Berbicara mengenai Renata, wanita itu kini tampak menyedihkan dengan baju tahanan berwarna oranye. Setiap hari, dia terus mengumpati Luna, Kakek Ageng, dan Kalingga karena menggagalkan rencana yang sudah disusun matang.Harapannya untuk dibantu oleh Bagas agar secepatnya keluar dari sini pupus sudah, karena pria itu juga ikut ditangkap. Pengacara yang dikirimkan oleh ayahnya pun tidak becus untuk membebaskannya dari sini."Ada bukti dan saksi mata yang memberatkan mu. Selain itu, di tubuh Luna ternyata dipasang kamera tersembunyi yang merekam semua percakapan dan perbuatanmu di toilet perusahaan. CCTV kantor juga menangkap keberadaanmu di sana setelah Luna masuk ke toilet dan keluar dalam keadaan tak sadarkan diri di gendongan Bagas. Kamu ceroboh, Renata."Perkataan pengacara itu masih terus terngiang di telinganya. Dia terlalu gegabah dan terburu-buru, padahal seharusnya dia tidak perlu ikut campur. Cukup Bagas saja yang mengeksekusi, dan dia tetap bersikap manis di depan Kalingga.T
"Ampun! Ampuni aku! Tolong jangan lukai kakiku! Aku mohon! Mamaaaaaaa!"Jeritan Arjuna tidak membuat sosok tinggi besar bermata abu-abu itu berbelas kasihan sedikitpun. Wajahnya datar dan sorot matanya dingin. Sebelah tangannya memegang tongkat pemukul baseball dadi besi."Tolong jangan sakiti anak saya, Tuan. Anak saya nggak bersalah," mohon Sinta dengan air mata berderai.Wanita itu tidak berdaya karena sekujur tubuhnya babak belur dan wajahnya sudah tidak karuan bentuknya. Pengawal Kakek Ageng hanya berdiri diam mengamati, sama sekali tidak menolong dua orang yang dulu begitu jumawa karena menyandang nama belakang Wisnuwardhana."Kaki dibalas kaki. Mata dibalas mata. Kalian tertawa bahagia ketika Luna bersimbah darah tak berdaya dengan kedua kaki tak berfungsi," ucap sosok itu dingin."Aarrggghhhh!"Arjuna menjerit sekuat tenaga ketika tongkat besi itu kembali dipukulkan ke kedua pergelangan kakinya. Tulang-tulangnya patah dan darah keluar dari luka yang tercipta akibat hujaman ton
Kalingga langsung memasuki mobil karena sudah tidak sabar untuk segera menjemput perempuan muda yang semakin lama semakin memenuhi hati dan pikirannya.Sejak kepergian Luna setelah penyerangan Renata, Kalingga merasa hatinya terus saja gelisah. Dia sudah akan menyusul perempuan itu, tapi Irfan terus menghalanginya."Jika kamu nekat menemui Luna dan belum menyelesaikan masalahmu dengan Renata, maka seumur hidup mantan kekasihmu itu akan terus menjadi batu sandungan. Wanita bisa menghancurkanmu dengan fitnahnya, dan publik akan lebih percaya pada omongan perempuan."Kalingga mendadak takut. Sudah banyak kasus salah tangkap karena perempuan, padahal orang tersebut tidak mengenal si perempuan. "Sialan! Kenapa juga aku berhubungan dengan Renata dulu? Apes bener hidupku," maki Kalingga waktu itu.Terpaksa dia harus membiarkan Luna dibawa pergi darinya. Ditambah dengan penjelasan dari Kakek Ageng, sekarang Kalingga semakin tidak ingin melepaskan Luna. Bukan karena ada harta ayah kandung Lun
"Lebih cepat lagi bisa Ron?" tanya Kalingga tak sabar."Jalannya rame begini, Bos. Kalo nabrak, malah makin lama kejebak di sini," jawab Roni santai.Setelah mendapatkan peringatan dari Kakek Ageng, Kalingga tidak mau lagi menunda-nunda waktu untuk menjemput Luna.Ternyata, masalah yang mereka hadapi tidaklah sesederhana itu. Kelakuan Arjuna yang membuat Luna lumpuh dijadikan sebagai alasan oleh Ethan Wilson, keponakan Noah Wilson, untuk menyerang keluarga Wisnuwardhana."Sejak awal, Kakek tidak sesantai seperti yang kamu kira, Nak. Ada banyak harga yang harus kakek bayar untuk mempertahankan perusahaan yang kakek rintis dari nol. Termasuk mengasuh Luna. Tapi sayang, kakek terlalu sibuk dengan perkembangan pesat perusahaan, sampai-sampai kakek lalai terhadap Luna," ucap Kakek Ageng sebelum Kalingga menyusul Luna."Si Wahyu sama Firman udah ngasih kabar lagi belum? Laki-laki Rusia itu belum ketemu Luna kan?" tanya Kalingga dengan hati was-was.Mereka kini memasuki jalan tol. Roni menam
Renata menggigil ketakutan mengingat sorot mata abu-abu dingin yang seakan-akan hendak membekukannya. Pria kaukasoid yang entah siapa tiba-tiba datang dan hanya mengucapkan beberapa kalimat, namun mampu meruntuhkan segala keangkuhan yang selama ini menjadi ciri khasnya."Semua perbuatan ada konsekuensinya. Tapi balasan yang kamu tanggung, akan berkali-kali lipat lebih menyakitkan..." Pria itu berucap, lalu mencondongkan tubuhnya. "Daripada sekedar goresan di lengan perempuan yang kamu anggap pengganggu."Brak!Renata memekik ketakutan sambil menutupi kepalanya. Dia meringkuk di pojokan sel. Setelah kedatangan pria berkulit putih itu, tiba-tiba saja Renata dipindahkan ke kamar lain yang lebih sempit dan hanya dihuni oleh dirinya dan satu orang lain.Satu orang napi dengan wajah dingin dan judes, seorang wanita yang lebih muda dari Renata, terlihat seperti ingin memakannya hidup-hidup."Seharusnya kamu menggunakan otakmu sebelum bertindak. Katanya kamu lulusan S2?" Wanita itu mendengkus
Luna tidak mengerti kenapa dia sangat merindukan Kalingga, padahal dia begitu membenci laki-laki itu. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan pria bajingan yang telah menabrak ayahnya sampai meninggal, tapi hatinya tidak bisa berbohong.Semakin dia membenci Kalingga, semakin dia merasa rindu pada pria itu. Apakah dia termasuk masokis? Padahal Kalingga telah menghina dan merendahkannya."Mas Lingga...hiks...aku kangen," gumamnya di sela-sela mimpinya.Dia bermimpi bertemu dengan pria itu. Sejak kemarin malam setelah pulang dari mall, Luna terus menangis karena perasaan yang tidak dia mengerti. Rasanya rindu, tapi juga benci. Tapi dia ingin dipeluk oleh lelaki itu. Kenapa ribet sekali?Dalam mimpi itu, Kalingga begitu baik dan murah senyum. Berbeda sekali dengan aslinya yang dingin dan cuek. Benar-benar menyebalkan. Luna menyambut Kalingga versi mimpi dengan senang hati. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena dia bisa berbuat sesuka hati tanpa perlu dimarahi atau dibentak-bentak.Ke
Baru kali ini Luna merasa malu bukan main. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia terus menunduk dan enggan menatap ke arah Kalingga yang tengah menatapnya dengan senyum menggoda meskipun wajahnya mulai bengap.Jadi...jadi percintaan mereka itu bukanlah mimpi? Ternyata memang benar terjadi, namun Luna dengan bodohnya malah menganggap itu semua cuma mimpi. Dia menggigit bibir bawahnya karena malu luar biasa. Teringat betapa liar dan nakalnya dia terhadap tubuh Kalingga.Dia bahkan masih ingat betul dengan kata-kata kotor yang dia ucapkan ketika pria itu memasuki tubuhnya. Siapa sangka? Ternyata Luna diam-diam begitu nakal dan tak segan-segan untuk memuji barang berukuran ekstra itu..."Kamu tetap nggak bisa lagi menyentuh adikku. Aku melarangmu untuk mendekatinya lagi!" ucap Nathan untuk yang kesekian kalinya."Lho, kan Luna yang minta. Aku tadi cuma menuruti keinginan dia yang minta dipeluk sampai nangis-nangis semaleman. Ya aku turutin lah. Terus dia yang minta dikelo...""Mas Lingg
"Ini hasil tes DNA kamu sama ayah kita. Aku mengetesnya waktu kita di rumah sakit Jogja," ucap Nathan sambil menyerahkan hasil tes itu pada Luna."Jangan banyak gerak dulu napa? Bandel banget sih dibilangin?" sentak Sofia sambil menutulkan kapas yang sudah diberi alkohol pada luka-luka di wajah Nathan."Tidak usah mengobatiku! Sana pergi!" sentak Nathan balik sambil menatap Sofia tajam.Luna menatap interaksi mereka dengan heran. Kenapa dua orang itu terlihat seperti bermusuhan? Perasaan Sofia baru mengenal Nathan waktu di rumah sakit dulu.Mengedikkan bahu, dia membuka amplop berlogo rumah sakit di Jogjakarta dengan jantung berdebar. Dia sudah tahu wajah dari Noah Wilson dan Lena Andreeva, orangtua Nathan. Bahkan dia juga sudah melihat foto mereka berempat, di mana Luna waktu itu masih berusia 4 tahun dengan kalung berbandul tulisan namanya.Wajah Luna kecil memang mirip dengan Luna yang sekarang. Sama-sama bermata coklat seperti Lena. Berbeda dengan Nathan yang memiliki warna mata a
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d
"Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan
"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL
Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki
Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak
Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang
Nathan menatap datar perempuan tua yang seharusnya dia hormati. Perempuan yang melahirkan ibunya, tapi selalu menorehkan luka hingga sang ibu sering menangis secara diam-diam hingga terbawa ke dalam mimpi.Sejak berusia 5 tahun, Nathan sudah tahu ada yang salah dengan keluarganya. Meskipun dia masih belum bisa memahami apa yang dia lihat, dia masih ingat betul setiap momen yang terjadi di depan matanya. Hingga akhirnya dia paham begitu menginjak remaja.Ibunya tidak diinginkan oleh orangtuanya sendiri, dan sang ayah berkali-kali ingin melenyapkan sang ibu. How twisted is that?Tak ada yang tahu apa yang selama ini disimpan oleh Nathan. Dia bergerak dalam diam dan terus memupuk rasa marah, kecewa, tidak terima, kesal, dan putus asa. Hingga akhirnya hatinya menjadi dingin."Kau!" Nathan menodongkan sepucuk Desert Eagle ke arah pria muda yang masih memegang erat pistolnya dengan tangan gemetar. "Di mana ayah bajinganmu itu? Dialah sumber masalah di keluargaku. Aku harus menghentikannya."