Share

Bab 6

Author: Kiki Ryu
last update Last Updated: 2021-07-24 13:51:13

Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana tidak ada Luke disepanjang mata Valeri memandang. Itupun tentu karena titah Valeri sendiri. Pernah dulu sekali, Luke mengekori Valeri hingga ke sekolah dan berakhir ditegur oleh guru. Kedua kalinya, memang guru tak lagi dapat melihat Luke meski vampir itu berdiri di depannya. Hanya saja, itu membuat Valeri merasa terganggu. Jadi dengan iming-iming seteguk darah kehidupannya, Valeri meminta Luke agar hanya mengantar jemputnya saja. Tak perlu sampai mengekorinya di sekolah.

Hari ini, saat jam makan siang, Valeri memilih menghabiskan waktu di perpustakaan. Ujian tinggal menghitung hari, ia tidak ingin kehabisan waktu untuk belajar. Jika ia lulus dengan nilai bagus, Luke berjanji akan menuruti apapun keinginannya tanpa imbalan darah. Itu menggiurkan, kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan.

"Hai, boleh aku duduk di sini?"

Seorang pemuda tampan tersenyum hangat saat Valeri mengangkat wajahnya, mencamoakkan buku yang sedang ia baca. Gadis itu mengenalnya. Mereka teman sekelas. Murid biasa saja, bukan dari kalangan paling pintar tapi pernah beberapa kali membelanya dari rundungan siswi-siswi. Yah, sebagian dari mereka hanya iri dengan wajah cantik Valeri. Sebagian lagi membenci karena Valeri memiliki tato di pergelangan tangannya. Seakan itu adalah sebuah label moral seorang gadis. Entahlah, mengapa hal seperti itu menjadi sesuatu yang penting untuk mereka.

"Hai, Jeffrey." Valeri membalas senyuman itu, menyelipkan anak rambut yang berantakan ke belakang telinga.

"Aku sedikit tidak mengerti dengan bagian ini. Bisakah kau membantuku?" Pemuda bernama Jeffrey menyodorkan buku Fisika, telunjuknya menunjuk ke bagian yang tidak ia mengerti.

Valeri mengernyit untuk beberapa saat, tengah berpikir. Tak lama kemudian ia berkata; "Sejujurnya aku juga tidak terlalu mengerti. Kita bisa mempelajarinya bersama jika kau mau."

"Kau tidak keberatan?"

Valeri menoleh, menatap pemuda yang duduk di sampingnya dengan kerutan dalam di dahi.

"Kenapa aku harus keberatan?"

Jeffrey mengendik bahu. "Hanya saja, kulihat kau lebih senang menyendiri daripada berkumpul dengan teman."

"Memang, sih." Wajah Valeri tertunduk sesaat, lalu kembali mendongak menatap Jeffrey. "Tapi kurasa tidak apa-apa jika denganmu. Lagipula kau selalu baik padaku."

Dan sejak itu, Jeffrey dan Valeri terlihat sering bersama di area sekolah. Terutama di jam-jam kosong dan waktu istirahat. Terkadang Jeffrey diam-diam membelikan Valeri susu strawberry kesukaannya. Bahkan menggandeng tangannya ketika berjalan di koridor sekolah. Dan hal itu pula yang membuat tatapan siswi-siswi yang membencinya semakin sengit.

***

Valeri baru selesai mengembalikan buku di rak perpustakaan saat ia hendak kembali ke kelas dan dihadang oleh tiga gadis lain. Pelakunya masih gadis yang sama dengan yang merundungnya beberapa hari yang lalu.

"Minggir." Valeri bernada dingin. Terbiasa hidup dengan vampir tidak berhati membuatnya tidak pernah takut dalam menghadapi banyak hall.

Sejujurnya saat sedang dirundungpun ia lebih banyak memilih tidak menganggapi apalagi menangis. Hanya saja, entah mengapa Jeffrey selalu datang membantunya seperti pahlawan kesiangan. Sayangnya, hari ini sepertinya pahlawan kesiangan itu tidak mungkin datang karena sejak tadi Valeri belum melihat pemuda itu di kelas.

"Hei, Jalang. Kau berkencan dengan Jeff, ya?" Kalimat pedas itu meluncur dari gadis bersurai pendek sebahu.

Valeri meliriknya sinis. "Bukan urusanmu."

Namun rupanya itu menyulut amarah gadis lainnya. Bahu Valeri didorong sehingga ia harus mundur selangkah.

"Sombong sekali kau! Kudengar kau yatim piatu yang kaya raya. Bagaimana caranya? Jangan-jangan rumor itu benar."

"Rumor?" Valeri mengerut dahi. Ia belum pernah mendengar rumor mengenai dirinya selain tentang perdikat 'nakal' karena memiliki tato.

"Jangan berlagak bodoh. Aku pernah melihatmu berciuman dengan pria dewasa yang setiap hari mengantar jemputmu. Katakan! Dia ayah gulamu, kan?"

Ah, jadi karena itu. Tidak perlu dijelaskan, Valeri tahu benar yang mereka maksud adalah Luke. Vampir kurang ajar yang kerap mencuri ciuman darinya. Kali ini, Valeri melipat kedua tangan di dada. Dengkusan panjang terdengar dari hidung mancungnya.

"Bagaimana jika kukatakan jika dia calon suamiku sekaligus vampir yang bisa menghisap darah kalian sampai habis?"

Valeri tahu ia akan berakhir ditertawai. Memangnya siapa yang akan percaya bahwa Luke seorang vampir? Tiba-tiba Valeri merasakan sakit yang teramat sangat karena rambutnya ditarik ke belakang. Pelakunya adalah gadis yang berdiri di tengah, rambutnya panjang, tapi wajahnya tak lebih cantik dari Valeri. Jika Valeri ingat, namanya adalah Jennie.

"Akh!!" Valeri memekik, kedua matanya terasa panas menahan pening di kepala. Ia ingin menangis rasanya.

"Rupanya kau bukan cuma penggoda, hm? Kau juga penipu! Vampir kau bilang? Kau pikir kami bodoh?"

Gadis bernama Jennie menarik paksa rambut Valeri. Mengabaikan gadis mungil itu menjerit kesakitan. Lalu ia menghempas tubuh mungil itu ke dalam gudang. Menguncinya di sana.

Namun siapa sangka, baru saja mereka bertiga selesai mengunci gudang dan berbalik, Jeffrey sudah ada di belakang mereka. Berdiri santai sembari mengantongi kedua tangan. Di mulutnya tersemat sebutir lolipop.

"Buka pintunya." Ia memerintah dengan suara tenang tanpa beban.

"Oh, Jeff... Maukah kau pulang bersamaku?" Jennie merangkul lengan Jeffrey. Sementara dua temannya yang lain saling membisikkan ketakutannya masing-masing.

"Kubilang, buka pintunya." Jeffrey mengulangi ucapannya. Namun kini dengan nada yang lebih dingin dari sebelumnya.

"Kenapa? Lebih baik kau ke rumahku saja." Jennie membelai pipi Jeffrey dengan telunjuknya. Membuat pemuda itu risih dan menepis tangannya.

"Berikan kuncinya padaku." Jeffrey merampas kunci yang sedari tadi digenggam oleh gadis lainnya. Jennie masih tidak gentar, menarik-narik lengan Jeffrey agar menjauhi pintu gudang namun justru ia sendiri yang terpelanting, jatuh tersungkur di lantai karena Jeffrey mendorongnya.

"Pergilah sebelum aku menghancurkan wajah cantik kalian."

Mendengar ancaman Jeffrey membuat Jennie merengut sebal. Dua temannya yang lain membantunya berdiri untuk segera menjauhi Jeffrey, sementara ia sendiri meronta tak terima. Ayolah, Jeffrey itu bukan hanya tampan, namun juga terkenal dengan pukulannya karena gelar sabuk hitam yang disandangnya. Gadis-gadis centil seperti mereka mana berani menentangnya?

***

Valeri masih menunduk, memegangi kepalanya yang terasa pening. Lututnya juga perih, terluka akibat menghantam lantai barusan.

"Ck! Darah ini akan sia-sia," desisnya getir melihat tetesan darah mengalir dari kulitnya yang robek.

Suara pintu yang terbuka menginterupsi. Membuat Valeri mendongak. Hatinya terasa lega melihat Jeffrey berdiri disana, melangkah mendekatinya lalu berlutut di hadapannya. Pemuda yang manis.

"Kau baik-baik saja?" Surai kelam Valeri yang berantakan perlahan disisir menggunakan jemari oleh Jeffrey. Sungguh, Valeri ingin menangis.

Bukan, bukan karena perundungan tadi adalah perkara berat. Itu hanya soal ringan yang sama sekali tidak ia takuti. Hanya saja, ia sempat berharap bahwa Luke akan datang untuknya. Bahwa Luke yang akan kembali menjadi pahlawannya. Tanpa pamrih, tanpa perjanjian, tanpa imbalan seteguk darah.

Andai Luke adalah manusia biasa seperti Jeffrey. Andai Luke bisa ia cintai tanpa luka yang mengancam di kemudian hari.

Ah, seandainya Loey manusia biasa seperti Lucas.

Related chapters

  • BLOOD INTIMATE   Bab 1

    Valeri pernah berekspektasi bahwa vampir sangatlah menakutkan. Namun itu tak pernah menyurutkan tekatnya untuk memanggil salah satu dari mereka. Hidup bersama ibu tiri membuatnya lelah. Setiap hari biru di tubuhnya bertambah, entah saat ia berbuat salah maupun tidak. Selalu saja, wanita yang dinikahi ayahnya lima tahun lalu itu memiliki sejuta alasan untuk mendukung tindak asusilanya. Sementara sang ayah telah lebih dulu dipanggil sang kuasa. Membuat ibu dan dua saudara tirinya semakin merajalela.Malam ini, langit begitu pekat tanpa sinar rembulan. Gulita menyelimuti kamar besar Valeri. Usia gadis baru genap 18 tahun. Dua hari yang lalu, ia baru saja mendapatkan hak atas semua harta warisan ayahnya. Dan hari itu pula yang ditunggu-tunggu ibu tirinya. Valeri diam dalam ketidakberdayaan. Memendam segala yang ia ketahui untuk diri sendiri. Pernah beberapa kali ingin mengakhiri hidup dengan cara terkeji, namun ia kembali teringat ayahnya dan itu menahan keinginannya untuk mati.

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 2

    Pagi ini Valeri sambut dengan gigil yang merundung diri laksana derai hujan memeluk bumi. Selalu seperti ini setelah darah dalam tubuhnya terkuras habis. Ia meringkuk memeluk diri, di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga seleher. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya biru, nyaris menghitam.Suara pintu terbuka menginterupsi, Luke datang membawa nampan berisi steak daging sapi yang bisa ditafsir seberat satu kilogram. Juga seteko tinggi susu murni. Valeri menggerakkan hidungnya. Mengendus aroma makanan yang sangat ia butuhkan saat ini."Morning." Suara husky menyapa lembut di telinga. Valeri lekas-lekas bangun. Tanpa basa-basi merampas isi nampan. Melahap rakus menu sarapan paginya."Pelan-pelan." Luke mengambil tisu, lalu mengusap dagu Valeri yang dikotori saus dan minyak dari steak.Tangan lentik yang bergetar itu beralih pada teko tinggi yang dipenuhi cairan putih. Menenggaknya cepat-cepat sambil me

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 3

    "Ini yang kau sebut es krim?" Valeri terlihat kesal, menanyakan itu sembari menunjukkan sebuah es krim yang sudah tidak berbentuk kepada Luke.Pria jangkung tampak acuh, duduk meluruskan kaki di atas meja dan menengok acara televisi."Yang penting cokelatnya baik-baik saja. Bukankah itu yang kau inginkan? Berhentilah mengomel seperti ibu hamil. Kita bahkan belum pernah melakukannya." Ucapan Luke membuat Valeri bermimik mengejek."Raja vampir apanya. Belanja saja tidak becus." Valeri menggerutu.Luke bukannya tidak mendengar gerutu Valeri yang mengolok dirinya, ia mengabaikan gadis itu. Pikirannya sedang tidak di sini, melainkan memikirkan saudara termudanya yang bernama Sean. Seorang yang sialnya tidak memiliki tata krama kepada yang lebih tua.Sepertinya Luke harus menemuinya dan memberinya sedikit pelajaran sebagai pembalasan atas penyerangan yang Sean lakukan beberapa waktu lalu."Val?" Luke menoleh, tatapannya lekat pada gadis mungil yan

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 4

    Valeri tengah duduk di counter dapur, mengamati Joshua yang sedang memotong daging dengan sangat terampil lalu memasakknya di atas penggorengan bersama beberapa siung bawang putih dan rosemary, saat ia bertanya;"Josh, apakah vampir juga jatuh cinta?"Pria itu menengadah, berpikir sejenak sebelum menjawab, "ya, aku juga memiliki kekasih. Kami bisa jatuh cinta pada siapa saja. Pada sesama jenis sekalipun.""Benarkah?"Joshua mengangguk, memindah potongan daging yang telah matang ke atas piring lalu meletakkan itu di meja untuk Valeri santap."Tapi aku tidak mengerti dengan Lord Luke," tuturnya kemudian."Memangnya ada apa dengannya?""Kontrak darah itu seharusnya tidak sampai dengan janji untuk menikahimu. Seharusnya dengan menghisap darahmu saja sudah cukup.""Huh?" Kedua mata sabit Valeri membola. Jadi, semua itu tidak perlu? Lalu, jika demikian, untuk apa selama ini Luke mengumbar janji akan menjadikan Valeri sebagai penganti

    Last Updated : 2021-06-22
  • BLOOD INTIMATE   Bab 5

    Luke menepati janjinya. Ia baru saja menurunkan Valeri dari gendongannya saat ruang tamu mewah bernuansa putih gading dihuni sosok yang terlihat kontras dengan pakaian yang ia kenakan.Gaun hitam sepaha yang kepalang seksi, memamerkan kaki jenjang, dan gelombang di berbagai tempat. Luke mengernyit melihat sosok cantik bersurai silver itu tersenyum ke arahnya."Kenapa kau ada disini?" Luke bernada dingin. Sementara Valeri menatap bingung diantara dua orang itu bergantian. Merasa tidak mengenal si gadis bersurai perak tersebut. Namun melihat reaksi Luke, bisa Valeri pastikan gadis cantik ini bukanlah manusia.Gadis itu mengamati kuku-kuku panjangnya yang diwarnai semerah darah. "Ibu menyuruhku mengawasimu. Jadi aku akan tinggal disini bersama kalian."Luke menggulir bola matanya. "Kembalilah. Bilang pada ibu bahwa itu tidak perlu." Kemudian menarik tangan Valeri, membawanya masuk ke bagian rumah yang lebih inti. Namun saat sampai di ruang tengah, gadis bers

    Last Updated : 2021-06-23

Latest chapter

  • BLOOD INTIMATE   Bab 6

    Sekolah adalah satu-satunya tempat dimana tidak ada Luke disepanjang mata Valeri memandang. Itupun tentu karena titah Valeri sendiri. Pernah dulu sekali, Luke mengekori Valeri hingga ke sekolah dan berakhir ditegur oleh guru. Kedua kalinya, memang guru tak lagi dapat melihat Luke meski vampir itu berdiri di depannya. Hanya saja, itu membuat Valeri merasa terganggu. Jadi dengan iming-iming seteguk darah kehidupannya, Valeri meminta Luke agar hanya mengantar jemputnya saja. Tak perlu sampai mengekorinya di sekolah. Hari ini, saat jam makan siang, Valeri memilih menghabiskan waktu di perpustakaan. Ujian tinggal menghitung hari, ia tidak ingin kehabisan waktu untuk belajar. Jika ia lulus dengan nilai bagus, Luke berjanji akan menuruti apapun keinginannya tanpa imbalan darah. Itu menggiurkan, kesempatan langka yang tak boleh disia-siakan. "Hai, boleh aku duduk di sini?" Seorang pemuda tampan tersenyum hangat saat Valeri mengangkat wajahnya, mencamoakkan buku yang

  • BLOOD INTIMATE   Bab 5

    Luke menepati janjinya. Ia baru saja menurunkan Valeri dari gendongannya saat ruang tamu mewah bernuansa putih gading dihuni sosok yang terlihat kontras dengan pakaian yang ia kenakan.Gaun hitam sepaha yang kepalang seksi, memamerkan kaki jenjang, dan gelombang di berbagai tempat. Luke mengernyit melihat sosok cantik bersurai silver itu tersenyum ke arahnya."Kenapa kau ada disini?" Luke bernada dingin. Sementara Valeri menatap bingung diantara dua orang itu bergantian. Merasa tidak mengenal si gadis bersurai perak tersebut. Namun melihat reaksi Luke, bisa Valeri pastikan gadis cantik ini bukanlah manusia.Gadis itu mengamati kuku-kuku panjangnya yang diwarnai semerah darah. "Ibu menyuruhku mengawasimu. Jadi aku akan tinggal disini bersama kalian."Luke menggulir bola matanya. "Kembalilah. Bilang pada ibu bahwa itu tidak perlu." Kemudian menarik tangan Valeri, membawanya masuk ke bagian rumah yang lebih inti. Namun saat sampai di ruang tengah, gadis bers

  • BLOOD INTIMATE   Bab 4

    Valeri tengah duduk di counter dapur, mengamati Joshua yang sedang memotong daging dengan sangat terampil lalu memasakknya di atas penggorengan bersama beberapa siung bawang putih dan rosemary, saat ia bertanya;"Josh, apakah vampir juga jatuh cinta?"Pria itu menengadah, berpikir sejenak sebelum menjawab, "ya, aku juga memiliki kekasih. Kami bisa jatuh cinta pada siapa saja. Pada sesama jenis sekalipun.""Benarkah?"Joshua mengangguk, memindah potongan daging yang telah matang ke atas piring lalu meletakkan itu di meja untuk Valeri santap."Tapi aku tidak mengerti dengan Lord Luke," tuturnya kemudian."Memangnya ada apa dengannya?""Kontrak darah itu seharusnya tidak sampai dengan janji untuk menikahimu. Seharusnya dengan menghisap darahmu saja sudah cukup.""Huh?" Kedua mata sabit Valeri membola. Jadi, semua itu tidak perlu? Lalu, jika demikian, untuk apa selama ini Luke mengumbar janji akan menjadikan Valeri sebagai penganti

  • BLOOD INTIMATE   Bab 3

    "Ini yang kau sebut es krim?" Valeri terlihat kesal, menanyakan itu sembari menunjukkan sebuah es krim yang sudah tidak berbentuk kepada Luke.Pria jangkung tampak acuh, duduk meluruskan kaki di atas meja dan menengok acara televisi."Yang penting cokelatnya baik-baik saja. Bukankah itu yang kau inginkan? Berhentilah mengomel seperti ibu hamil. Kita bahkan belum pernah melakukannya." Ucapan Luke membuat Valeri bermimik mengejek."Raja vampir apanya. Belanja saja tidak becus." Valeri menggerutu.Luke bukannya tidak mendengar gerutu Valeri yang mengolok dirinya, ia mengabaikan gadis itu. Pikirannya sedang tidak di sini, melainkan memikirkan saudara termudanya yang bernama Sean. Seorang yang sialnya tidak memiliki tata krama kepada yang lebih tua.Sepertinya Luke harus menemuinya dan memberinya sedikit pelajaran sebagai pembalasan atas penyerangan yang Sean lakukan beberapa waktu lalu."Val?" Luke menoleh, tatapannya lekat pada gadis mungil yan

  • BLOOD INTIMATE   Bab 2

    Pagi ini Valeri sambut dengan gigil yang merundung diri laksana derai hujan memeluk bumi. Selalu seperti ini setelah darah dalam tubuhnya terkuras habis. Ia meringkuk memeluk diri, di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga seleher. Wajahnya pucat pasi. Bibirnya biru, nyaris menghitam.Suara pintu terbuka menginterupsi, Luke datang membawa nampan berisi steak daging sapi yang bisa ditafsir seberat satu kilogram. Juga seteko tinggi susu murni. Valeri menggerakkan hidungnya. Mengendus aroma makanan yang sangat ia butuhkan saat ini."Morning." Suara husky menyapa lembut di telinga. Valeri lekas-lekas bangun. Tanpa basa-basi merampas isi nampan. Melahap rakus menu sarapan paginya."Pelan-pelan." Luke mengambil tisu, lalu mengusap dagu Valeri yang dikotori saus dan minyak dari steak.Tangan lentik yang bergetar itu beralih pada teko tinggi yang dipenuhi cairan putih. Menenggaknya cepat-cepat sambil me

  • BLOOD INTIMATE   Bab 1

    Valeri pernah berekspektasi bahwa vampir sangatlah menakutkan. Namun itu tak pernah menyurutkan tekatnya untuk memanggil salah satu dari mereka. Hidup bersama ibu tiri membuatnya lelah. Setiap hari biru di tubuhnya bertambah, entah saat ia berbuat salah maupun tidak. Selalu saja, wanita yang dinikahi ayahnya lima tahun lalu itu memiliki sejuta alasan untuk mendukung tindak asusilanya. Sementara sang ayah telah lebih dulu dipanggil sang kuasa. Membuat ibu dan dua saudara tirinya semakin merajalela.Malam ini, langit begitu pekat tanpa sinar rembulan. Gulita menyelimuti kamar besar Valeri. Usia gadis baru genap 18 tahun. Dua hari yang lalu, ia baru saja mendapatkan hak atas semua harta warisan ayahnya. Dan hari itu pula yang ditunggu-tunggu ibu tirinya. Valeri diam dalam ketidakberdayaan. Memendam segala yang ia ketahui untuk diri sendiri. Pernah beberapa kali ingin mengakhiri hidup dengan cara terkeji, namun ia kembali teringat ayahnya dan itu menahan keinginannya untuk mati.

DMCA.com Protection Status