"A-apa?" Risa terkejut, mungkinkah ia salah dengar? Ini kedua kalinya Jono menyatakan perasaannya. Ia tak menyangka, penolakannya dua tahun yang lalu tidak membuat Jono patah semangat.
"Maukah, Non Risa, jadi istri saya?" Jono masih bersimpuh di depan Risa.
"Jon, bangun! Jangan begitu, kamu nggak pantas bersimpuh di hadapanku!"
"Jawab dulu, Non!" iba Jono.
"Jon, Saya akan marah kalau, kamu, nggak berdiri, sekarang!" Risa memasang tampang masam.
"Sepertinya, saya akan tertolak lagi." Jono kembali duduk di samping Risa sambil menahan getir di hatinya.
"Jon, saya wanita cacat, saya nggak sempurna, wanita tanpa rahim seperti saya, apa yang akan kamu harapkan jika menikahi saya."
"Benar, Sayang, Nina memang pinter." Danu begitu bersemangat ketika Nina merespon perkataannya dengan baik."Ante, Ante, Om au, Ante, iti agi." Nina kembali menyadarkan Risa dari lamunannya."Nina, Sayang, sini sama, Tante!" Risa mengulurkan tangannya.Nina yang melihat Risa ingin menggendongnya malah merangkul leher Danu dengan erat, seperti takut untuk berpisah dengan Danu. "Ina, au, Om, Ina, iku, Om." Nina menyenderkan kepalanya di pundak Danu."Sayang, nggak boleh gitu. Omnya, capek, Nina, sama, Tante, yuk?" Risa berjalan menggunakan kruk, mendekati Danu dan Nina. Risa mendesah pelan, teringat dengan Satria yang sama dengan Nina. Tidak mau dipisahkan dari Danu. Entah pelet apa yang ada di tubuh Danu. Setiap anak kecil selalu suka padanya, bahkan sangat lengket sepert
"Bayi laki-laki?" Wajah Risa tiba-tiba memancarkan binar bahagia. "Sini, Dan, aku pengen lihat!"Danu mendekat, wajah bayi yang masih merah dan kotor itu terlihat sangat tampan. "Bayi blasteran, Ris, matanya berwarna biru.""Iya, tampan sekali. Kenapa dibuang?" Risa menatapnya sendu. "Aku pengen gendong dia, Dan!" Risa sangat antusias."Sebentar, ayo masuk dulu, sudah malam, Nina juga udah ngantuk, kayaknya." Danu menggiring Risa dan Nina masuk kedalam. sampai di teras, Danu duduk di kursi panjang yang berada di halaman panti. "Kamu duduk dulu, biar enak gendongnya."Risa menuruti ucapan Danu. Ia dengan senang hati duduk sambil mengulurkan tangannya ingin memeluk makhluk mungil yang nasibnya kurang beruntung karena ditelantarkan keluarga kandungnya.
"Menikah?" Risa dengan jelas dan paham dengan maksud ajakan Danu. Namun ia ragu, apakah keinginan Danu membawa kebaikan bagi kehidupannya terutama masa depan yang akan datang."Ya, menikah," Danu menatap Risa penuh harap. "Kamu, aku dan dia." Danu mencium pipi bayi mungil itu dengan perasaan gembira. Keajaiban tak terduga datang karena kehadiran bayi itu di antara Risa dan dirinya.Risa mengulurkan tangannya membelai wajah mulus si bayi. Makhluk mungil itu terlihat tenang berada dalam dekapan Danu. Ia balik menatapnya, ada ketulusan dalam sorot mata laki-laki itu. Laki-laki yang sama, yang pernah menghancurkan hidupnya. "Beri aku waktu."Jawaban yang sangat singkat itu memberikan berjuta rasa untuk Danu. Ada secercah harapan baginya untuk bisa hidup bersama dengan wanita yang dicintainya.Danu tersenyum, "Aku a
"Selamat pagi, Jon?""Selamat pagi, Pak."Untuk sejenak mereka berpandangan."Bisa kita bicara?" tanya Danu.Jono mengangguk. Mereka berdua berjalan menuju Taman kecil yang berada di samping panti."Saya melamar Risa tadi malam." Danu langsung mengatakan kepada Jono dengan jujur tanpa basa-basi.Jono langsung menatap Danu."Tapi saya ditolak," Danu tahu arti tatapan Jono. "Tapi saya tidak akan menyerah. Sampai Risa menikah lagi, saya akan berusaha untuk mengejarnya.""Begitu pun saya, Pak." Jono tidak mau kalah."Oke, intinya kita akan bersaing
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S