Share

Bab 4

Author: Kiki Ryu
last update Last Updated: 2021-06-22 17:46:42

Valeri tengah duduk di counter dapur, mengamati Joshua yang sedang memotong daging dengan sangat terampil lalu memasakknya di atas penggorengan bersama beberapa siung bawang putih dan rosemary, saat ia bertanya;

"Josh, apakah vampir juga jatuh cinta?"

Pria itu menengadah, berpikir sejenak sebelum menjawab, "ya, aku juga memiliki kekasih. Kami bisa jatuh cinta pada siapa saja. Pada sesama jenis sekalipun."

"Benarkah?"

Joshua mengangguk, memindah potongan daging yang telah matang ke atas piring lalu meletakkan itu di meja untuk Valeri santap.

"Tapi aku tidak mengerti dengan Lord Luke," tuturnya kemudian.

"Memangnya ada apa dengannya?"

"Kontrak darah itu seharusnya tidak sampai dengan janji untuk menikahimu. Seharusnya dengan menghisap darahmu saja sudah cukup."

"Huh?" Kedua mata sabit Valeri membola. Jadi, semua itu tidak perlu? Lalu, jika demikian, untuk apa selama ini Luke mengumbar janji akan menjadikan Valeri sebagai pengantinnya?

"Vampir memang diperbolehkan berhubungan intim dengan manusia sesekali, tetapi vampir dilarang jatuh cinta kepada manusia."

Seketika itu, Valeri urung memakan potongan daging yang sudah berada di depan mulutnya. Ia meletakkannya kembali ke piring. Rasanya, ada sesuatu yang menohok ulu hatinya. Fakta bahwa Luke tidak mungkin jatuh cinta kepadanya telah menyakiti relung hatinya. Valeri memang selalu dibuat marah saat melihat wajah Luke yang memiliki ketampanan tidak rasional, tetapi ia tetaplah gadis berhati rapuh. Setelah diperhatikan sebanyak itu, bagaimana mungkin Valeri tidak jatuh hati padanya?

Pada vampir yang telah membeli jiwanya.

"Untukmu saja. Aku tidak berselera." Valeri mendorong kembali piringnya, membuat Joshua mengernyit heran. Namun sebagai bawahan Luke, ia memilih tidak ikut campur dengan bertanya lebih kepada Valeri. 

Ia hanya berdiri mematung, mengamati Valeri yang beranjak pergi dari dapur.

***

Sudah dua hari Valeri mengabaikan Joshua. Dua hari pula ia tidak pergi ke sekolah dan memilih mengurung diri di kamar. Joshua sudah berulang kali membujuknya dari balik pintu, tetapi Valeri justru menyuruhnya pergi. Jadi untuk kesekian kalinya, Joshua kembali menuruni tangga dengan raut kecewa.

"Apa yang terjadi?"

Luke datang melewati portal teleportasi berupa bercikan bara api. Langkahnya langsung tertuju pada Joshua yang membawa turun nampan dengan sajian utuh tak tersentuh.

"Sejak kepergian Lord, Nona mengunci diri di kamar dan menyuruh saya berhenti menyajikan makanan," jawab Joshua apa adanya.

"Ck! Pergilah. Aku akan mengurusnya." Luke berdecak kesal. 

Setelah memerintah Joshua agar pergi, ia buru-buru menuju kamar Valeri. Menembus pintunya dalam sekali langkah.

"Ada apa denganmu?"

Valeri tak berkutik meski suara husky itu membuat hatinya bergetar. Ia sedih, sangat. Dari seluruh makhluk di dunia, hanya Luke yang dia miliki. Satu-satunya sosok yang ia percayai dan yang tak mungkin mengkhianati dirinya, dan yang membuatnya hidup bahagia tanpa penderitaan selama setahun ini. Yah, walau saat fase bulan mati ia tetap menderita, sih.

Luke naik ke atas ranjang, mengusap lengan atas Valeri lalu mengecup lembut pipinya. "Apakah istriku sedang merajuk?"

Valeri berdecak. Ingin rasanya ia tarik gigi taring Luke hingga terputus. Biar dia tahu rasa. Valeri kesal. Sebutan istri kini terdengar semakin menjengkelkan di telinganya.

"Pergi." Ia berujar parau. Semalaman menangis membuat suaranya nyaris habis. 

Tetapi Luke tidak pergi, ia justru menggelitiki tubuh Valeri hingga gadis itu menggelinjang kegelian. Dalam tawa ia masih merasa sangat kesal. Itu juga yang membuatnya mendorong tubuh Luke sekuat tenaga lalu menduduki perutnya. Memukuli dada bidangnya penuh dendam yang membara.

"Pergi! Pergi! Pergi! Aku membencimu! Luci jelek!!"

Luke tertawa keras. Yang paling lucu dari Valeri adalah eyeliner yang meleleh mengotori wajahnya. Menjadikan pipi putihnya menghitam. Astaga! Perut Luke bisa kram jika terus tertawa seperti ini.

"Berhenti menertawaiku, brengsek!!" Valeri mendengkus sebal. Heran saja, dari sekian banyak vampir di dunia, kenapa harus Luke yang terpanggil olehnya?

"Ah, sudahlah. Ini hari minggu. Apa kau tidak ingin keluar jalan-jalan?" Luke terengah-engah dalam kalimatnya. Tapi kata jalan-jalan itu sepertinya memang cukup menggoda untuk Valeri.

Buktinya, meskipun masih dengan bibir mengerucut seperti bebek, Valeri sudah tidak memukuli dada Luke lagi. Kini, dua tangannya terlipat di dada.

"Dengan syarat."

Bibir cemberut Valeri dicubit oleh Luke, membuat gadis itu reflek memukul tangan besarnya. Namun kemudian tersenyum misterius saat Luke bertanya, "syarat apa?"

"Kau harus menuruti semua kemauanku."

Yah, tidak sulit. Luke bisa melakukan banyak hal. Ia hanya perlu menjetikkan jari beberapa kali dan semua akan beres. Sebagai gantinya, Valeri harus siap disedot habis darahnya -lagi. Menarik.

Luke menawarkan jemari kelingkingnya. "Setuju." 

***

Atau mungkin tidak. Luke rasa ia harus menyesali persetujuannya sendiri. Kini harga dirinya sebagai vampir tidak lagi direndahkan oleh Valeri, namun juga di ludahi, diremas, dan dibuang ke tong sampah.

Bagaimana tidak? Memakaikan bando bertelinga kucing dan membelikan Luke gula-gula besar di taman hiburan rupanya tak cukup untuk Valeri. Kini, Luke dihadapkan dengan sesuatu yang membuatnya menelan ludah susah payah.

Roler Coaster.

"Aku pulang saja." Luke berbalik, hendak kabur secepat mungkin namun Valeri menarik celananya hingga nyaris melorot, membuatnya berdecak kesal.

"Jangan katakan calon raja vampir takut pada Roler Coaster," tutur Valeri merendahkan.

"What? Aku takut menaikinya? Haha! Jangan bercanda, Val." Luke bertolak pinggang. Tidak terima jika harus mengorbankan harga dirinya sekali lagi.

Valeri menatapnya lekat, kedua tangannya terlipat di dada, dan satu kakinya mengetuk-ketuk tanah. Seakan tidak sabar, atau tengah menikmati pemandangan dimana Luke sedang bergelut dengan harga dirinya.

"Ok! Ayo naik! Akan kubuktikan bahwa aku tidak takut!" Detik selanjutnya, gadis yang tampak santai dan trendi dengan sepasang celana dan jaket jeans serta kombinasi kaos dan sepatu putih di tarik tangannya oleh Luke. Diarahkan ke wahana yang bagi Luke mengerikan itu.

"AAAAARRRGGGHHHH!!! IBUUU!!! AKU MATIIII!!! AAAAARRRGGGHHH!!!"

"HAHAHAHA!!" Valeri tak henti-hentinya tertawa hingga kerongkongannya mengering. Sedari tadi ia mengamati Luke yang memejamkan mata dan berteriak heboh karena ketakutan.

Sementara Valeri sendiri tak memiliki ketakutan sedikitpun pada wahana ini. Dulu, keluarganya adalah pemilik taman hiburan terbesar di New York. Jika tengah sedih atau marah, Valeri akan menaiki Roler Coaster dan berteriak sekencang-kencangnya. Dengan begitu, paling tidak sedikit bebannya akan terangkat.

Selepas bermain Roler Coaster, Luke tidak dapat menahan diri untuk tidak muntah-muntah. Valeri bahkan harus memijat tengkuknya.

"Vampir payah." Valeri menggumam.

"Diamlah, pendek."

"Aku tidak pendek!"

Luke menoleh sengit, mengusap permukaan bibirnya dengan lengan jaket jeans serupa milik Valeri lalu menegakkan tubuh yang sempat membungkuk. Ah, mereka tampak serasi dengan pakaian senada. Seakan sepasang kekasih yang sesungguhnya.

"Lalu jika bukan pendek, apa? Kerdil?" Luke memperpendek jaraknya dengan Valeri, membuat gadis berukuran 160 cm itu mendengus karena harus mendongak. Hey, Luke itu hampir dua meter, by the way.

"Ingat janjimu? Kau harus menuruti semua keinginanku."

Luke berdecak kesal. Ia paling lemah jika soal keinginan Valeri. "Kali ini kau mau apa lagi?"

Dalam satu lompatan, Valeri naik ke punggung Luke. Nyaris saja pria jangkung itu oleng karena tidak siap. Namun saat Valeri memeluk lehernya, Luke tersenyum hangat.

"Gendong aku sampai rumah," titah Valeri, dan Luke mengabulkannya.

***

Related chapters

  • BLOOD INTIMATE   Bab 5

    Luke menepati janjinya. Ia baru saja menurunkan Valeri dari gendongannya saat ruang tamu mewah bernuansa putih gading dihuni sosok yang terlihat kontras dengan pakaian yang ia kenakan.Gaun hitam sepaha yang kepalang seksi, memamerkan kaki jenjang, dan gelombang di berbagai tempat. Luke mengernyit melihat sosok cantik bersurai silver itu tersenyum ke arahnya."Kenapa kau ada disini?" Luke bernada dingin. Sementara Valeri menatap bingung diantara dua orang itu bergantian. Merasa tidak mengenal si gadis bersurai perak tersebut. Namun melihat reaksi Luke, bisa Valeri pastikan gadis cantik ini bukanlah manusia.Gadis itu mengamati kuku-kuku panjangnya yang diwarnai semerah darah. "Ibu menyuruhku mengawasimu. Jadi aku akan tinggal disini bersama kalian."Luke menggulir bola matanya. "Kembalilah. Bilang pada ibu bahwa itu tidak perlu." Kemudian menarik tangan Valeri, membawanya masuk ke bagian rumah yang lebih inti. Namun saat sampai di ruang tengah, gadis bers

    Last Updated : 2021-06-23
  • BLOOD INTIMATE   Bab 6

    Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana tidak ada Luke disepanjang mata Valeri memandang. Itupun tentu karena titah Valeri sendiri. Pernah dulu sekali, Luke mengekori Valeri hingga ke sekolah dan berakhir ditegur oleh guru. Kedua kalinya, memang guru tak lagi dapat melihat Luke meski vampir itu berdiri di depannya. Hanya saja, itu membuat Valeri merasa terganggu. Jadi dengan iming-iming seteguk darah kehidupannya, Valeri meminta Luke agar hanya mengantar jemputnya saja. Tak perlu sampai mengekorinya di sekolah. Hari ini, saat jam makan siang, Valeri memilih menghabiskan waktu di perpustakaan. Ujian tinggal menghitung hari, ia tidak ingin kehabisan waktu untuk belajar. Jika ia lulus dengan nilai bagus, Luke berjanji akan menuruti apapun keinginannya tanpa imbalan darah. Itu menggiurkan, kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan. "Hai, boleh aku duduk di sini?" Seorang pemuda tampan tersenyum hangat saat Valeri mengangkat wajahnya, mencamoakkan buku yang

    Last Updated : 2021-07-24
  • BLOOD INTIMATE   Bab 1

    Valeri pernah berekspektasi bahwa vampir sangatlah menakutkan. Namun itu tak pernah menyurutkan tekatnya untuk memanggil salah satu dari mereka. Hidup bersama ibu tiri membuatnya lelah. Setiap hari biru di tubuhnya bertambah, entah saat ia berbuat salah maupun tidak. Selalu saja, wanita yang dinikahi ayahnya lima tahun lalu itu memiliki sejuta alasan untuk mendukung tindak asusilanya. Sementara sang ayah telah lebih dulu dipanggil sang kuasa. Membuat ibu dan dua saudara tirinya semakin merajalela.Malam ini, langit begitu pekat tanpa sinar rembulan. Gulita menyelimuti kamar besar Valeri. Usia gadis baru genap 18 tahun. Dua hari yang lalu, ia baru saja mendapatkan hak atas semua harta warisan ayahnya. Dan hari itu pula yang ditunggu-tunggu ibu tirinya. Valeri diam dalam ketidakberdayaan. Memendam segala yang ia ketahui untuk diri sendiri. Pernah beberapa kali ingin mengakhiri hidup dengan cara terkeji, namun ia kembali teringat ayahnya dan itu menahan keinginannya untuk mati.

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 2

    Pagi ini Valeri sambut dengan gigil yang merundung diri laksana derai hujan memeluk bumi. Selalu seperti ini setelah darah dalam tubuhnya terkuras habis. Ia meringkuk memeluk diri, di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga seleher. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya biru, nyaris menghitam.Suara pintu terbuka menginterupsi, Luke datang membawa nampan berisi steak daging sapi yang bisa ditafsir seberat satu kilogram. Juga seteko tinggi susu murni. Valeri menggerakkan hidungnya. Mengendus aroma makanan yang sangat ia butuhkan saat ini."Morning." Suara husky menyapa lembut di telinga. Valeri lekas-lekas bangun. Tanpa basa-basi merampas isi nampan. Melahap rakus menu sarapan paginya."Pelan-pelan." Luke mengambil tisu, lalu mengusap dagu Valeri yang dikotori saus dan minyak dari steak.Tangan lentik yang bergetar itu beralih pada teko tinggi yang dipenuhi cairan putih. Menenggaknya cepat-cepat sambil me

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 3

    "Ini yang kau sebut es krim?" Valeri terlihat kesal, menanyakan itu sembari menunjukkan sebuah es krim yang sudah tidak berbentuk kepada Luke.Pria jangkung tampak acuh, duduk meluruskan kaki di atas meja dan menengok acara televisi."Yang penting cokelatnya baik-baik saja. Bukankah itu yang kau inginkan? Berhentilah mengomel seperti ibu hamil. Kita bahkan belum pernah melakukannya." Ucapan Luke membuat Valeri bermimik mengejek."Raja vampir apanya. Belanja saja tidak becus." Valeri menggerutu.Luke bukannya tidak mendengar gerutu Valeri yang mengolok dirinya, ia mengabaikan gadis itu. Pikirannya sedang tidak di sini, melainkan memikirkan saudara termudanya yang bernama Sean. Seorang yang sialnya tidak memiliki tata krama kepada yang lebih tua.Sepertinya Luke harus menemuinya dan memberinya sedikit pelajaran sebagai pembalasan atas penyerangan yang Sean lakukan beberapa waktu lalu."Val?" Luke menoleh, tatapannya lekat pada gadis mungil yan

    Last Updated : 2021-06-22

Latest chapter

  • BLOOD INTIMATE   Bab 6

    Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana tidak ada Luke disepanjang mata Valeri memandang. Itupun tentu karena titah Valeri sendiri. Pernah dulu sekali, Luke mengekori Valeri hingga ke sekolah dan berakhir ditegur oleh guru. Kedua kalinya, memang guru tak lagi dapat melihat Luke meski vampir itu berdiri di depannya. Hanya saja, itu membuat Valeri merasa terganggu. Jadi dengan iming-iming seteguk darah kehidupannya, Valeri meminta Luke agar hanya mengantar jemputnya saja. Tak perlu sampai mengekorinya di sekolah. Hari ini, saat jam makan siang, Valeri memilih menghabiskan waktu di perpustakaan. Ujian tinggal menghitung hari, ia tidak ingin kehabisan waktu untuk belajar. Jika ia lulus dengan nilai bagus, Luke berjanji akan menuruti apapun keinginannya tanpa imbalan darah. Itu menggiurkan, kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan. "Hai, boleh aku duduk di sini?" Seorang pemuda tampan tersenyum hangat saat Valeri mengangkat wajahnya, mencamoakkan buku yang

  • BLOOD INTIMATE   Bab 5

    Luke menepati janjinya. Ia baru saja menurunkan Valeri dari gendongannya saat ruang tamu mewah bernuansa putih gading dihuni sosok yang terlihat kontras dengan pakaian yang ia kenakan.Gaun hitam sepaha yang kepalang seksi, memamerkan kaki jenjang, dan gelombang di berbagai tempat. Luke mengernyit melihat sosok cantik bersurai silver itu tersenyum ke arahnya."Kenapa kau ada disini?" Luke bernada dingin. Sementara Valeri menatap bingung diantara dua orang itu bergantian. Merasa tidak mengenal si gadis bersurai perak tersebut. Namun melihat reaksi Luke, bisa Valeri pastikan gadis cantik ini bukanlah manusia.Gadis itu mengamati kuku-kuku panjangnya yang diwarnai semerah darah. "Ibu menyuruhku mengawasimu. Jadi aku akan tinggal disini bersama kalian."Luke menggulir bola matanya. "Kembalilah. Bilang pada ibu bahwa itu tidak perlu." Kemudian menarik tangan Valeri, membawanya masuk ke bagian rumah yang lebih inti. Namun saat sampai di ruang tengah, gadis bers

  • BLOOD INTIMATE   Bab 4

    Valeri tengah duduk di counter dapur, mengamati Joshua yang sedang memotong daging dengan sangat terampil lalu memasakknya di atas penggorengan bersama beberapa siung bawang putih dan rosemary, saat ia bertanya;"Josh, apakah vampir juga jatuh cinta?"Pria itu menengadah, berpikir sejenak sebelum menjawab, "ya, aku juga memiliki kekasih. Kami bisa jatuh cinta pada siapa saja. Pada sesama jenis sekalipun.""Benarkah?"Joshua mengangguk, memindah potongan daging yang telah matang ke atas piring lalu meletakkan itu di meja untuk Valeri santap."Tapi aku tidak mengerti dengan Lord Luke," tuturnya kemudian."Memangnya ada apa dengannya?""Kontrak darah itu seharusnya tidak sampai dengan janji untuk menikahimu. Seharusnya dengan menghisap darahmu saja sudah cukup.""Huh?" Kedua mata sabit Valeri membola. Jadi, semua itu tidak perlu? Lalu, jika demikian, untuk apa selama ini Luke mengumbar janji akan menjadikan Valeri sebagai penganti

  • BLOOD INTIMATE   Bab 3

    "Ini yang kau sebut es krim?" Valeri terlihat kesal, menanyakan itu sembari menunjukkan sebuah es krim yang sudah tidak berbentuk kepada Luke.Pria jangkung tampak acuh, duduk meluruskan kaki di atas meja dan menengok acara televisi."Yang penting cokelatnya baik-baik saja. Bukankah itu yang kau inginkan? Berhentilah mengomel seperti ibu hamil. Kita bahkan belum pernah melakukannya." Ucapan Luke membuat Valeri bermimik mengejek."Raja vampir apanya. Belanja saja tidak becus." Valeri menggerutu.Luke bukannya tidak mendengar gerutu Valeri yang mengolok dirinya, ia mengabaikan gadis itu. Pikirannya sedang tidak di sini, melainkan memikirkan saudara termudanya yang bernama Sean. Seorang yang sialnya tidak memiliki tata krama kepada yang lebih tua.Sepertinya Luke harus menemuinya dan memberinya sedikit pelajaran sebagai pembalasan atas penyerangan yang Sean lakukan beberapa waktu lalu."Val?" Luke menoleh, tatapannya lekat pada gadis mungil yan

  • BLOOD INTIMATE   Bab 2

    Pagi ini Valeri sambut dengan gigil yang merundung diri laksana derai hujan memeluk bumi. Selalu seperti ini setelah darah dalam tubuhnya terkuras habis. Ia meringkuk memeluk diri, di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga seleher. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya biru, nyaris menghitam.Suara pintu terbuka menginterupsi, Luke datang membawa nampan berisi steak daging sapi yang bisa ditafsir seberat satu kilogram. Juga seteko tinggi susu murni. Valeri menggerakkan hidungnya. Mengendus aroma makanan yang sangat ia butuhkan saat ini."Morning." Suara husky menyapa lembut di telinga. Valeri lekas-lekas bangun. Tanpa basa-basi merampas isi nampan. Melahap rakus menu sarapan paginya."Pelan-pelan." Luke mengambil tisu, lalu mengusap dagu Valeri yang dikotori saus dan minyak dari steak.Tangan lentik yang bergetar itu beralih pada teko tinggi yang dipenuhi cairan putih. Menenggaknya cepat-cepat sambil me

  • BLOOD INTIMATE   Bab 1

    Valeri pernah berekspektasi bahwa vampir sangatlah menakutkan. Namun itu tak pernah menyurutkan tekatnya untuk memanggil salah satu dari mereka. Hidup bersama ibu tiri membuatnya lelah. Setiap hari biru di tubuhnya bertambah, entah saat ia berbuat salah maupun tidak. Selalu saja, wanita yang dinikahi ayahnya lima tahun lalu itu memiliki sejuta alasan untuk mendukung tindak asusilanya. Sementara sang ayah telah lebih dulu dipanggil sang kuasa. Membuat ibu dan dua saudara tirinya semakin merajalela.Malam ini, langit begitu pekat tanpa sinar rembulan. Gulita menyelimuti kamar besar Valeri. Usia gadis baru genap 18 tahun. Dua hari yang lalu, ia baru saja mendapatkan hak atas semua harta warisan ayahnya. Dan hari itu pula yang ditunggu-tunggu ibu tirinya. Valeri diam dalam ketidakberdayaan. Memendam segala yang ia ketahui untuk diri sendiri. Pernah beberapa kali ingin mengakhiri hidup dengan cara terkeji, namun ia kembali teringat ayahnya dan itu menahan keinginannya untuk mati.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status