Beranda / Semua / BI-LA / 02. Gosipan Mas Cakra

Share

02. Gosipan Mas Cakra

Penulis: Maraville_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-30 17:03:12

"Jadi, kemarin pas malam minggu lo ke café si Bita?"

Nila memandang lelaki didepannya dengan sinis. Nanya sih, nanya tapi cemilan Nila gak dihabisin juga dong.

Nata tersenyum kemudian memberikan cemilan yang tadi dibawanya. Nila jadi senyum. "Makasih ya Nat, untung ada lo. Kantor berasa surga."

Nata mengangguk sementara Lani dan Diar membuka cemilan yang tadi diberikan Nata. Hari ini kerjaan mereka tak terlalu banyak dan sudah di selesaikan sejak sejam yang lalu, makanya mereka berkumpul di depan meja Nila.

Selain karna memang itu berada di tengah, meja Nila biasanya berisi banyak cemilan.

"Tau nih, Argy!" Lani mendengus, "Gak pernah beli makanan tapi selalu bagian ngabisin doang. Benalu!"

Nila tertawa mendengar sebutan yang diberikan Lani untuk Argy, sebenarnya Nila yang paling muda diantara mereka. Tapi, Argy sama Nata minta supaya Nila memanggil mereka tanpa embel-embel 'Mas'.

"Kan kemarin abis malam mingguan, Mba."

Argy tersenyum tak enak, "Habis buat jajanin 'doi'."

"Doi mana sih, Gy? Kamu mah tiap malam minggu ganti cewek, gak takut kena penyakit kelamin ya?!"

Diar mengejek sifat Argy yang suka gonta-ganti pasangan. Memang Argy termasuk kalangan pria yang 'bebas', makanya gak heran kalau Argy udah gak perjaka.

"Ssst... Nanti boss denger." Nata memperingati suara Lani dan Diar yang melengking, "Kamu juga Gy, kurang-kurangi deh sifat berbagi itu."

"Berbagi apaan?"

"Berbagi benih maksudnya Nata." Nila menimpali sambil tertawa membuat yang lain jadi ikutan tertawa. Sementara Argy cuma bisa mendengus. "Alah, Nata juga ikutan."

"Serius, Nat?" Diar masih tak yakin dengan apa yang baru didengarnya, dia tahu sih kalau jaman sekarang itu jarang banget ada lelaki yang 'bersih' tapi tetap saja aneh kalau yang dituduh itu Nata.

"Mba Diar sama Mba Lani kok kaya gak percaya gitu?"

"Gue juga gak percaya lho, Gy." Nila mengangkat tangannya membuat Argy jadi merasa tengah berada dalam sesi tanya-jawab di Sekolahan.

"Lo anak kecil, gak usah ikutan."

Nila langsung manyun, Lani yang ada disebelahnya menepuk pelan punggung Nila untuk menyemangati. "Jawab dulu, Gy."

"Iya si Nata kemarin ikutan."

"Minum?"

"Nyewa cewek?"

"Astaghfirullah," Nila menggeleng mendengar dugaan-dugaan yang tadi dikatakan Lani dan Diar. "Lo lepas perjaka, Nat?"

"Bahasanya si Nila, apa banget." Argy ngakak karna merasa lucu dengan tampang Nila yang polos.

"Sembarang," Nata menggeleng, "Kemarin si Argy minta anterin soalnya mobil dia ban-nya bocor. Jadi, ya saya anterin."

"Ih, mending kamu malam mingguan sama Mba Lani." Lani tersenyum manis ke arah Nata, "Nyerah Mba, nanti saya di tonjok sama suami Mba."

Diar ikutan mengangkat tangannya dan membuat Nata tersenyum, "Mba kan bulan depan mau nikah." Diar nyengir, "Anggap aja perayaan melepas masa lajang."

"Ih, mending sama gue aja Nat. Single, sepanjang masa." Nila bersuara membuat Nata tersenyum. "Kamu kalau di seriusin bakalan kabur. Saya lebih milih kehilangan calon istri potensial dibanding kehilangan temen kaya kamu, Nil."

Nila menepuk pundak Nata dengan kagum, "Nat, beneran minta gue lamar ya?"

"Lo mending nikah sama gue, Nil. Bisa tester duluan."

"Najis!" Tawa terdengar setelah Nila mengumpati Argy, "Tapi, serius deh. Masa Bunda nyuruh gue nikah terus."

"Makanya sama gue aja." Argy lagi-lagi berkata hal yang sama membuat Nila jengah. "Lo kalau naksir gue, jangan keliatan ngebet banget gini lah. Gak enak pas nolaknya."

Argy mendengus, "Tsk! Nyesal lo karna udah nolak gue."

Nila mencibir, "Gue udah nemu calon kok."

Dan keempat temannya langsung melotot tak percaya. "Serius?" Tanya keempatnya bersamaan.

°°°°°

"Dek.." Cakra memanggil Nila yang asik cekikikan dari tadi. Mungkin adiknya itu tengah membaca chat lucu.

"Mas ada gosip nih." Panggilnya lagi, berharap Nila akan menatap ke arahnya.

Dan berhasil.

"Kenapa sih, Nila selalu dapat bagian dengerin gosip. Dosa tau Mas."

"Berisik banget kamu Dek, jadi mau tau gak?"

Nila mendekat, "Mau lah. Makanya Nila berhenti main handphone kan?"

Cakra langsung mendengus, "Ya udah. Sinian."

"Gosip apa sih, Mas?"

Cakra terdiam membuat Nila jadi gemes sendiri. "Cepetan Mas, emangnya Nila bisa baca pikiran Mas Cakra?"

Cakra tersenyum, adiknya memang gampang di buat kesal dan menurut Cakra itu lucu. "Salah satu staff Marketing di tempat kerja Mas, katanya Gay."

"Ha?" Nila mundur untuk memastikan kebenaran dari ucapan Abangnya, "Mas tahu darimana?"

"Soalnya dia gak punya pacar."

"Ini Adik Mas, juga gak punya pacar lho." Nila menunjuk dirinya sendiri dengan kesal. "Jangan-jangan, Nila juga dikatain lesbi."

"Emang!"

"Ih!" Nila manyun, "Nila masih doyan cowok kali Mas."

"Mas juga gak yakin sih, Dek." Cakra menyahut dengan tampang serius membuat Nila kesal, "Adeknya Mas beneran masih naksir cow—" Cakra menutup mulut Nila sebelum makin banyak omongan yang terdengar dari mulut adiknya. "Maksud Mas, soal staff yang Gay itu. Bukan, Adek."

Nila mengangguk, "Iya sih, Mas. Bisa aja itu cuma rumor dan isu yang simpang siur supaya penilaian soal dia jadi jelek. Dia kerjanya gimana Mas?"

"Bagus sih, ada yang bilang kalau tahun depan dia bisa di promosiin jadi Manager."

"Tuh!" Nila berteriak kecil, "Bisa aja emang gosip gak benar dari orang-orang yang iri sama kesuksesan dia." Cakra mengangguk, merasa kalau apa yang dikatakan Nila bisa saja benar.

"Ya udah, kamu test deh Dek."

"Kok Nila, Mas?"

"Kamu kan jomlo."

Nila mendelik, "Alasan apa tuh, Mas? Lagian gimana mau nge-test-nya?"

Cakra senyum, "Tapi Dek, dia ganteng lho."

"Terus?"

"Pinter juga."

"Mas kan udah bilang tadi." Cakra nyengir, "Siapa tau kamu gak paham maksud Mas."

Nila mendelik, "Tetep aja dia kan Gay."

"Kata kamu tadi bisa aja itu cuma isu yang masih diragukan kebenarannya." Nila menggeleng, "Ih, kan cuma dugaan Adek."

"Kamu gimana sih, omongannya gak bisa dipertanggungjawabkan."

"Mas gimana sih, omongannya kok gak konsisten."

Kedua kakak beradik itu saling menatap dengan pandangan kesal, tak lama Cakra menarik sudut bibirnya membentuk senyuman dan Nila juga ikut tersenyum. "Adek nih, gak jelas."

"Mas juga gak jelas, Mas kan Mas-nya Nila."

Cakra mengusap gemas rambut Nila membuat adiknya berteriak, "Mas Cakra! Jangan berantakin rambut Nila. Nanti daya tarik Nila berkurang, nih."

"Sok cantik, kamu!"

"Nila mah emang cantik, Mas tuh jelek!"

"Enak aja, kalau dibandingin tuh Mas sama Biru ya cakep Mas dikit. Biru cakepnya banyakan." Nila mendengus, tapi —tunggu sepertinya dia pernah mendengar nama Biru sebelumnya deh.

"Biru?"

Cakra mengangguk, "Iya, itu nama staff yang digosipin Gay tadi. Eh—" Nila ditarik Cakra untuk kembali mendekat, "—kamu tau gak Dek, pas pertama denger namanya. Mas langsung ingat kamu, lucu aja gitu. Ternyata ada juga orang tua yang namain anaknya dari warna gitu."

Nila tak terlalu mendengar perkataan Cakra barusan, dia masih terfokus dengan nama yang disebutkan sebelumnya. Apa Biru yang dikatakan Cakra ini sama dengan Biru yang disebut Kara sebagai teman kuliahnya dulu? Kalau iya, berarti ini takdir.

"Mas.." Panggil Nila pelan. "Kalau Nila mau nikah, Mas pasti kasih restu kan?"

Cakra yang sedang mengunyah kacang jadi tersedak dan batuk-batuk. Adiknya sudah gak waras —pikir Cakra.

Tbc

Bab terkait

  • BI-LA   03. Lamaran Nila

    Nila memang salah satu staff Humas yang paling sering diminta untuk mengurus masalah hubungan eksternal antara perusahaannya dengan relasi. Tapi, dia selalu malas kalau disuruh datang ke Perusahaan tempat Cakra bekerja."Kenapa lo manyun?"Nah, Nila makin sebal karna kali ini yang menemaninya si Argy. Padahal kalau itu Nata, mungkin Nila bakalan terus senyum. Argy itu nyebelin."Kok bukan Mba Lani atau Nata aja yang nemenin gue sih? Kenapa mesti lo?""Karna yang senggang cuma gue." Argy turun dari mobil membuat Nila tersadar jika mereka telah sampai ke tujuannya. "Lagian Mba Lani sama Mba Diar kan lagi ngurusin internal, kalau Nata lagi pergi ke Media."Iya juga sih, Perusahaan tempat Nila bekerja mau merayakan anniversary jadi semua pasti sibuk. Masih syukur ada yang bisa menemani Nila, kalau tidak ya Nila bakalan pergi ke Perusahaan lainnya sendirian."Ya udah, gue ke kamar mandi dulu deh

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • BI-LA   04. Menjemput Nila

    "Lo tau kan kalau bisa cerita apa aja sama gue?" Biru menatap ke arah sahabatnya dengan pandangan bingung. "Siapa yang ada masalah?""Lo lah! Yang dari kemarin kerjaannya berantakan emangnya bukan lo?" Abas tersenyum mengejek membuat Biru terdiam.Kemarin memang hampir seluruh kerjanya tidak berjalan sebaik biasanya. Biru bahkan hampir menghapus daftar lokasi pemasaran produk Perusahaannya dan kalau itu terjadi, mungkin Biru bakalan di pecat tanpa pesangon sedikitpun."Kemarin ada cewek yang datang.""Cewek? Ini lo lagi ngomongin soal lawan jenis kan?" Biru mengabaikan pertanyaan Abas yang menurutnya tak perlu dijawab."Dia ngajak nikah."Wajah Abas melongo yang benar-benar melongo. Bibirnya terbuka dengan tatapan kaget."Nikah?"Biru mengangguk, "Iya. Saya gak tahu dia bercanda atau serius.""Bercanda itu pasti," Abas menepuk pundak Biru. "Lagipula, lo kan gak naksir cewek."Memang cuma Abas yan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • BI-LA   05. Perangkap Nila

    "Nila, kita ke rumah sakit dulu." Mobil yang tadinya mengarah ke kantor Nila berubah haluan, Nila melirik ke arah Biru yang kelihatan panik dan cemas. Mau tanya, tapi takut dibilang kepo. Akhirnya Nila hanya bisa untuk mengingatkan Biru soal keselamatan mereka berdua. "Jangan ngebut, nanti kita kesana malah jadi pasien." Biru tersentak, mungkin baru sadar kalau sekarang ia tengah membawa orang lain di sebelahnya. "Maaf, nanti setelah sampai disana kamu bakalan saya antar." Nila menggeleng, "Gak masalah, aku baru aja minta izin." "Kamu sakit?" Nila tertawa geli bisa-bisanya setelah kepanikan tadi, Biru malah mengkhawatirkan dirinya. "Nggak, mau nemenin kamu." "Nemenin?" "Di izinkan kok, kan nemenin calon suami." Biru tersenyum, tampaknya sudah terbiasa dengan segala hal tak terduga yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. "Maaf ya." Nila menggelengkan kepalanya terlihat bosan, "Biru! Sekali la

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30
  • BI-LA   06. Siasat Nila

    "Nila.." suara Biru langsung terdengar ketika Nila membuka pintu mobilnya, "Ya?""Soal yang tadi."Nila menggeleng, merasa gemas karna Biru tampak sekali memikirkan soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Kamu pikirkan dulu aja baik-baik. Tapi, aku nunggu kabar baiknya.""Kamu bahkan gak percay—"Nila menggeleng membuat Biru menghentikan ucapannya, "Sebaiknya kamu pulang dulu deh. Pasti kabar soal Papa kamu yang masuk Rumah sakit udah menyita pikiran kamu banget. Jadi, kesampingkan aja dulu masalah yang tadi.""Tap—"Nila kembali menggeleng membuat Biru terpaksa mengangguk dan menyetujui saran Nila. "Bisa kita bicarakan besok?"Nila tersenyum jahil, "Bahkan belum ada sepuluh detik aku berdiri dari kursi penumpang dan kamu udah kangen aja sama aku. Wah, aku gak tahu kalau efekku segininya buat kamu."Biru akhirnya menarik sudut bibir membentuk senyuman, Nila meletakkan lengannya di jendela mobil Biru. "Kamu leb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • BI-LA   07. Bertemu Biru

    "Gimana caranya jadi Hetero?" Mungkin kalau Abas lagi minum airnya bakalan muncrat. Untunglah sekarang Abas cuma duduk sambil menatap Biru yang kelihatan beneran serius dengan pertanyaan tadi. "Gue kena prank?"Biru menghela nafasnya sebelum kembali berkata. "Saya mau nikah."Lagi-lagi Abas melongo - dengan tak indahnya. Rahangnya terbuka lebar dengan tatapan mata yang tak kalah lebarnya. Butuh beberapa menit sampai Abas bisa merespon. "Lo serius?"Dan anggukan Biru tak membuat kekagetan Abas sirna. "KOK BISA?" Tanyanya tak santai yang langsung mendapat tatapan kesal pengunjung café. Mereka memang sengaja mampir setelah pulang kerja."Kemarin Nila ketemu sama orang tua saya, dan mereka nanya soal statu-""Nila? Cewek? Lo mau nikah sama cewek?"Untungnya kali ini Abas bisa mengont

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • BI-LA   8. Meminta Izin

    “Kapan saya bisa bertemu orang tua kamu?”Nila langsung nyengir mendengar pertanyaan Biru. “Kamu sebenarnya langsung lulus kualifikasi Bunda.”Biru mengernyitkan keningnya, “Maksudnya?”“Bunda itu suka sama yang tampan, kamu kan tampan.” Nila menyeringai, “Pake – banget.” Tambahnya.Biru tersenyum geli, sebenarnya selalu merasa takjub bagaimana santai-nya Nila menanggapi segala hal. Seakan tak ada satupun masalah dalam kehidupan gadis itu. “Jadi, kapan?”“Astaga, Biru kamu barusan kedengaran ngebet banget.” Nila menatap Biru dengan tatapan jenaka, “Jangan bilang, sekarang kamu udah naksir aku? Tunggu – seingatku, jenis kelaminku masih perempuan.”Biru mendengus, h

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • BI-LA   9. Saling Mengenal

    Nila tersenyum lebar, tadi bahkan Cakra sudah mengejeknya dengan mengatakan bahwa Nila orang gila. Tapi, Nila gak perduli. Toh, dia kan Adiknya Cakra jadi otomatis Cakra juga ikutan gak waras.Alasan Nila bahagia? Tentu saja gak jauh-jauh dari Biru yang pagi ini udah duduk manis di ruang tamu kediamannya. Soal restu? Aman! Bunda bahkan langsung menawari Biru untuk menikahi Nila secara Siri kalau Biru malu. Memang Bundanya agak mirip germo, rela aja ngejual anaknya asal calonnya cakep.Jadi, pagi ini Biru menjemput Nila untuk jalan alias nge-date. Kata Biru sih supaya saling mengenal, tapi dipikiran Nila udah tersusun rapi segala jenis makanan yang mau dia cicipi.“Kita mau kemana?” Nila langsung bertanya padahal dia baru aja duduk di mobil Biru. Biru senyum, kayanya emang tipe cow

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • BI-LA   10. Persiapan

    Biru masih mengikuti langkah gadis didepannya. Hari ini Nila terlihat santai dengan dress yang dikenakannya, gadis itu bahkan berkali-kali melompat kecil membuat Biru jadi gemas sendiri. “Mas, calon istrinya kelihatan seneng ya?” Chef yang ditunjuk Mama Biru untuk menjadi juru masak pada pernikahan mereka tersenyum membuat Biru menggeleng. “Saya jauh lebih senang karna nikah sama dia, Pak.” Chef itu mendengus, “Biasanya yang dateng kesini selalu ribut. Berantem untuk milih makanan yang cocok disajikan pas acara, eh Mas sama pasangannya kelihatan anteng.” “Saya percaya kalau dia adalah pilihan terbaik untuk jadi istri saya. Jadi, saya juga bakalan percaya apapun pilihan dia.” Nila yang tak sengaja mendengar perkataan Biru langsung mendengus, “Kamu malah kelihatan kaya bucin.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13

Bab terbaru

  • BI-LA   13. Hari yang Ditunggu

    "Biruuuu..." Laki-laki itu meringis melihat wajah kelelahan gadis disebelahnya. "Mau minum? Saya ambilin ya?" Tawarnya tapi langsung dibalas gelengan Nila. "Capek, lama banget selesainya." Biru dan Nila memang sedang melaksanakan resepsi pernikahan mereka, niatnya hanya mengundang orang terdekat tapi para orang tua rupanya punya rencana lain. Alhasil, sampai jam menunjukkan pukul 22.00 tamu juga masih berdatangan. "Sini," Biru menarik kepala Nila agar bersandar di bahunya, "Gak bikin capek kamu hilang. Tapi, kamu bisa istirahat sebentar." Nila langsung tersenyum dan memejamkan matanya. Dia cukup lelah sampai tak sanggup menggoda seperti biasa. "Heh, pengantin baru! Masih banyak tamu, gak usah sok mesra!" Nila membuka matanya dan mendengus kesal ke arah Karis yang datang bersama pasangannya. Mata gadis itu menyipit ketika

  • BI-LA   12. Lamaran Biru

    Biru berjalan menuju kebun yang berada disebelah kiri rumah, didepannya ada Cakra yang memang meminta Biru untuk mengikutinya. “Kenapa Mas?” Cakra memandang Biru dengan seksama sebelum berdecak, “Tsk! Mas gak tahu apa yang sebenarnya kalian berdua rencanakan.” Biru menegang di posisi duduknya. Dia kira Cakra tidak akan sepeka ini. “Maksud Mas?” Biru mempertahankan sikap pura-puranya. “Biru, Mas ini Abangnya Nila. Mas yang berdiri di samping Bunda ketika Nila lahir pertama kali ke dunia ini. Mas tahu, gimana dan apa aja pikiran Adik Mas.” Cakra menggeleng lemah, “Mas tahu, kalau kalian menikah tanpa rasa. Tapi, Mas juga tahu kalau kalian akan berhasil.” Biru menatap Cakra bingung, dia kira Cakra akan menyuruhnya untuk menghentikan rencana pernikahan ini. Cakra mendengus, “Mas memang gak suka pernikahan ta

  • BI-LA   11. Rumah Nila

    Rumah Nila hari ini penuh, karna nanti malam akan ada acara makan malam untuk kerabat dekat dan teman. Kara sama Bita udah membantu sejak pagi, Bita bahkan rela menutup cafe miliknya demi hari ini. “Nila mana sih?” Kara cukup kesulitan membantu dengan perutnya yang makin besar, Bita yang berada disebelahnya menggeleng. “Masih tidur, mungkin.” Kara langsung mendelik, “Kita rela-relain datang pagi tapi yang punya rumah malah molor? Keterlaluan!” Wanita itu baru berniat memanggil Nila tapi sapaan dari pintu membuatnya berhenti. “Permisi! Pagi!” Bita menatap dua orang wanita yang berada di depan pintu dengan tersenyum. “Cari siapa ya?” Bunda memang tengah pergi berbelanja jadi di rumah ini hanya ada Bita, Kara dan Nila – yang masih tidur. Salah satu wanita tersenyum ke arah Bita, “Ini benar rumahnya Nila?”

  • BI-LA   10. Persiapan

    Biru masih mengikuti langkah gadis didepannya. Hari ini Nila terlihat santai dengan dress yang dikenakannya, gadis itu bahkan berkali-kali melompat kecil membuat Biru jadi gemas sendiri. “Mas, calon istrinya kelihatan seneng ya?” Chef yang ditunjuk Mama Biru untuk menjadi juru masak pada pernikahan mereka tersenyum membuat Biru menggeleng. “Saya jauh lebih senang karna nikah sama dia, Pak.” Chef itu mendengus, “Biasanya yang dateng kesini selalu ribut. Berantem untuk milih makanan yang cocok disajikan pas acara, eh Mas sama pasangannya kelihatan anteng.” “Saya percaya kalau dia adalah pilihan terbaik untuk jadi istri saya. Jadi, saya juga bakalan percaya apapun pilihan dia.” Nila yang tak sengaja mendengar perkataan Biru langsung mendengus, “Kamu malah kelihatan kaya bucin.”

  • BI-LA   9. Saling Mengenal

    Nila tersenyum lebar, tadi bahkan Cakra sudah mengejeknya dengan mengatakan bahwa Nila orang gila. Tapi, Nila gak perduli. Toh, dia kan Adiknya Cakra jadi otomatis Cakra juga ikutan gak waras.Alasan Nila bahagia? Tentu saja gak jauh-jauh dari Biru yang pagi ini udah duduk manis di ruang tamu kediamannya. Soal restu? Aman! Bunda bahkan langsung menawari Biru untuk menikahi Nila secara Siri kalau Biru malu. Memang Bundanya agak mirip germo, rela aja ngejual anaknya asal calonnya cakep.Jadi, pagi ini Biru menjemput Nila untuk jalan alias nge-date. Kata Biru sih supaya saling mengenal, tapi dipikiran Nila udah tersusun rapi segala jenis makanan yang mau dia cicipi.“Kita mau kemana?” Nila langsung bertanya padahal dia baru aja duduk di mobil Biru. Biru senyum, kayanya emang tipe cow

  • BI-LA   8. Meminta Izin

    “Kapan saya bisa bertemu orang tua kamu?”Nila langsung nyengir mendengar pertanyaan Biru. “Kamu sebenarnya langsung lulus kualifikasi Bunda.”Biru mengernyitkan keningnya, “Maksudnya?”“Bunda itu suka sama yang tampan, kamu kan tampan.” Nila menyeringai, “Pake – banget.” Tambahnya.Biru tersenyum geli, sebenarnya selalu merasa takjub bagaimana santai-nya Nila menanggapi segala hal. Seakan tak ada satupun masalah dalam kehidupan gadis itu. “Jadi, kapan?”“Astaga, Biru kamu barusan kedengaran ngebet banget.” Nila menatap Biru dengan tatapan jenaka, “Jangan bilang, sekarang kamu udah naksir aku? Tunggu – seingatku, jenis kelaminku masih perempuan.”Biru mendengus, h

  • BI-LA   07. Bertemu Biru

    "Gimana caranya jadi Hetero?" Mungkin kalau Abas lagi minum airnya bakalan muncrat. Untunglah sekarang Abas cuma duduk sambil menatap Biru yang kelihatan beneran serius dengan pertanyaan tadi. "Gue kena prank?"Biru menghela nafasnya sebelum kembali berkata. "Saya mau nikah."Lagi-lagi Abas melongo - dengan tak indahnya. Rahangnya terbuka lebar dengan tatapan mata yang tak kalah lebarnya. Butuh beberapa menit sampai Abas bisa merespon. "Lo serius?"Dan anggukan Biru tak membuat kekagetan Abas sirna. "KOK BISA?" Tanyanya tak santai yang langsung mendapat tatapan kesal pengunjung café. Mereka memang sengaja mampir setelah pulang kerja."Kemarin Nila ketemu sama orang tua saya, dan mereka nanya soal statu-""Nila? Cewek? Lo mau nikah sama cewek?"Untungnya kali ini Abas bisa mengont

  • BI-LA   06. Siasat Nila

    "Nila.." suara Biru langsung terdengar ketika Nila membuka pintu mobilnya, "Ya?""Soal yang tadi."Nila menggeleng, merasa gemas karna Biru tampak sekali memikirkan soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Kamu pikirkan dulu aja baik-baik. Tapi, aku nunggu kabar baiknya.""Kamu bahkan gak percay—"Nila menggeleng membuat Biru menghentikan ucapannya, "Sebaiknya kamu pulang dulu deh. Pasti kabar soal Papa kamu yang masuk Rumah sakit udah menyita pikiran kamu banget. Jadi, kesampingkan aja dulu masalah yang tadi.""Tap—"Nila kembali menggeleng membuat Biru terpaksa mengangguk dan menyetujui saran Nila. "Bisa kita bicarakan besok?"Nila tersenyum jahil, "Bahkan belum ada sepuluh detik aku berdiri dari kursi penumpang dan kamu udah kangen aja sama aku. Wah, aku gak tahu kalau efekku segininya buat kamu."Biru akhirnya menarik sudut bibir membentuk senyuman, Nila meletakkan lengannya di jendela mobil Biru. "Kamu leb

  • BI-LA   05. Perangkap Nila

    "Nila, kita ke rumah sakit dulu." Mobil yang tadinya mengarah ke kantor Nila berubah haluan, Nila melirik ke arah Biru yang kelihatan panik dan cemas. Mau tanya, tapi takut dibilang kepo. Akhirnya Nila hanya bisa untuk mengingatkan Biru soal keselamatan mereka berdua. "Jangan ngebut, nanti kita kesana malah jadi pasien." Biru tersentak, mungkin baru sadar kalau sekarang ia tengah membawa orang lain di sebelahnya. "Maaf, nanti setelah sampai disana kamu bakalan saya antar." Nila menggeleng, "Gak masalah, aku baru aja minta izin." "Kamu sakit?" Nila tertawa geli bisa-bisanya setelah kepanikan tadi, Biru malah mengkhawatirkan dirinya. "Nggak, mau nemenin kamu." "Nemenin?" "Di izinkan kok, kan nemenin calon suami." Biru tersenyum, tampaknya sudah terbiasa dengan segala hal tak terduga yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. "Maaf ya." Nila menggelengkan kepalanya terlihat bosan, "Biru! Sekali la

DMCA.com Protection Status