"Raka mau Mama sama Papa nikah! Pokoknya Papa-Mama hayus nikah. Hayus!!" ujar Raka merengek membuat Lia tertegun dan kepikiran.Anaknya itu, baru juga Lia pulang dan kelelahan, tapi malah disambut dengan tuntutan.Berjongkok menamai tinggi Raka, Lia kemudian meletakkan kedua telapak tangannya di atas bahu Raka. "Sayang, Mama sudah menikah dengan Papa. Itulah mengapa Raka bisa lahir di dunia ini."Raka menyimak dan memikirkannya, meski kapasitas otaknya masih tak bisa menjangkaunya. Anak itu kemudian geleng-geleng kepala, karena berakhir tak mengerti juga dengan ucapan ibunya."Tidak! Mama bohong! Pokoknya Raka mau Mama nikah sama Papa!!" ujar Raka yang teringat ucapan Davin dan menjadikan itu jawaban untuk ketidakmengertiannya."Mama hayus nikah!!" teriak Raka yang kali ini sudah jadi histeris.Lia bingung, tapi saat menatap ke depan tak jauh dari mereka ada Davin yang menatap sambil tersenyum mengejek. Lia jadi paham sekarang, dia mengerti itu semua pasti perbuatan Davin."Mama!!" te
Meskipun dipaksa dan memaksa, Lia dan Davin tetap pergi honeymoon ke Bali. Berdua tanpa Raka. Mereka menghabiskan waktu bersama yang sudah pasti diisi dengan pertengkaran dan hanya hinaan. Tak ada kemesraan ataupun keromantisan."Kau mau menjadi jala*g dengan hanya memakai itu?!" geram Davin tak suka dengan baju yang Lia kenakan."Aku sudah jadi jala*g di matamu, kenapa masih repot untuk memperingatkanku!" balas Lia dengan ketus.Sepertinya kesabaran Lia cuma selembar tisu, sejak bertemu kedua orang tuanya dan ditolak kembali. Sehingga dia terus saja mau meladeni adu bacot Davin yang kini kembali menjadi suaminya."Kau memang jala*g!" geram Davin sambil menarik pergelangan tangan Lia, membuat tubuh mungil wanita itu harus terhempas lalu menabrak dada bidang Davin. "Tapi kau hanya jala*gku!"Lia membuang muka, tak sudi menatap Davin. "Brengs*k, kau bajin*n!!""Tutup mulutmu, Lia! Jangan membuatku lebih marah atau murka!" peringat Davin sambil menekan Lia.Tak takut, Lia kembali menyera
Davin menggandeng Lia sepanjang pulang, dia tak melepaskannya meski hanya sekejap. Entahlah, apa yang sudah pria itu pikirkan, tapi satu hal dia sudah begitu saat melihat seorang pria tampan mengajak Lia bicara. Padahal pria itu hanya orang asing yang kebetulan lewat dan menanyakan sesuatu. Namun Davin malah memanas seperti tengah memergoki Lia berselingkuh."Cih, berani sekali kau tersenyum padanya, dasar wanita penggoda! Sadar Lia, sadar! Kau sudah punya suami!" geram Davin menggerutu sambil meremas telapak tangan Lia. Tak tahu saja jika yang dia lakukan lumayan membuat Lia kesakitan."Terus kamu mau aku cemberut, pasang muka ketus sama kayak kamu?" sarkas Lia kesal."Tidak sopan. Kamu masih pake kamu-kamu, dengar Lia aku lebih tua darimu, 7 tahun Lia!" dengus Davin memperparah masalah diantara mereka.Namun Lia malah tersenyum dengan senyuman yang jelas sangat dipaksakan. "Baiklah. Maafkan aku Pak Davin, aku hampir saja melupakan status diantara kita!""Dan sekarang pun kau melupak
Lia mengecup kening Raka lalu mengusap pipi gembulnya. Sudah seminggu lebih dia tak melihat anaknya itu dan Lia sangat merindukannya, tapi karena sekarang Raka sudah tertidur, Lia juga tak bisa mengganggunya. Dia tak mau membangun Raka. Masih ada hari esok dan Lia tak mau jadi ibu yang egois.Sehingga dia hanya menatap lama Raka, kemudian setelah merasa cukup dia kembali ke kamarnya, atau tepatnya kamar yang juga pernah ditempati lima tahun yang lalu.Clek!Lia menatap sekitar lalu menyadari tak ada yang berbeda. "Bagaimana tempat ini masih tertata dengan baik dan sama seperti dulu ...."Lia terus memperhatikan sekitarnya, lalu karena gerah dan juga lelah, Lia memutuskan untuk mandi. Berendam sekitar sepuluh menit lebih, lalu mengguyur tubuhnya dengan udara dingin di shower. Wanita itu berberes mengerikan tubuh dengan handuk dan serangkaian proses lainnya.Klek!!Lia membuka pintu kamar mandi dan menemukan suami yang jahat itu tengah menjulang tinggi, berdiri tepat dihadapannya."Kena
"Mama!"Panggilan itu membuat Lia sontak terbangun dari tidurnya. Menemukan sang buah hati sudah berdiri di depannya."Aaarrgghh!"Namun tidak lama karena dari belakang Raka ada Davin ayah dari anaknya itu. Datang lalu menarik anaknya dan menggendongnya."Nakal kamu, ya! Papa bilang jangan ganggu Mama," ujar Davin, tapi pria itu bukannya marah melainkan gemas dengan Raka. Dia bahkan tak segan mengecup pipinya dan berputar-putar dengan Raka sebelum kemudian membawa Raka jatuh ke sisi tempat tidur yang kosong."Lagi! Raka mau lagi Papa!" ujar si kecil malah keasikan dan mengulurkan tangan mengajak sang ayah bermain.Rindunya pada Lia menguap entah kemana, tapi mungkin Raka cuma keasikan sampai melupakannya. Melihat itu Lia bersikap positif, lalu bangkit dan duduk di atas tempat tidur."Ayo, kemarilah anak nakalnya Papa!" ujar Davin meladeni Raka.Dia tak ada lelahnya, ataupun mengeluh, pria itu bahkan sangat menikmati bermain dengan si kecil yang super aktif. Sampai kemudian Lia melerai
Davin berangkat kerja bersama Lia, dan kali ini mereka tak lagi menitipkan anak itu karena Amel mengusulkan untuk menjaga cucunya sendiri. Wanita paruh baya tidak keberatan, dan justru dia senang karena ada kegiatan serta bisa menghabiskan waktu dengan sang cucu.Namun kali ini tak seperti yang biasa dilakukan Davin, dia mengemudikan mobilnya tanpa sengaja berhenti di tengah jalan untuk menurunkan Lia sama sekali."Berhenti!" Tiba-tiba Lia yang justru mengatakan hal demikian.Davin mengerutkan keningnya bingung, tapi saat menemukan indomaret di tepi jalan pria itu berpikir Lia ingin mampir ke sana sebentar. Sehingga pria itupun menurut dan menepikan mobilnya.Namun alih-alih masuk ke indomaret setelah turun dari mobil, Lia malah menghampiri ojek dan naik itu secara tak terduga. Davin syok dan tak percaya, tapi di saat yang sama karena dia tak ikut keluar, Davin jadi tak bisa mencegah Lia."Sial!!" geram Davin mengumpat dengan keras. "Apa yang diinginkan wanita itu? Beraninya dia melak
Lia memaksakan diri untuk pulang dari rumah sakit hari itu juga, tanpa siapapun yang bisa melarangnya termasuk Dokter. Davin sungguh sangat kesal karenanya, tapi dia pun tak berdaya melawan keras kepalanya Lia. Bukannya diam saja tanpa mencegah, Davin bahkan sudah mengancam dan mengomeli Lia habis-habisan, tapi hasilnya percuma saja."Kamu di mana?!" tanya Davin panik saat menemukan kamar Lia kosong. Tentu saja karena wanita itu sudah kabur."Di rumah," jawab Lia dengan suara menahan sakit.Davin menghela nafasnya kasar, dia sedikit lega, tapi di saat yang bersamaan juga dia menjadi lebih khawatir. Wanita itu baru saja mengalami kecelakaan, entah bagaimana kronologi lengkapnya, tapi saat Davin menemukannya di rumah sakit, kepalanya sudah diperban dan dari siku sampai pergelangan tangan ada luka memar yang disertai lebam yang membiru.Lalu yang katanya mau beristirahat, tapi saat Davin meninggalkannya sebentar untuk kepentingan yang mendesak, ketika kembali Davin malah tak menemukan Li
Amel menemui Lia di kamarnya dan membawakan sesuatu untuk dimakan sebelum minum obat. Meletakkannya di nakas, lalu saat menyadari waktunya sudah tepat untuk makan Amel dengan ragu membangunkan Lia.“Bangunlah sayang, Mama bawakan makanan dan juga obatmu,” ujar Amel sambil mengusap ringan bahu menantunya.Tak butuh lama, Lia pun bangun dan menemukan ibu mertuanya di sana. “Aku bisa sendiri,” ujar Lia saat Amel hendak membantu duduk.Wanita itu memang sedikit meringis kesakitan, wajar saja karena mana mungkin baru saja kecelakaan, meski sudah berobat, tapi langsung sembuh. Dia masih merasa tubuhnya remuk dan persendiannya ngilu. Sekarang Lia bahkan merasa dirinya akan demam.“Kamu baik-baik saja, Nak. Atau mau Mama memanggilkan dokter?” tanya Amel perhatian."Tidak perlu dan tolonglah Mama jangan memanjakan aku seperti dulu, aku sudah biasa sendiri dan ah ya yang harus Mama tahu juga, aku juga tidak akan bertahan lama menjadi cucu Mama!" tegas Lia membuat Amel bingung.“Apa maksudmu Lia
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku
Lia masuk ke kamarnya saat Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Pria itu tak mengenakan apapun selain selembar handuk yang melingkari pinggang sampai lututnya. Melihat itu Lia segera meneguk ludahnya kasar, sambil kemudian dengan cepat meletakkan nampan makanan di atas meja.Davin tersenyum menyeringai, gemas melihat aksi salah tingkah istrinya. "Kamu masih aja kayak anak perawan, masa kamu masih nggak biasa gitu sih ngeliatin aku yang seperti ini?""Ch, apaan sih Mas?!" Lia memelototi Davin dengan tajam."Padahal udah bulat gitu loh, perut kamu Sayang," ujar Davin melanjutkan dan menggoda istrinya."Udah! Jangan bicara lagi. Lebih baik pakai sana pakaian kamu Mas, atau mau masuk angin saja nanti?!" ujar Lia memperingatkan, sambil kemudian buang muka.Davin mengangguk patuh, tapi kemudian dia malah bicara dengan sesuatu yang membuat Lia jengkel. "Baju aku nggak ada, Sayang ..
Davin terbangun lebih dahulu dan menemukan Lia pulas dalam pelukannya. Pria itu lantas tersenyum lalu mendaratkan kecupannya. Sayangnya hal itu malah membuat Lia istrinya terganggu dan bahkan terbangun."Mas ....""Iya, Sayang," jawab Davin dengan lembut sambil mengusap pipinya Lia, kemudian beralih pada perut istrinya yang lumayan buncit karena hamil itu."Kamu kok masih disini, nanti mama dan Kiandra tahu bagaimana?" tanya Lia sedikit khawatir sambil dirinya berupaya bangkit dibantu Davin yang sigap untuk duduk. Wanita itu memang agak kesulitan melakukan hal semacam itu sekarang, tapi bukan hal yang aneh, itu hal yang biasa yang dialami ibu hamil."Tidak akan kenapa-napa Sayang. Tidak akan ada yang tahu aku di sini dan lagipula semalam kamu juga tidak lupa mengunci pintunya bukan?" jawab Davin menenangkan Lia supaya tak panik."Aku tahu, tapi ... hm, Mas maafkan aku, maafkan ke
Kiandra pulang dengan wajah kusutnya, tapi sepertinya itu bukan karena kurang tidur atau karena harus menjaga ayahnya semalaman di rumah sakit. Hal itu bahkan tak pernah jadi masalah untuknya, meski letih dan lelahnya cukup menguras tenaganya."Kamu kenapa, Kiandra?" ujar Lia bertanya, karena merasakan perbedaan pada adiknya itu.Menghela nafasnya kasar, Kiandra menggelengkan kepalanya. Kemudian menghampiri rak gelas dan mengambil salah satu gelas, mengisinya dengan air minum kemudian meneguknya."Apa kamu punya masalah, kamu bisa ceritakan padaku Kia. Aku kakakmu, siap berbagi masalah denganmu!" tegur Lia dengan serius.Wanita itu cukup peka akan sesuatu yang diperlihatkan oleh tatapan adiknya yang tidak bisa ditutupi."Jangan cemaskan aku dan menikah dengan Kak--" Kiandra terlihat meneguk ludahnya kasar sebelum kemudian dia melanjutkan ucapannya dengan segera. "Kak Alsen secepa