Baru kali ini Luna merasa malu bukan main. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia terus menunduk dan enggan menatap ke arah Kalingga yang tengah menatapnya dengan senyum menggoda meskipun wajahnya mulai bengap.Jadi...jadi percintaan mereka itu bukanlah mimpi? Ternyata memang benar terjadi, namun Luna dengan bodohnya malah menganggap itu semua cuma mimpi. Dia menggigit bibir bawahnya karena malu luar biasa. Teringat betapa liar dan nakalnya dia terhadap tubuh Kalingga.Dia bahkan masih ingat betul dengan kata-kata kotor yang dia ucapkan ketika pria itu memasuki tubuhnya. Siapa sangka? Ternyata Luna diam-diam begitu nakal dan tak segan-segan untuk memuji barang berukuran ekstra itu..."Kamu tetap nggak bisa lagi menyentuh adikku. Aku melarangmu untuk mendekatinya lagi!" ucap Nathan untuk yang kesekian kalinya."Lho, kan Luna yang minta. Aku tadi cuma menuruti keinginan dia yang minta dipeluk sampai nangis-nangis semaleman. Ya aku turutin lah. Terus dia yang minta dikelo...""Mas Lingg
"Ini hasil tes DNA kamu sama ayah kita. Aku mengetesnya waktu kita di rumah sakit Jogja," ucap Nathan sambil menyerahkan hasil tes itu pada Luna."Jangan banyak gerak dulu napa? Bandel banget sih dibilangin?" sentak Sofia sambil menutulkan kapas yang sudah diberi alkohol pada luka-luka di wajah Nathan."Tidak usah mengobatiku! Sana pergi!" sentak Nathan balik sambil menatap Sofia tajam.Luna menatap interaksi mereka dengan heran. Kenapa dua orang itu terlihat seperti bermusuhan? Perasaan Sofia baru mengenal Nathan waktu di rumah sakit dulu.Mengedikkan bahu, dia membuka amplop berlogo rumah sakit di Jogjakarta dengan jantung berdebar. Dia sudah tahu wajah dari Noah Wilson dan Lena Andreeva, orangtua Nathan. Bahkan dia juga sudah melihat foto mereka berempat, di mana Luna waktu itu masih berusia 4 tahun dengan kalung berbandul tulisan namanya.Wajah Luna kecil memang mirip dengan Luna yang sekarang. Sama-sama bermata coklat seperti Lena. Berbeda dengan Nathan yang memiliki warna mata a
"Kak, kamu pake parfum apa sih? Kok nggak enak banget?" tanya Luna sambil menutup hidungnya.Nathan mencium ketiaknya. "Parfum seperti biasanya. Harum begini kok.""Nggak, baunya nggak enak banget!" Luna menghirup aroma itu dan mendekati Fajar yang duduk di sebelah Nathan yang sedang mengemudi. Perutnya langsung mual. "Ih, Mas Fajar bau banget! Kak, berhenti! Aku mau muntah!"Fajar melotot sambil mencium ketiaknya bergantian. "Nggak bau kok."Nathan menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dan Luna langsung membuka pintu mobil sebelum muntah dengan hebat di tanah dekat trotoar."Perasaan Mas Fajar tetep wangi kayak biasanya deh. Luna aneh-aneh aja," kata Sofia sambil mendekati Fajar."Serius, Mbak? Tapi kok kata Luna saya bau?" Fajar langsung merasa insecure. Bayangkan saja, dikatai bau oleh seseorang yang disukainya tentu saja membuat Fajar langsung minder."Ck, nggak usah dengerin dia. Kamu tetep wangi kok."Sofia menyusul Luna yang masih muntah-muntah hingga lemas. Nathan memijit le
Luna sangat menyesal kenapa dia menolak tawaran kakaknya untuk didampingi. Pikirnya, dia akan menghabiskan waktu lagi bersama Kalingga seperti ketika di rumah Rita tadi. Oh, berapa naifnya kamu, Luna.Laki-laki seumuran Kalingga tentulah memiliki banyak pengalaman soal wanita. Apalagi dengan kekayaan dan status keluarga Wisnuwardhana, tentu saja pria seperti Kalingga tidak akan hanya duduk diam menjaga diri agar tetap suci.Mereka hidup di kota metropolitan! Sudah menjadi hal yang biasa seorang eksekutif muda menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di luar sana, bukan? Luna hanya sedang menghibur dirinya sendiri."Seharusnya aku tahu diri. Aku masih kecil. Tentu nggak cukup buat dia," gumamnya dengan suara bergetar sambil melangkah dengan cepat.Setelah ini, dia akan kembali menggugat cerai Kalingga. Alasannya bisa dipikirkan. Lalu dia akan meminta Nathan untuk kembali menyembunyikannya...."Sayang, aku bisa jelasin! Apa yang kamu lihat nggak seperti yang kamu pikirkan." Tiba-tiba
Luna terbangun karena suara ribut di sekitarnya. Dia mendengar Sofia membentak-bentak seseorang. Matanya terbuka dan hidungnya mencium bau khas rumah sakit. "Biarin dia ngomong sama Luna. Kamu ikut aku. Ada hal penting yang harus kita bicarakan." Suara Kalingga terdengar tegas.Pria itu menyeret Sofia keluar dari ruangan dan meninggalkannya sendirian bersama wanita yang tadi dilihatnya di hotel. Ada rasa tercubit di hatinya. Dia kecewa kenapa Kalingga seolah-olah lebih membela perempuan itu daripada dirinya.Apakah selama ini dia terlalu percaya diri hanya karena Kalingga tidak mau bercerai darinya setelah dia sembuh dari lumpuh? Dia terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan. Perempuan muda seperti dirinya masih belum mengerti dengan pikiran kompleks orang dewasa. Di depan bilang maaf dan ingin memperbaiki kesalahan, tapi di belakang masih memiliki hubungan dengan wanita lain."Hai, kamu Luna kan? Akhirnya kita bertemu juga," ucap wanita itu sambil tersenyum.Tanpa sadar Luna menata
Luna membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali. Tidak tahu harus menjawab apa. Dia sendiri tidak pernah bertemu dengan ayah kandungnya, bagaimana bisa dia diminta untuk membujuk pria itu?Dari cerita Nathan saja dia sudah bisa menyimpulkan bahwa ayah kandungnya bukanlah seorang pria baik hati yang penyayang. Noah Wilson tega membuangnya sejak dia berusia 4 tahun, demi Tuhan!Apalagi yang bisa disematkan pada nama pria itu selain brengsek dan bajingan? Mana ada seorang ayah kandung yang tega membuang putrinya sendiri dengan alasan yang entah apapun itu?"Kak, perlu kamu tahu. Aku sendiri baru tahu kalau aku bukan anak kandung ayah sama ibuku yang udah meninggal. Bahkan aku sendiri masih antara percaya dan tidak waktu Nathan bilang kalau aku adalah adiknya yang selama ini hilang. Aku benar-benar nggak ngerti apa-apa, apalagi soal perusahaan kalian atau apapun itu," jelas Luna.Wajah Anjani terlihat kecewa sekaligus putus asa. Luna sebenarnya tidak tega melihatnya, tapi dia sendiri juga
"Ck! Bisa nggak sih nggak usah pake acara nyeret-nyeret segala? Kamu kira aku tawanan? Sakit tahu!" bentak Sofia ketika Kalingga terus menyeretnya menuju ke taman rumah sakit.Sofia langsung menghempaskan cekalan Kalingga sambil memelototinya dengan wajah geram."Kamu bilang tadi Luna kenalan sama cowok bule. Namanya siapa?" tanya Kalingga tanpa basa-basi, tak menghiraukan wajah sinis Sofia."Buat apa kamu mau tahu nama cowok itu? Mau kamu hajar? Nggak usah sok cemburu ya. Kemarin-kemarin kamu nempel-nempel sama Renata, memangnya mikir perasaan Luna gitu?"Kalingga berdecak sambil mengibaskan tangan. Dia tidak ada waktu untuk meladeni drama yang diciptakan oleh Sofia. Kondisinya sedang genting."Apa cowok bule itu...pake aksen Rusia? Dia ngomong pake bahasa apa? Wajah-wajahnya kayak orang Rusia bukan?" cecar Kalingga.Sofia tertegun mendengar pertanyaan Kalingga. Kening gadis itu berkerut. "Gimana kamu bisa tahu?"Kalingga buru-buru mengambil ponselnya di saku celana dan membuka galer
Luna menatap Kalingga yang langsung tersenyum begitu memasuki ruang rawat. Setelah Anjani pergi karena mendapatkan telepon dari seseorang, Luna terus memikirkan perkataan wanita itu.Kenapa semuanya menjadi rumit? Dia kira, masalah akan selesai begitu dia pergi dari keluarga Wisnuwardhana dan bercerai dari Kalingga. Dia bisa menjalani hidup dengan tenang bersama Nathan. Mungkin dia akan sendiri dulu, tidak mau memikirkan tentang pendamping hidup.Tapi pada kenyataannya, masalah yang rumit dan melibatkan banyak orang ini ternyata justru bersumber dari dirinya sendiri. Kalau dia tidak "dibuang" di negara ini, maka tidak akan ada kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, tidak ada pernikahan, dan tidak ada masalah besar karena ayah kandungnya yang tidak terima dengan keluarga Wisnuwardhana."Lagi ngelamun apa?"Luna menatap pria yang sampai detik ini masih berstatus sebagai suaminya."Aku nggak tahu kenapa tiba-tiba kamu berubah. Padahal pagi itu, kamu benar-benar kelihatan muak ba
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d
"Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan
"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL
Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki
Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak
Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang
Nathan menatap datar perempuan tua yang seharusnya dia hormati. Perempuan yang melahirkan ibunya, tapi selalu menorehkan luka hingga sang ibu sering menangis secara diam-diam hingga terbawa ke dalam mimpi.Sejak berusia 5 tahun, Nathan sudah tahu ada yang salah dengan keluarganya. Meskipun dia masih belum bisa memahami apa yang dia lihat, dia masih ingat betul setiap momen yang terjadi di depan matanya. Hingga akhirnya dia paham begitu menginjak remaja.Ibunya tidak diinginkan oleh orangtuanya sendiri, dan sang ayah berkali-kali ingin melenyapkan sang ibu. How twisted is that?Tak ada yang tahu apa yang selama ini disimpan oleh Nathan. Dia bergerak dalam diam dan terus memupuk rasa marah, kecewa, tidak terima, kesal, dan putus asa. Hingga akhirnya hatinya menjadi dingin."Kau!" Nathan menodongkan sepucuk Desert Eagle ke arah pria muda yang masih memegang erat pistolnya dengan tangan gemetar. "Di mana ayah bajinganmu itu? Dialah sumber masalah di keluargaku. Aku harus menghentikannya."