Beranda / Semua / BI-LA / 05. Perangkap Nila

Share

05. Perangkap Nila

Penulis: Maraville_
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-30 17:22:42

"Nila, kita ke rumah sakit dulu."

Mobil yang tadinya mengarah ke kantor Nila berubah haluan, Nila melirik ke arah Biru yang kelihatan panik dan cemas. Mau tanya, tapi takut dibilang kepo. Akhirnya Nila hanya bisa untuk mengingatkan Biru soal keselamatan mereka berdua.

"Jangan ngebut, nanti kita kesana malah jadi pasien."

Biru tersentak, mungkin baru sadar kalau sekarang ia tengah membawa orang lain di sebelahnya. "Maaf, nanti setelah sampai disana kamu bakalan saya antar."

Nila menggeleng, "Gak masalah, aku baru aja minta izin."

"Kamu sakit?"

Nila tertawa geli bisa-bisanya setelah kepanikan tadi, Biru malah mengkhawatirkan dirinya. "Nggak, mau nemenin kamu."

"Nemenin?"

"Di izinkan kok, kan nemenin calon suami."

Biru tersenyum, tampaknya sudah terbiasa dengan segala hal tak terduga yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. "Maaf ya."

Nila menggelengkan kepalanya terlihat bosan, "Biru! Sekali lagi kamu minta maaf kita mesti nikah ya?!"

Dan Biru kembali tersenyum ketika mendengar ancaman tak masuk akal milik Nila.

"Iya." Jawabnya kalem.

Gantian Nila yang tersenyum.

Mereka berdua tahu, kalau yang tadi hanyalah bercanda. Momen terbaik untuk menghancurkan rasa panik dan kalut untuk Biru.

Dan, Biru sangat berterimakasih untuk itu.

°°°°

"Mama, gimana keadaan Papa?"

Nila mengekori Biru, walau terburu-buru laki-laki itu masih menyempatkan dirinya untuk membukakan pintu waktu Nila akan masuk. Bahkan masih berjalan pelan untuk menyamai langkah Nila.

Wanita yang disapa Biru tadi kelihatan cantik walau dengan bekas air mata di wajahnya. "Papa tiba-tiba bilang kalau dadanya sakit." Jelasnya.

Biru mendekat ke arah wanita yang melahirkannya lalu mencium punggung tangannya. "Papa pasti gak apa-apa, tapi Mama gimana?" Wanita itu tersenyum dan Nila bisa melihat tatapan lembut yang selalu ada di Biru. Cara keduanya menatap begitu mirip membuat Nila yakin jika mereka memang orang tua dan anak.

"Kamu kenapa gak pernah pulang ke Rumah?"

Dari belakang sini, Nila bisa tahu tubuh Biru menegang. Mungkin, Biru tak siap dengan pertanyaan ini.

Nila menyerobot ke depan, pura-pura memasang wajah panik. "Biru, gimana keadaan Pa —eh?" Gak percuma selama kuliah dia ikut kegiatan theater jadi ekspresi sok kagetnya barusan malah kelihatan sangat amat natural. Dari pertama lihat Biru dia tahu kalau lelaki itu sebenarnya polos.

Dan ketika melihat Mamanya, Nila tahu kalau mereka sama.

Gampang ditipu dan untungnya Nila amat jago menipu.

"Ma-maaf, Tante." Nila memasang tampang serba salah, kalau Kara disini mungkin Nila udah di guyur pakai air biar setannya lari. Kara pasti berpikir kalau Nila tengah kerasukan, soalnya.

Wanita itu tersenyum lembut, "Gak apa. Kamu temennya Biru?"

"Biru itu calon istri kamu?"

Suara itu berasal dari pria yang tadi berbaring di ranjang pasien, ntah sejak kapan pria itu sudah merubah posisinya menjadi duduk tegak.

"Papa.." Mama Biru menghambur untuk memeluk suaminya, sementara Biru tak bergerak sedikitpun.

"Papa tanya, dia calon istri kamu?" Ulangnya membuat Biru tak bergeming, Nila jadi gemas sendiri menyaksikan kejadian barusan.

"Iya Om," Nila melangkah mendekati Papa Biru dan menyodorkan tangannya. "Saya Nila Om, calon istri Biru." Ucapnya lantang tapi masih disisipi senyuman.

Kata Bita, senyuman milik Nila itu senjata andalan terbaik.

Pria itu memandang Nila dengan menyelidik, "Apa tadi yang kamu bilang itu jujur? Bukan bohong."

"Benar, Om." Lagi-lagi Nila menjawab dengan tenang.

Pria itu berangsur-angsur tersenyum, "Syukurlah," Ucapnya dengan lega, "Selama ini Om selalu mendengar soal Biru yang di kira Gay." Nila melirik sebentar ke arah Biru yang tampak kembali kaku.

Sepertinya, kedua orang tua Biru tak tahu kebenarannya. Kalau begitu, jangan sampai mereka tahu.

"Oh, saya juga denger tuh Om." Jawab Nila membuat Biru semakin panik, "Tapi kecurigaan saya luntur pas Biru ngelamar saya."

Nila tertawa dalam hati. Selama ini yang selalu ngelamar kan dia, Biru bahkan selalu menolaknya.

"Ma, Papa kayanya udah gak sakit." Wanita yang berdiri disamping suaminya itu tersenyum dan mengusap pelan punggung suaminya. "Jadi, kapan Papa sekeluarga bisa datang ke rumah kamu?"

"Secepatnya, Pa!" Nila tersenyum bahagia, dia bahkan sudah mengganti panggilan Om menjadi Papa, mengabaikan Biru yang menatapnya dan malah memilih untuk ikutan mengusap punggung Papa Biru. Edan!

°°°°

"Nila, kamu masih ada kesempatan untuk bilang yang sejujurnya."

Sekarang mereka kembali berada di dalam mobil, setelah basa-basi sedikit Nila memutuskan pamit karna ingin pulang.

"Jujur kalau ternyata yang ngelamar itu aku, bukan kamu?" Nila menggeleng, "Ih! Gak mau, nanti aku kaya cewek-cewek ngebet walau bener sih." Nila tertawa sendiri ketika sadar mengenai kelakuan abnormalnya.

"Kamu tau, bukan itu maksud saya."

Senyum Nila menghilang, "Biru, aku lagi nawarin cara terbaik untuk mecahin masalah kamu lho."

Biru mengangguk, "Saya mengerti, tapi ini berarti saya manfaatin kamu. Saya gak mau jadi manusia picik, yang pura-pura gak tahu kalau saya baru saja menghancurkan impian masa depan kamu."

"Biru, kalau ini menenangkan kamu akan ku jelaskan kalau aku gak punya impian."

Biru langsung menoleh dengan cepat, untung mereka sedang posisi berhenti karna macet. "Maksudnya?"

Nila memandang ke arah depan dengan tatapan kosong, "Aku gak pernah punya impian untuk nikah. Mungkin dulu, tapi sekarang gak ada."

"Terus kenapa kamu selalu ngajak saya nikah?"

"Sama seperti kamu, satu-satunya hal yang paling aku takutkan adalah mengecewakan Bunda. Kalau Bunda minta untuk aku nikah maka itu yang akan aku lakuin." Nila tersenyum ke arah Biru, "Jadi, kalau kamu mikir dirimu picik terus aku apa? Jujur aja, kita cuma orang dewasa yang saling memanfaatkan."

Biru mulai mengerti alasan Nila selama ini, tapi dia masih tak yakin dengan keputusan Nila yang dianggapnya gegabah. "Saya laki-laki jadi mungkin tak masalah jika nanti bercerai, tapi kamu kan perempuan. Lebih banyak omongan yang akan menyalahkan kamu."

Nila tertawa, seakan apa yang dibilang Biru barusan adalah lelucon terlucu. "Tsk! Aku gak nyangka kalau kamu bahkan udah berniat mau cerai sama aku. Kita bahkan belum nikah, Biru."

Biru tampak serba salah, "Bu-bukan begitu maksudku. Tapi, kamu kan tahu orientasiku jadi kalau nanti kita menikah mungkin aku bisa memberikan segala hal. Tapi, akan ada saatnya kamu jenuh karna pernikahan kita yang hambar."

Nila mendengus, "Kalau kamu lagi ngomongin soal cinta. Aku gak percaya yang namanya cinta."

Lagi-lagi Biru kaget, tidak menyangka kalau Nila akan menjawab dengan hal tak terduga seperti barusan. Gadis itu terlihat berbeda, wajahnya tampak tenang dengan tatapan mata kosong. Tak ada, Nila yang selalu berwajah jahil seperti biasanya.

Nila kembali bersuara, "Cinta yang aku tahu itu datangnya dari keluarga. Tapi, apa yang kuharapkan kalau nyatanya keluargaku bahkan tak pernah utuh?"

Wajahnya berubah tersenyum kembali. "Jadi, kapan kamu mau ketemu sama Bunda? Eh, udah kenal sama Mas Cakra kan? Sebenarnya kamu mesti lulus kualifikasi sama Mas-mas cabul terus melewati teman-temanku yang gak kalah cabul."

Nila menggeleng dengan dramatis, "Ternyata aku dikelilingi orang cabul. Untung aja calon suamiku kamu," Nila terkekeh geli, "Gak cabul, tapi Gay. Lucu banget."

Biru tak merespon, dia masih sibuk memikirkan perkataan Nila soal cinta.

Kalau mereka berdua tak percaya cinta, apa perlu ada pernikahan?

Tbc

Bab terkait

  • BI-LA   06. Siasat Nila

    "Nila.." suara Biru langsung terdengar ketika Nila membuka pintu mobilnya, "Ya?""Soal yang tadi."Nila menggeleng, merasa gemas karna Biru tampak sekali memikirkan soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Kamu pikirkan dulu aja baik-baik. Tapi, aku nunggu kabar baiknya.""Kamu bahkan gak percay—"Nila menggeleng membuat Biru menghentikan ucapannya, "Sebaiknya kamu pulang dulu deh. Pasti kabar soal Papa kamu yang masuk Rumah sakit udah menyita pikiran kamu banget. Jadi, kesampingkan aja dulu masalah yang tadi.""Tap—"Nila kembali menggeleng membuat Biru terpaksa mengangguk dan menyetujui saran Nila. "Bisa kita bicarakan besok?"Nila tersenyum jahil, "Bahkan belum ada sepuluh detik aku berdiri dari kursi penumpang dan kamu udah kangen aja sama aku. Wah, aku gak tahu kalau efekku segininya buat kamu."Biru akhirnya menarik sudut bibir membentuk senyuman, Nila meletakkan lengannya di jendela mobil Biru. "Kamu leb

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-15
  • BI-LA   07. Bertemu Biru

    "Gimana caranya jadi Hetero?" Mungkin kalau Abas lagi minum airnya bakalan muncrat. Untunglah sekarang Abas cuma duduk sambil menatap Biru yang kelihatan beneran serius dengan pertanyaan tadi. "Gue kena prank?"Biru menghela nafasnya sebelum kembali berkata. "Saya mau nikah."Lagi-lagi Abas melongo - dengan tak indahnya. Rahangnya terbuka lebar dengan tatapan mata yang tak kalah lebarnya. Butuh beberapa menit sampai Abas bisa merespon. "Lo serius?"Dan anggukan Biru tak membuat kekagetan Abas sirna. "KOK BISA?" Tanyanya tak santai yang langsung mendapat tatapan kesal pengunjung café. Mereka memang sengaja mampir setelah pulang kerja."Kemarin Nila ketemu sama orang tua saya, dan mereka nanya soal statu-""Nila? Cewek? Lo mau nikah sama cewek?"Untungnya kali ini Abas bisa mengont

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • BI-LA   8. Meminta Izin

    “Kapan saya bisa bertemu orang tua kamu?”Nila langsung nyengir mendengar pertanyaan Biru. “Kamu sebenarnya langsung lulus kualifikasi Bunda.”Biru mengernyitkan keningnya, “Maksudnya?”“Bunda itu suka sama yang tampan, kamu kan tampan.” Nila menyeringai, “Pake – banget.” Tambahnya.Biru tersenyum geli, sebenarnya selalu merasa takjub bagaimana santai-nya Nila menanggapi segala hal. Seakan tak ada satupun masalah dalam kehidupan gadis itu. “Jadi, kapan?”“Astaga, Biru kamu barusan kedengaran ngebet banget.” Nila menatap Biru dengan tatapan jenaka, “Jangan bilang, sekarang kamu udah naksir aku? Tunggu – seingatku, jenis kelaminku masih perempuan.”Biru mendengus, h

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • BI-LA   9. Saling Mengenal

    Nila tersenyum lebar, tadi bahkan Cakra sudah mengejeknya dengan mengatakan bahwa Nila orang gila. Tapi, Nila gak perduli. Toh, dia kan Adiknya Cakra jadi otomatis Cakra juga ikutan gak waras.Alasan Nila bahagia? Tentu saja gak jauh-jauh dari Biru yang pagi ini udah duduk manis di ruang tamu kediamannya. Soal restu? Aman! Bunda bahkan langsung menawari Biru untuk menikahi Nila secara Siri kalau Biru malu. Memang Bundanya agak mirip germo, rela aja ngejual anaknya asal calonnya cakep.Jadi, pagi ini Biru menjemput Nila untuk jalan alias nge-date. Kata Biru sih supaya saling mengenal, tapi dipikiran Nila udah tersusun rapi segala jenis makanan yang mau dia cicipi.“Kita mau kemana?” Nila langsung bertanya padahal dia baru aja duduk di mobil Biru. Biru senyum, kayanya emang tipe cow

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-27
  • BI-LA   10. Persiapan

    Biru masih mengikuti langkah gadis didepannya. Hari ini Nila terlihat santai dengan dress yang dikenakannya, gadis itu bahkan berkali-kali melompat kecil membuat Biru jadi gemas sendiri. “Mas, calon istrinya kelihatan seneng ya?” Chef yang ditunjuk Mama Biru untuk menjadi juru masak pada pernikahan mereka tersenyum membuat Biru menggeleng. “Saya jauh lebih senang karna nikah sama dia, Pak.” Chef itu mendengus, “Biasanya yang dateng kesini selalu ribut. Berantem untuk milih makanan yang cocok disajikan pas acara, eh Mas sama pasangannya kelihatan anteng.” “Saya percaya kalau dia adalah pilihan terbaik untuk jadi istri saya. Jadi, saya juga bakalan percaya apapun pilihan dia.” Nila yang tak sengaja mendengar perkataan Biru langsung mendengus, “Kamu malah kelihatan kaya bucin.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • BI-LA   11. Rumah Nila

    Rumah Nila hari ini penuh, karna nanti malam akan ada acara makan malam untuk kerabat dekat dan teman. Kara sama Bita udah membantu sejak pagi, Bita bahkan rela menutup cafe miliknya demi hari ini. “Nila mana sih?” Kara cukup kesulitan membantu dengan perutnya yang makin besar, Bita yang berada disebelahnya menggeleng. “Masih tidur, mungkin.” Kara langsung mendelik, “Kita rela-relain datang pagi tapi yang punya rumah malah molor? Keterlaluan!” Wanita itu baru berniat memanggil Nila tapi sapaan dari pintu membuatnya berhenti. “Permisi! Pagi!” Bita menatap dua orang wanita yang berada di depan pintu dengan tersenyum. “Cari siapa ya?” Bunda memang tengah pergi berbelanja jadi di rumah ini hanya ada Bita, Kara dan Nila – yang masih tidur. Salah satu wanita tersenyum ke arah Bita, “Ini benar rumahnya Nila?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • BI-LA   12. Lamaran Biru

    Biru berjalan menuju kebun yang berada disebelah kiri rumah, didepannya ada Cakra yang memang meminta Biru untuk mengikutinya. “Kenapa Mas?” Cakra memandang Biru dengan seksama sebelum berdecak, “Tsk! Mas gak tahu apa yang sebenarnya kalian berdua rencanakan.” Biru menegang di posisi duduknya. Dia kira Cakra tidak akan sepeka ini. “Maksud Mas?” Biru mempertahankan sikap pura-puranya. “Biru, Mas ini Abangnya Nila. Mas yang berdiri di samping Bunda ketika Nila lahir pertama kali ke dunia ini. Mas tahu, gimana dan apa aja pikiran Adik Mas.” Cakra menggeleng lemah, “Mas tahu, kalau kalian menikah tanpa rasa. Tapi, Mas juga tahu kalau kalian akan berhasil.” Biru menatap Cakra bingung, dia kira Cakra akan menyuruhnya untuk menghentikan rencana pernikahan ini. Cakra mendengus, “Mas memang gak suka pernikahan ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • BI-LA   13. Hari yang Ditunggu

    "Biruuuu..." Laki-laki itu meringis melihat wajah kelelahan gadis disebelahnya. "Mau minum? Saya ambilin ya?" Tawarnya tapi langsung dibalas gelengan Nila. "Capek, lama banget selesainya." Biru dan Nila memang sedang melaksanakan resepsi pernikahan mereka, niatnya hanya mengundang orang terdekat tapi para orang tua rupanya punya rencana lain. Alhasil, sampai jam menunjukkan pukul 22.00 tamu juga masih berdatangan. "Sini," Biru menarik kepala Nila agar bersandar di bahunya, "Gak bikin capek kamu hilang. Tapi, kamu bisa istirahat sebentar." Nila langsung tersenyum dan memejamkan matanya. Dia cukup lelah sampai tak sanggup menggoda seperti biasa. "Heh, pengantin baru! Masih banyak tamu, gak usah sok mesra!" Nila membuka matanya dan mendengus kesal ke arah Karis yang datang bersama pasangannya. Mata gadis itu menyipit ketika

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13

Bab terbaru

  • BI-LA   13. Hari yang Ditunggu

    "Biruuuu..." Laki-laki itu meringis melihat wajah kelelahan gadis disebelahnya. "Mau minum? Saya ambilin ya?" Tawarnya tapi langsung dibalas gelengan Nila. "Capek, lama banget selesainya." Biru dan Nila memang sedang melaksanakan resepsi pernikahan mereka, niatnya hanya mengundang orang terdekat tapi para orang tua rupanya punya rencana lain. Alhasil, sampai jam menunjukkan pukul 22.00 tamu juga masih berdatangan. "Sini," Biru menarik kepala Nila agar bersandar di bahunya, "Gak bikin capek kamu hilang. Tapi, kamu bisa istirahat sebentar." Nila langsung tersenyum dan memejamkan matanya. Dia cukup lelah sampai tak sanggup menggoda seperti biasa. "Heh, pengantin baru! Masih banyak tamu, gak usah sok mesra!" Nila membuka matanya dan mendengus kesal ke arah Karis yang datang bersama pasangannya. Mata gadis itu menyipit ketika

  • BI-LA   12. Lamaran Biru

    Biru berjalan menuju kebun yang berada disebelah kiri rumah, didepannya ada Cakra yang memang meminta Biru untuk mengikutinya. “Kenapa Mas?” Cakra memandang Biru dengan seksama sebelum berdecak, “Tsk! Mas gak tahu apa yang sebenarnya kalian berdua rencanakan.” Biru menegang di posisi duduknya. Dia kira Cakra tidak akan sepeka ini. “Maksud Mas?” Biru mempertahankan sikap pura-puranya. “Biru, Mas ini Abangnya Nila. Mas yang berdiri di samping Bunda ketika Nila lahir pertama kali ke dunia ini. Mas tahu, gimana dan apa aja pikiran Adik Mas.” Cakra menggeleng lemah, “Mas tahu, kalau kalian menikah tanpa rasa. Tapi, Mas juga tahu kalau kalian akan berhasil.” Biru menatap Cakra bingung, dia kira Cakra akan menyuruhnya untuk menghentikan rencana pernikahan ini. Cakra mendengus, “Mas memang gak suka pernikahan ta

  • BI-LA   11. Rumah Nila

    Rumah Nila hari ini penuh, karna nanti malam akan ada acara makan malam untuk kerabat dekat dan teman. Kara sama Bita udah membantu sejak pagi, Bita bahkan rela menutup cafe miliknya demi hari ini. “Nila mana sih?” Kara cukup kesulitan membantu dengan perutnya yang makin besar, Bita yang berada disebelahnya menggeleng. “Masih tidur, mungkin.” Kara langsung mendelik, “Kita rela-relain datang pagi tapi yang punya rumah malah molor? Keterlaluan!” Wanita itu baru berniat memanggil Nila tapi sapaan dari pintu membuatnya berhenti. “Permisi! Pagi!” Bita menatap dua orang wanita yang berada di depan pintu dengan tersenyum. “Cari siapa ya?” Bunda memang tengah pergi berbelanja jadi di rumah ini hanya ada Bita, Kara dan Nila – yang masih tidur. Salah satu wanita tersenyum ke arah Bita, “Ini benar rumahnya Nila?”

  • BI-LA   10. Persiapan

    Biru masih mengikuti langkah gadis didepannya. Hari ini Nila terlihat santai dengan dress yang dikenakannya, gadis itu bahkan berkali-kali melompat kecil membuat Biru jadi gemas sendiri. “Mas, calon istrinya kelihatan seneng ya?” Chef yang ditunjuk Mama Biru untuk menjadi juru masak pada pernikahan mereka tersenyum membuat Biru menggeleng. “Saya jauh lebih senang karna nikah sama dia, Pak.” Chef itu mendengus, “Biasanya yang dateng kesini selalu ribut. Berantem untuk milih makanan yang cocok disajikan pas acara, eh Mas sama pasangannya kelihatan anteng.” “Saya percaya kalau dia adalah pilihan terbaik untuk jadi istri saya. Jadi, saya juga bakalan percaya apapun pilihan dia.” Nila yang tak sengaja mendengar perkataan Biru langsung mendengus, “Kamu malah kelihatan kaya bucin.”

  • BI-LA   9. Saling Mengenal

    Nila tersenyum lebar, tadi bahkan Cakra sudah mengejeknya dengan mengatakan bahwa Nila orang gila. Tapi, Nila gak perduli. Toh, dia kan Adiknya Cakra jadi otomatis Cakra juga ikutan gak waras.Alasan Nila bahagia? Tentu saja gak jauh-jauh dari Biru yang pagi ini udah duduk manis di ruang tamu kediamannya. Soal restu? Aman! Bunda bahkan langsung menawari Biru untuk menikahi Nila secara Siri kalau Biru malu. Memang Bundanya agak mirip germo, rela aja ngejual anaknya asal calonnya cakep.Jadi, pagi ini Biru menjemput Nila untuk jalan alias nge-date. Kata Biru sih supaya saling mengenal, tapi dipikiran Nila udah tersusun rapi segala jenis makanan yang mau dia cicipi.“Kita mau kemana?” Nila langsung bertanya padahal dia baru aja duduk di mobil Biru. Biru senyum, kayanya emang tipe cow

  • BI-LA   8. Meminta Izin

    “Kapan saya bisa bertemu orang tua kamu?”Nila langsung nyengir mendengar pertanyaan Biru. “Kamu sebenarnya langsung lulus kualifikasi Bunda.”Biru mengernyitkan keningnya, “Maksudnya?”“Bunda itu suka sama yang tampan, kamu kan tampan.” Nila menyeringai, “Pake – banget.” Tambahnya.Biru tersenyum geli, sebenarnya selalu merasa takjub bagaimana santai-nya Nila menanggapi segala hal. Seakan tak ada satupun masalah dalam kehidupan gadis itu. “Jadi, kapan?”“Astaga, Biru kamu barusan kedengaran ngebet banget.” Nila menatap Biru dengan tatapan jenaka, “Jangan bilang, sekarang kamu udah naksir aku? Tunggu – seingatku, jenis kelaminku masih perempuan.”Biru mendengus, h

  • BI-LA   07. Bertemu Biru

    "Gimana caranya jadi Hetero?" Mungkin kalau Abas lagi minum airnya bakalan muncrat. Untunglah sekarang Abas cuma duduk sambil menatap Biru yang kelihatan beneran serius dengan pertanyaan tadi. "Gue kena prank?"Biru menghela nafasnya sebelum kembali berkata. "Saya mau nikah."Lagi-lagi Abas melongo - dengan tak indahnya. Rahangnya terbuka lebar dengan tatapan mata yang tak kalah lebarnya. Butuh beberapa menit sampai Abas bisa merespon. "Lo serius?"Dan anggukan Biru tak membuat kekagetan Abas sirna. "KOK BISA?" Tanyanya tak santai yang langsung mendapat tatapan kesal pengunjung café. Mereka memang sengaja mampir setelah pulang kerja."Kemarin Nila ketemu sama orang tua saya, dan mereka nanya soal statu-""Nila? Cewek? Lo mau nikah sama cewek?"Untungnya kali ini Abas bisa mengont

  • BI-LA   06. Siasat Nila

    "Nila.." suara Biru langsung terdengar ketika Nila membuka pintu mobilnya, "Ya?""Soal yang tadi."Nila menggeleng, merasa gemas karna Biru tampak sekali memikirkan soal pembicaraan mereka sebelumnya. "Kamu pikirkan dulu aja baik-baik. Tapi, aku nunggu kabar baiknya.""Kamu bahkan gak percay—"Nila menggeleng membuat Biru menghentikan ucapannya, "Sebaiknya kamu pulang dulu deh. Pasti kabar soal Papa kamu yang masuk Rumah sakit udah menyita pikiran kamu banget. Jadi, kesampingkan aja dulu masalah yang tadi.""Tap—"Nila kembali menggeleng membuat Biru terpaksa mengangguk dan menyetujui saran Nila. "Bisa kita bicarakan besok?"Nila tersenyum jahil, "Bahkan belum ada sepuluh detik aku berdiri dari kursi penumpang dan kamu udah kangen aja sama aku. Wah, aku gak tahu kalau efekku segininya buat kamu."Biru akhirnya menarik sudut bibir membentuk senyuman, Nila meletakkan lengannya di jendela mobil Biru. "Kamu leb

  • BI-LA   05. Perangkap Nila

    "Nila, kita ke rumah sakit dulu." Mobil yang tadinya mengarah ke kantor Nila berubah haluan, Nila melirik ke arah Biru yang kelihatan panik dan cemas. Mau tanya, tapi takut dibilang kepo. Akhirnya Nila hanya bisa untuk mengingatkan Biru soal keselamatan mereka berdua. "Jangan ngebut, nanti kita kesana malah jadi pasien." Biru tersentak, mungkin baru sadar kalau sekarang ia tengah membawa orang lain di sebelahnya. "Maaf, nanti setelah sampai disana kamu bakalan saya antar." Nila menggeleng, "Gak masalah, aku baru aja minta izin." "Kamu sakit?" Nila tertawa geli bisa-bisanya setelah kepanikan tadi, Biru malah mengkhawatirkan dirinya. "Nggak, mau nemenin kamu." "Nemenin?" "Di izinkan kok, kan nemenin calon suami." Biru tersenyum, tampaknya sudah terbiasa dengan segala hal tak terduga yang terdengar dari bibir mungil gadis itu. "Maaf ya." Nila menggelengkan kepalanya terlihat bosan, "Biru! Sekali la

DMCA.com Protection Status