"Sayang, sudah bangun." Danu merasakan tubuh Risa bergetar di sela-sela tidurnya.Risa tergugu, menangis dalam diam. Buliran air mata tak terhitung, seberapa banyak yang telah keluar dari mata sembabnya. Ia sudah lelah berpikir, ia cuma bisa menyalahkan dirinya sendiri. Mungkin karena saat mengandung Satria, ia terlalu banyak pikiran. Seharusnya ia tidak usah peduli dengan perselingkuhan suaminya, seharusnya ia lebih peduli kepada janin yang sedang dikandungnya. Seandainya, seandainya beribu andai terus berputar di otaknya."Ini salahku, ini semua salahku. Seandainya waktu mengandung lebih memperhatikanya." Risa kembali menangis sesegukan sambil menatap langit-langit rumah sakit."Sayang, jangan menyalahkan diri sendiri, ini sudah takdir. Yang pantas disalahkan adalah Mas, Mas yang sibuk dengan pekerjaan dan mengabaikan kalian berdua selama ini. Bahkan, Mas tidak pernah mengantarmu cek kandungan. Maafkan Mas, Sayang, tolong jangan begini. Satria butuh kita, terutama Kamu." Danu menggen
Halo pa, Risa ingin pindah ke Jakarta, secepatnya. Nanti, Risa jelaskan. Papa, siap-siap aja di sana." "Sayang, kita akan pindah ke Jakarta? Kenapa nggak ngomong dulu sama, Mas." Danu kaget dengan keputusan Risa yang mendadak."Kalau Mas Danu nggak mau ikut pindah juga nggak pa pa." Risa berkata dengan raut wajah yang tenang."Bukan begitu, maksud Mas. Tentu kalau Sayang dan Satria pindah, pasti Mas juga pindah. Kemana pun, kita harus bersama. Karena cuma kalian berdua yang Mas punya.""Di Jakarta ada Papa dan Bik Sumi yang akan membantuku untuk merawat Satria. Apa pun akan ku lakukan untuk Satria, walaupun tanpa persetujuanmu, Mas. Lebih baik aku kehilanganmu daripada kehilangan Satria." Risa berlalu meninggalkan Danu yang berdiri mematung mendengar kalimat sindiran istrinya.'Risa kenapa lagi, sih? Bukankah selama dua bulan ini aku telah berubah? Mungkinkah ia tahu tentang perselingkuhanku dulu bersama Karin?' Danu mengacak rambutnya frustasi lalu mengejar Risa yang berjalan entah k
Selama satu bulan lebih Risa dan Danu tinggal di Singapura demi pengobatan Satria. Satria di rawat dalam pengawasan khusus dokter spesialis jantung Beni Dewanto teman baik Hendi Bagaskara, papanya Risa, di rumah sakit Mount Elizabeth Singapura.Selama di Singapura Risa dan Danu menyewa apartemen yang jaraknya lebih dekat dengan rumah sakit agar memudahkanya untuk pulang pergi ketika akan istirahat atau mandi. Hendi mempunyai beberapa properti dan apartemen namun sayang karena jaraknya terlalu jauh dari rumah sakit, Risa memutuskan untuk menyewa saja agar lebih efisien.Hendi sendiri akan datang dua minggu sekali mengunjungi cucunya di karenakan bisnisnya yang tidak bisa di tinggal dan masalah kesehatan yang tidak memungkinkan ia untuk bolak-balik Jakarta-Singapura.Dengan kesabaran dan do'a yang selalu di panjatkan serta usaha para tim dokter, akhirnya operasi berjalan dengan lancar walau sempat terjadi ketegangan ketika jantung Satria berhenti berdetak, beberapadetik. Namun selanjutny
"Mas Danu, Mas …? Mas Danu, selama tiga bulan ini kemana aja?"Darah Danu berdesir hebat ketika merasakan kembali dèkapan hangat dari Karin, wanita yang selama ini menjadi penguasa hatinya hingga detik ini. Hatinya bergejolak karena perang batin di antara ingin menolak atau menerima sapaan kata rindu yang diungkapkan oleh Karin di sela isak tangis yang terdengar sangat menyayat hati. Namun bayangan celotehan Satria yang riang saat dalam gendongan menyadarkannya untuk tidak jatuh kembali ke lubang yang sama."Jangan gitu Rin, lepas, nggak enak kalau dilihat sama tetangga." ucap Danu dengan suara dingin yang dibuat-buat."Mas, tega kamu ya, setelah apa yang kita lalui bersama." Karin semakin mengeratkan pèlukannya. Ia sengaja memèluknya di ruang terbuka agar Danu tak bisa menghindarinya.Danu was-was setelah menyadari ada beberapa orang yang lewat dengan memandang aneh ke arah mereka berdua."Rin, lepas dulu, banyak orang yang nglihatin kita. Masuk dulu, deh." Akhirnya Danu kalah karena
"Aku hanya butuh kamu, Mas. Obatku adalah kamu." Karin mencengkeram bajunya Danu."Aww …" Karin pura-pura mengaduh kesakitan."Hati-hati, jangan bergerak berlebihan. Luka di tanganmu bisa berdarah lagi." Danu meraih tangan Karin yang terluka lalu meniup dengan napasnya untuk mengurangi rasa sakit. Pandangan mereka bertemu, gejolak cinta di antara keduanya kembali muncul untuk memporak porandakan batasan yang telah Danu bangun dengan susah payah."Mas …." suara Karin sangat merdu menerpa indera pendengaran Danu. Mata Karin yang berkaca-kaca, serta bibir Karin yang merah menyala tergigit ke bawah membuat Jantung Danu bagai terkena sengatan aliran listrik ribuan volt."Rin …." suara Danu mulai serak.Lalu … entah siapa yang memulai, kini mereka sedang berciùman dengan sangat panas. Napas mereka terengah sesaat setelah Danu tiba-tiba saja menghentikan ciùmannya.Karin sangat kecewa karena Danu berhenti menciùmnya. Ia berharap Danu kembali hangat dan mengulang kembali rajutan kasih asmara d
"Mas, Mas Danu harus janji untuk tidak meninggalkanku.""Aku ….""Mas, aku cuma minta sedikit cintamu, tidak lebih." Karin berkaca-kaca, matanya tak henti mengeluarkan air mata. Ia masih bersimpuh di hadapan Danu sambil menggenggam tangan Danu penuh harap."Tapi aku sudah janji dengan Risa dan Satria untuk tidak lagi menduakan mereka, Rin." Danu menghela napasnya."Mas, aku nggak minta diprioritaskan. Aku juga nggak nyuruh mas untuk meninggalkan Risa dan Anakmu. Kita nggak usah sering bertemu dan komunikasi. Sebulan sekali atau dua bulan sekali juga nggak pa pa. Yang terpenting kita masih berhubungan. Aku sungguh sangat mencintaimu, Mas. Aku nggak sanggup hidup tanpamu. Aku mohon ya …?""Tapi itu nggak adil buat kamu dan Risa. Kamu akan kesepian bila kita jarang bertemu dan Risa akan sakit hati karena aku mengulangi kesalahanku. Juga bagiku semakin tersiksa bila harus berpura-pura di depan Risa dan menahan rindu padamu." Danu meremas rambutnya frustasi."Mas jangan khawatir, kita jaga
"Gimana, Dan, kamu nggak bosan, tinggal di rumah dan merawat Satria?""Apa boleh buat, Pa. Satria lebih nempel ke aku. Mungkin dia nagih karena dulu sewaktu dalam kandungan, Danu kurang memperhatikannya.""Terima kasih, selama ini kamu sudah sabar mengasuh Satria.""Sudah tugas aku, Pa. Sebagai ayah kandungnya.""Papa minta maaf atas sikap Papa selama ini kepada kamu. Karena Papa belum bisa menerima kenyataan, kalau Risa memutuskan untuk menikah muda.""Ini salah Danu juga, Pa. Seharusnya Danu minta pertimbangan dari Papa sebelum mengajak Risa untuk menikah.""Sudahlah, mungkin ini garis hidup Risa yang sudah ditetapkan oleh Tuhan.""Maaf, Pa.""Kamu tahu, kenapa Papa tidak menikah lagi?"Danu tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan dari mertuanya.Hendi menarik napas. "Itu karena Papa tidak mau menyakiti hati Risa. Pada dasarnya, wanita tidak rela untuk berbagi, terutama masalah hati."Danu merasa tertohok, karena ia telah membagi hatinya kepada dua orang wanita yang berstatus sahaba
"Pa, Papa jangan pergi.""Kenapa, Sayang, ngapain cemberut, hem?""Pa … Risa udah gede. Malu ah, Risa bisa makan sendiri nggak usah disuapi." Risa berusaha menolak ketika papanya menyuapi makanan kesukaannya."Siapa tahu Papa nggak punya waktu lagi buat nyuapi kamu, Sayang." Hendi memotong cheese cake menjadi beberapa bagian."Hush, Papa jangan ngaco deh. Papa nggak boleh kemana-mana, harus nemenin Risa sampai menikah nanti hingga Risa punya anak. Bukankah Papa pengen punya cucu?""Sekolah dulu yang bener, jangan ngomongin nikah. Kamu masih kecil, awas bandel! Papa mau nyusul Mama aja kalau kamu susah dibilangin.""Iya-iya, Pa, Risa tahu. Tapi jangan pernah Papa ngomong lagi pengen nyusul Nama." terlihat kesedihan di raut wajahnya Risa."Maafin Papa, Sayang, Papa sangat menyangangimu melebihi apa pun. Kamu dan Mama punya kedudukan yang sama di hati Papa." Hendi mengelus rambut putri semata wayangnya dengan sayang."Nanti pulang sekolah, Papa jemput, ya?""Eh, nggak usah, Pa.""Kenapa?"