apa? Gimana aku bisa akting sama dia?""Ya kayak kamu biasanya akting aja, Cla. Kan namanya juga akting, gak beneran," ucap Lisa."Aku tahu akting itu emang gak beneran. Tapi....""Tapi apa sih, Cla?' Lisa sedikit bingung dengan tingkah Clara."Aku kan gak kenal," lirih Clara."Sebenarnya kamu kenal, cuman gak deket aja. Lagian kan kalau kamu akting, lawan main kamu gak semuanya kamu kenal, tapi kamu bisa-bisa aja tuh akting," sahut Lisa."Apaan sih, Lis. Ini kan beda.""Beda apanya? Sama kali," ucap Lisa.Clara menghela nafas. "Emang kamu kenal sama dia?""Siapa?" tanya Lisa sambil memut
Setelah tanda tangan kontrak, semua kru film, baik pemain hingga tim yang berada di belakang layar mulai intens melakukan pertemuan. Pra produksi sebelum terjun langsung ke produksi film, Mas Bramana sih lebih menekankan pada Clara dan Azka sebagai pemeran utama."Cla," panggil Mas Bramana yang tengah duduk bersama Azka."Iya, Mas" Clara mendekat."Coba kalian yang ini," kata Mas Bramana menunjuk satu adegan yang ada di naskah yang masing-masing telah mereka pegang."Yang ini ya, Mas?" tanya Clara memastikan sambil menunjuk satu adegan yang Mas Bramana maksud."Betul," sahut Mas Bramana mantap.Azka tampak sudah sangat siap, sementara Clara masih membaca berulang-berulang kalimat untuk adegan yang diminta."Sekarang, Mas?" tanya Clara dengan perasaan yang begitu gugup."Tahun depan, Clara sayang. Sekarang dong," ucap Mas Bramana gemas. Ia sedikit beralih dan membiarkan Clara dan Azka agar lebih dekat.Clara menarik nafasnya dalam sembari menelan saliva. "Mas, mau sekarang atau nanti?"
Jadwal syuting yang sudah ditetapkan oleh tim, akhirnya tiba juga. Hari ini jam delapan pagi mereka semua sudah berada di lokasi syuting yang masih bertempat di kota Jakarta, di sebuah kompleks perumahan yang ada di pinggiran kota. Sebelum mulai syuting, mereka mengadakan doa serta makan bersama."Semoga syuting kita dua minggu ini berjalan lancar," kata Mas Bramana setelah pembacaan doa."Amin," sahut mereka bersama.Masing-masing mereka mulai mengantri mengitari meja panjang yang telah tersaji beragam makanan."Cukup cuma segitu, Cla?" Lisa melirik isi piring Clara.Clara cuma berdehem. Pada saat mengambil makanan tadi Azka terus melihatnya, membuat ia menjadi ragu untuk mengambil beberapa menu makanan lain. Alhasil, hanya ada sedikit nasi, sepotong ayam goreng, dengan sayur capcay.Di sela-sela waktu makan mereka, tampak beberapa artis lain mulai asyik mendokumentasikan kegiatan mereka saat ini."Dan pemeran utama kita saat ini," ucap Anisa artis pendukung lain yang tengah membuat
Terbangun pukul setengah sebelas siang, rasa ngantuk masih saja melanda Clara. Kalau saja Bu Iin tidak mengetuk-ngetuk pintu kamarnya, mungkin Clara akan melanjutkan tidurnya."Ada apa, Bu?" tanya Clara dengan rambut berantakan."Di depan, Mbak. Di depan ada artis," kata Bu Iin gelagapan."Artis? Maksud Bu Iin, saya? Saya kan memang artis," ucap Clara."Bukan. Maksud saya, di depan rumah ada artis terkenal.""Siapa sih, Bu?" Clara bingung."Aduh itu, Mbak. Siapa sih namanya? Kenapa saya jadi lupa." Bu Iin malah sulit mengucapkan nama artis yang ia maksud.Penasaran dengan artis yang Bu Iin maksud, Clara berjalan menuju depan untuk melihat orang itu. Matanya melotot saat melihat siapa yang duduk sedang berdiri di depan pintu rumahnya."Ngapain kamu ke sini lagi?" tanya Clara ketus pada Azka."Azka, Mbak. Maksud saya tadi Azka, artis sinetron yang terkenal itu," ucap Bu Iin setengah berbisik berdiri di samping Clara.Sama seperti Clara, Azka juga mematung menatap Clara pagi ini.'Selain
"Mas, sudah pagi. Kamu gak kerja?" Dengan malu-malu Clara bertanya pada Azka yang masih tertidur dibalik selimut."Sudah pagi ya. Kenapa masih gelap ya." Azka menarik tangan Clara hingga membuat Clara jatuh ke dalam pelukan Azka. Bukan main deg-deg an Clara berada dalam posisi seperti itu. Meski adegan ini memang ada di naskah, tapi entah kenapa Clara merasakan sesuatu yang berbeda saat berada dalam pelukan Azka.Azka kemudian mendekatkan wajahnya hendak mendaratkan ciuman di bibir Clara, namun Clara langsung berpaling seraya menutup matanya."Cut."Dengan cepat Clara bangun dari atas tubuh Azka lalu bergegas menuju sofa tempat biasa ia duduk."Merah gitu wajahnya, Cla. Blush on tadi kayaknya ketebalan ya," goda Inez datang dan merapikan rambut Clara."Masa? Enggak ah," elak Clara meraih tisu dan menyapu pipinya. Membuang rasa malunya."Totalitas banget akting malu-malu kamu, Cla. Kayak beneran," kata Mas Bramana saat melintas di depan Clara."Kan harus menjiwai, Mas," sahut Clara cep
Pagi ini sebelum pergi ke lokasi syuting, Clara menyempatkan untuk ke rumah Lisa untuk menjenguk Mama Lisa. Selama dirawat di rumah sakit kemarin, ia sama sekali tak bisa mencuri waktu untuk menjenguk karena jadwal syuting sampai malam."Kamu repot-repot ke sini Cla," ucap Mama Lisa saat Clara datang menghampiri ke dalam kamar lalu mencium tangan."Gak repot kok, Ma. Kemarin gak sempat jenguk waktu Mama di rumah sakit. Clara ada bawa buah, nanti dimakan ya, Ma," kata Clara yang di sahut Mama Lisa dengan anggukan."Gimana syuting, Cla? Aman?" tanya Lisa."Diaman-amankan, Lis," jawab Clara memijat pelan keningnya."Loh kenapa? Ada masalah di lokasi?" Lisa makin penasaran."Kalian ngobrol di depan aja," celetuk Mama Lisa."Kita depan dulu ya, Ma," kata Lisa.Mama Lisa mengangguk."Cepat pulih ya, Ma. Clara ngobrol sama Lisa di depan dulu," ucap Clara.Begitu tiba di ruang tamu, Lisa langsung membombardir Clara dengan banyak pertanyaan."Kenapa kamu malah ketawa? Memangnya lucu? Aku ters
"Mau makan dulu?" tanya Azka kala mereka baru saja keluar dari jalan tol."Gak usah. Pengen cepat sampai di tujuan aja," ucap Clara yang sejak pergi hingga sekarang masih mengenakan kacamata hitamnya. Ia baru bicara saat Azka mengajaknya bicara. Itu juga kalau pertanyaan yang Azka lontarkan Clara rasa penting."Yakin, kamu gak lapar? Aku kayak dengar suara dari perut kamu," kata Azka mendelik.'Pake acara bunyi lagi ini perut' kesal Clara dalam hati.Azka memasang lampu signnya dan berbelok masuk ke salah satu supermarket."Mau ikut masuk?""Gak, aku tunggu di mobil aja," ucap Clara. Apa jadinya kalau ia turun berdua dengan Azka, yang ada bakal langsung banyak mata yang mengawasi dan mengirimkan foto ke akun gosip. Ia melepas kacamatanya."Ini gak ada tisu apa?" Clara meraba sekitarnya mencoba mencari tisu. Ia melepas sabuk pengaman dan berbalik menghadap belakang."Kamu cari apa, Cla?" tanya Azka membuka pintu membawa satu plastik makanan dan minuman."Ngapain sih tisu ditaruh di bel
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita
Bima stand by di bandara untuk menjemput Azka. Setelah kesana kemari mencari tiket keberangkatan pesawat di hari yang sama, Azka akhirnya tiba juga di Bandara. Mengenakan sweater hitam serta topi lengkap dengan kacamata, ia berhasil keluar dari bandara tanpa ketahuan siapa-siapa."Makasih ya, Bim," ucap Azka begitu masuk ke dalam mobil. Ia merebahkan kursi, mencari posisi terenaknya.Bima hanya mengangguk."Kita langsung ke rumah Clara ya," lanjut Azka.Sama seperti tadi, Bima hanya mengangguk."Lagi sakit, Bim? Gak ada bunyi dari tadi." Azka merasa Bima tak seperti biasanya."Maaf, Mas," lirih Bima. "Buat apa minta maaf, Bim?""Maaf, Mas. Aku ngasih nomor ponsel Clara sama Ibunya Mas Azka," tukas Bima dengan nada penuh penyesalan."Huft. Ibu dapat nomor Clara dari kamu rupanya, Bim. Pantesan Ibu bisa nelpon Clara.""Maaf banget, Mas. Aku gak ada pilihan lain. Usaha orangtua dan sekolah adikku jadi taruhannya. Kalau Bude sampai marah, Mas Azka pasti tau apa akibatnya," lirih Bima pas
Dengan perasaan yang penuh emosi, Ibu duduk di ruang tamu dan meraih ponselnya. Ia membuka pesan Bima yang telah mengirimkan nomor ponsel Clara."Liat apa yang Ibu lakukan," gerutu Ibu menempelkan ponsel di telinganya setelah menekan gambar gagang telepon di ponselnya. Nomor ponsel yang ia tuju tak langsung terhubung. Namun di percobaan kedua, suara Clara telah ia dengar di ujung telepon."Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Clara kala tak mendengar suara dari panggilan masuk itu."Halo, selamat pagi," ucap Clara lagi."Rupanya telepon saya waktu itu gak ada pengaruhnya buat kamu ya," ucap Ibu begitu ketus."Maaf ini dengan siapa? Mungkin salah sambung," sahut Clara tak berpikir aneh-aneh."Saya Ibunya Azka. Kamu tahu? Saya Ibunya Azka," ucap Ibu berulang kali penuh penekanan."Oh maaf saya gak tahu, Tante. Tante apa kabar? Sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Clara berusaha ramah."Jangan tanya-tanya soal itu! Saya minta kamu jauhi anak saya, karena dia sudah saya jodohkan dengan
Sedang santai di menonton film, Bima dikejutkan dengan panggilan masuk dari Ibunya Azka."Hah, tumben Bude telepon? Bukannya Bude lagi di rumah sakit," gumam Bima. Awalnya ia sedikit ragu untuk mengangkat, tapi ponselnya terus menerus berdering. Berpikir ada hal yang penting, Bima akhirnya menerima panggilan itu."Selamat pagi, Bude," ucap Bima."Pagi, Bim.""Ada apa ya, Bude? Bude sudah keluar dari rumah sakit?" tanya Bima."Bude masih di rumah sakit. Bude mau minta tolong sama kamu," ucap Ibu."Minta tolong apa ya, Bude?" tanya Bima dengan perasaan yang kurang enak. Takut Bude nya itu akan minta tolong yang aneh-aneh."Bude minta nomor ponsel pacarnya Azka. Sekarang kamu kirim sama Bude," ucap Ibu. Dari nada suara yang Bima dengar, ia bisa membayangkan wajah Bude nya itu pasti sedang melotot.'Aduh, ini pasti ada yang gak beres' gumam Bima dalam hati."Bima gak punya nomor ponsel Clara, Bude," sahut Bima berbohong. Padahal pada kenyataannya ia menyimpan nomor ponsel Clara."Gak mung