"Tapi apa, Non Risa, nggak bakal kesulitan hidup di sini. Mmm … maksud saya, kondisi, Non …." Jono tidak berani meneruskan kata-kata yang akan menyinggung perasaan Risa.
"Nggak, Jon, awalnya mungkin susah. Tapi pelan-pelan, saya akan terbiasa. Setelah lukanya sembuh, saya akan mulai mencoba kaki palsu untuk berjalan."
"Kalau, Non, merasa lebih baik untuk tinggal di sini, saya pasti akan mendukung keputusan, Non."
"Terima kasih, Jon. Selama ini, kamu, telah banyak membantu saya."
"Jangan berkata seperti itu, Non. Justru, Non Risa dan almarhum Bapak lah yang banyak membantu dan memberikan kesempatan kepada saya sekeluarga untuk bisa hidup lebih baik."
"Non, Mas, makan dulu! Makan siang sudah siap." Bu Narti, pengu
"A-apa?" Risa terkejut, mungkinkah ia salah dengar? Ini kedua kalinya Jono menyatakan perasaannya. Ia tak menyangka, penolakannya dua tahun yang lalu tidak membuat Jono patah semangat."Maukah, Non Risa, jadi istri saya?" Jono masih bersimpuh di depan Risa."Jon, bangun! Jangan begitu, kamu nggak pantas bersimpuh di hadapanku!""Jawab dulu, Non!" iba Jono."Jon, Saya akan marah kalau, kamu, nggak berdiri, sekarang!" Risa memasang tampang masam."Sepertinya, saya akan tertolak lagi." Jono kembali duduk di samping Risa sambil menahan getir di hatinya."Jon, saya wanita cacat, saya nggak sempurna, wanita tanpa rahim seperti saya, apa yang akan kamu harapkan jika menikahi saya."
"Benar, Sayang, Nina memang pinter." Danu begitu bersemangat ketika Nina merespon perkataannya dengan baik."Ante, Ante, Om au, Ante, iti agi." Nina kembali menyadarkan Risa dari lamunannya."Nina, Sayang, sini sama, Tante!" Risa mengulurkan tangannya.Nina yang melihat Risa ingin menggendongnya malah merangkul leher Danu dengan erat, seperti takut untuk berpisah dengan Danu. "Ina, au, Om, Ina, iku, Om." Nina menyenderkan kepalanya di pundak Danu."Sayang, nggak boleh gitu. Omnya, capek, Nina, sama, Tante, yuk?" Risa berjalan menggunakan kruk, mendekati Danu dan Nina. Risa mendesah pelan, teringat dengan Satria yang sama dengan Nina. Tidak mau dipisahkan dari Danu. Entah pelet apa yang ada di tubuh Danu. Setiap anak kecil selalu suka padanya, bahkan sangat lengket sepert
"Bayi laki-laki?" Wajah Risa tiba-tiba memancarkan binar bahagia. "Sini, Dan, aku pengen lihat!"Danu mendekat, wajah bayi yang masih merah dan kotor itu terlihat sangat tampan. "Bayi blasteran, Ris, matanya berwarna biru.""Iya, tampan sekali. Kenapa dibuang?" Risa menatapnya sendu. "Aku pengen gendong dia, Dan!" Risa sangat antusias."Sebentar, ayo masuk dulu, sudah malam, Nina juga udah ngantuk, kayaknya." Danu menggiring Risa dan Nina masuk kedalam. sampai di teras, Danu duduk di kursi panjang yang berada di halaman panti. "Kamu duduk dulu, biar enak gendongnya."Risa menuruti ucapan Danu. Ia dengan senang hati duduk sambil mengulurkan tangannya ingin memeluk makhluk mungil yang nasibnya kurang beruntung karena ditelantarkan keluarga kandungnya.
"Menikah?" Risa dengan jelas dan paham dengan maksud ajakan Danu. Namun ia ragu, apakah keinginan Danu membawa kebaikan bagi kehidupannya terutama masa depan yang akan datang."Ya, menikah," Danu menatap Risa penuh harap. "Kamu, aku dan dia." Danu mencium pipi bayi mungil itu dengan perasaan gembira. Keajaiban tak terduga datang karena kehadiran bayi itu di antara Risa dan dirinya.Risa mengulurkan tangannya membelai wajah mulus si bayi. Makhluk mungil itu terlihat tenang berada dalam dekapan Danu. Ia balik menatapnya, ada ketulusan dalam sorot mata laki-laki itu. Laki-laki yang sama, yang pernah menghancurkan hidupnya. "Beri aku waktu."Jawaban yang sangat singkat itu memberikan berjuta rasa untuk Danu. Ada secercah harapan baginya untuk bisa hidup bersama dengan wanita yang dicintainya.Danu tersenyum, "Aku a
"Selamat pagi, Jon?""Selamat pagi, Pak."Untuk sejenak mereka berpandangan."Bisa kita bicara?" tanya Danu.Jono mengangguk. Mereka berdua berjalan menuju Taman kecil yang berada di samping panti."Saya melamar Risa tadi malam." Danu langsung mengatakan kepada Jono dengan jujur tanpa basa-basi.Jono langsung menatap Danu."Tapi saya ditolak," Danu tahu arti tatapan Jono. "Tapi saya tidak akan menyerah. Sampai Risa menikah lagi, saya akan berusaha untuk mengejarnya.""Begitu pun saya, Pak." Jono tidak mau kalah."Oke, intinya kita akan bersaing
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami