Luna tidak mengerti kenapa dia sangat merindukan Kalingga, padahal dia begitu membenci laki-laki itu. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan pria bajingan yang telah menabrak ayahnya sampai meninggal, tapi hatinya tidak bisa berbohong.Semakin dia membenci Kalingga, semakin dia merasa rindu pada pria itu. Apakah dia termasuk masokis? Padahal Kalingga telah menghina dan merendahkannya."Mas Lingga...hiks...aku kangen," gumamnya di sela-sela mimpinya.Dia bermimpi bertemu dengan pria itu. Sejak kemarin malam setelah pulang dari mall, Luna terus menangis karena perasaan yang tidak dia mengerti. Rasanya rindu, tapi juga benci. Tapi dia ingin dipeluk oleh lelaki itu. Kenapa ribet sekali?Dalam mimpi itu, Kalingga begitu baik dan murah senyum. Berbeda sekali dengan aslinya yang dingin dan cuek. Benar-benar menyebalkan. Luna menyambut Kalingga versi mimpi dengan senang hati. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena dia bisa berbuat sesuka hati tanpa perlu dimarahi atau dibentak-bentak.Ke
Baru kali ini Luna merasa malu bukan main. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia terus menunduk dan enggan menatap ke arah Kalingga yang tengah menatapnya dengan senyum menggoda meskipun wajahnya mulai bengap.Jadi...jadi percintaan mereka itu bukanlah mimpi? Ternyata memang benar terjadi, namun Luna dengan bodohnya malah menganggap itu semua cuma mimpi. Dia menggigit bibir bawahnya karena malu luar biasa. Teringat betapa liar dan nakalnya dia terhadap tubuh Kalingga.Dia bahkan masih ingat betul dengan kata-kata kotor yang dia ucapkan ketika pria itu memasuki tubuhnya. Siapa sangka? Ternyata Luna diam-diam begitu nakal dan tak segan-segan untuk memuji barang berukuran ekstra itu..."Kamu tetap nggak bisa lagi menyentuh adikku. Aku melarangmu untuk mendekatinya lagi!" ucap Nathan untuk yang kesekian kalinya."Lho, kan Luna yang minta. Aku tadi cuma menuruti keinginan dia yang minta dipeluk sampai nangis-nangis semaleman. Ya aku turutin lah. Terus dia yang minta dikelo...""Mas Lingg
"Sof, kakiku bisa digerakkan!" seru Luna antusias dengan hati terasa penuh. Rasanya dia ingin melompat-lompat saking senangnya karena akhirnya bisa menggerakkan kakinya dalam keadaan berdiri. Luna mencoba mengangkat kaki kanannya ke depan hingga menghasilkan satu langkah. "Bagus! Kesabaran kamu membuahkan hasil, Lun!" sahut Sofia dengan senyum lebar. "Ayo, satu langkah lagi. Kamu pasti bisa." Luna berpegangan pada kedua tangan Sofia, sahabat sejak kecil yang kini masih kuliah di kedokteran semester empat. Kaki kirinya kembali melangkah dengan sangat perlahan, dan akhirnya berhasil. "Sof," panggil Luna dengan suara bergetar dan kedua mata berkaca-kaca saking bahagianya. "Sof, makasih banyak udah mau bersabar membantu aku." Luna memeluk sahabatnya sambil menangis tersedu-sedu karena bahagia. Tidak ada lagi orang yang bisa dia jadikan sebagai sandaran selain wanita dalam pelukannya ini setelah ayahnya meninggal karena ditabrak oleh Kalingga, laki-laki yang kini menjadi suaminya. "Ka
Luna dan Sofia langsung menoleh ke belakang, mendapati Peni, ART di rumah Kalingga yang bekerja sejak dua tahun lalu, menatap mereka dengan wajah terkejut bukan main. "Eh, Bu Luna. Maaf, saya kira tadi ART rumah sebelah dan saudaranya yang datang ke sini waktu saya masih di luar. Soalnya tadi sempat mengirim pesan wa mau berkunjung ke sini sebentar. Maaf, Bu," kata Peni buru-buru sambil menunduk takut. "Ssstt, jangan keras-keras. Ibu sama Mas Lingga masih di dalam?" peringat Luna sambil berbisik. Peni mengerutkan kening, tapi setelah itu membelalak. "Mereka masih di ruang keluarga, Bu. Lho, saya kira Bu Luna malah masih terapi di rumah sakit. Makanya saya pikir teman-teman saya lancang sekali masuk ke sini tanpa saya. Hampir saja jantung saya copot kalau sampai ketahuan. Bisa dipecat saya." Luna berdecak sambil mengibaskan tangan. "Jangan bilang sama Bu Devi kalau aku dan Sofia ada di sini. Kalau mereka sudah pergi, buruan bilang ke aku," pesan Luna masih sambil berbisik. Peni me
Luna memegangi kakinya yang sakit. Dia masih terduduk di lantai keramik yang dingin sambil meringis karena tangannya juga sakit akibat menahan beban tubuhnya.Kalingga langsung melepaskan tangannya setelah memaksa Luna untuk berdiri, sehingga Luna terjatuh dengan keras."Aku nggak berpura-pura Mas. Kakiku masih sakit," kata Luna sambil mendongak.Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kalingga benar-benar berubah menjadi dingin."Irfan bilang kamu udah bisa berdiri dan berjalan, jadi jangan berbohong!" hardik Kalingga.Luna menggeleng. "Enggak, Mas. Aku beneran belum bisa jalan. Kakiku aja masih sakit dan kaku."Dia tidak sepenuhnya berbohong. Kakinya masih terasa kaku dan sakit setiap kali dibuat berdiri. Sofia bilang, dia harus tetap menjalani fisioterapi sampai kakinya benar-benar bisa digunakan untuk berjalan sepenuhnya.Selain dengan Irfan, Luna memang diam-diam menjalankan terapi dengan Sofia agar bisa cepat sembuh. Tapi ternyata kesembuhannya justru akan membuat
"Luna! Uang apa itu?"Luna buru-buru menyembunyikan uang itu di belakang punggungnya."Sofia? Hari ini jadwalku terapi ke dokter Irfan. Kenapa kamu ke sini?" tanya Luna gugup.Dia melirik Peni yang buru-buru pergi begitu Sofia semakin mendekat."Perasaanku nggak enak, jadi aku ke sini. Kamu habis nangis? Kalingga ngapain kamu lagi?" cecar Sofia dengan mata menyelidik."Eh? Nggak kok. Aku tadi cuma keinget almarhum ayah aja makanya nangis." Luna buru-buru mengusap air mata di wajahnya."Aku tadi melihat ibu mertuamu dari rumah ini, makanya aku nungguin dia keluar dulu. Kamu habis dimaki-maki lagi sama dia? Kali ini soal apalagi?"Luna langsung mengalihkan pandangannya dan kembali memakan sarapan yang belum habis."Sarapan dulu yuk. Mumpung Mbak Peni masak banyak lauk. Ini tumis udang buatanku loh," kata Luna mengalihkan perhatian.Dia hanya tidak mau Sofia histeris kalau tahu apa yang diucapkan oleh Kalingga dan Bu Devi tadi. Sudah bisa dipastikan bahwa Sofia akan memaksanya untuk berp
"Kamu kenapa? Makanannya nggak enak? Apa perlu kita pindah restoran?" tanya Sofia dengan wajah khawatir.Luna buru-buru menggeleng. Tidak mungkin dia sangat tidak tahu diri meminta Sofia untuk pindah ke restoran lain, sedangkan restoran ini sudah yang paling mewah dan mahal."Enak kok. Seharusnya kamu nggak perlu membawaku ke tempat ini, Sof. Jangan buang-buang banyak uang cuma buat makan. Apalagi buat...aku," ucapnya lirih di akhir kalimat.Sofia tentu saja menatapnya tak suka. Wanita itu sangat membenci responnya yang seperti itu. "Bisa nggak sih kamu berhenti merendahkan diri kamu sendiri? Memangnya kenapa kalau aku buang-buang duit buat kamu? Bukan karena kamu sekarang yatim piatu. Dulu waktu Pak Sakur masih hidup, aku tetap beliin kamu ini itu kan? Itu nggak seberapa dibandingkan dengan kebaikan ibu kamu mendonorkan hati dan paru-parunya buat mama setelah meninggal."Luna menggenggam tangan Sofia yang matanya mulai berkaca-kaca. Ibunya memang sebaik itu. Sebelum meninggal dalam
"Eh, sorry aku nggak sengaja denger percakapan kalian," ucap Renata.Luna langsung menunduk dan mencuci tangannya, tidak ingin melihat wanita itu lagi. Pantas saja Kalingga ingin cepat-cepat bercerai darinya. Renata benar-benar cantik karena make-up mahal dan perawatan tubuh yang pastinya juga mahal."It's okay," jawab Sofia dengan wajah datar.Mereka hanya diam ketika Renata pergi dari toilet."Cih! Yang kayak gitu digilai sama Kalingga? Tipe-tipe cewek terlalu friendly sama semua cowok. Kok mau sih suami kamu sama WC umum kayak dia?" cibir Sofia."Hush, jangan gitu, Sof. Aku memang nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia," ujar Luna. "Kita keluar dari sini ya. Aku mau istirahat di rumah. Kakiku masih belum bisa lama-lama berdiri."Sofia memutar matanya. "Dibandingkan dengan kamu, jelas lebih cantik kamu lah. Cantiknya Renata itu biasa aja, ketolong make-up mahal. Kamu nggak pake make-up aja udah cantik."Luna tidak mempedulikan ocehan Sofia. Dia menarik tangan wanita itu agar s
Baru kali ini Luna merasa malu bukan main. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia terus menunduk dan enggan menatap ke arah Kalingga yang tengah menatapnya dengan senyum menggoda meskipun wajahnya mulai bengap.Jadi...jadi percintaan mereka itu bukanlah mimpi? Ternyata memang benar terjadi, namun Luna dengan bodohnya malah menganggap itu semua cuma mimpi. Dia menggigit bibir bawahnya karena malu luar biasa. Teringat betapa liar dan nakalnya dia terhadap tubuh Kalingga.Dia bahkan masih ingat betul dengan kata-kata kotor yang dia ucapkan ketika pria itu memasuki tubuhnya. Siapa sangka? Ternyata Luna diam-diam begitu nakal dan tak segan-segan untuk memuji barang berukuran ekstra itu..."Kamu tetap nggak bisa lagi menyentuh adikku. Aku melarangmu untuk mendekatinya lagi!" ucap Nathan untuk yang kesekian kalinya."Lho, kan Luna yang minta. Aku tadi cuma menuruti keinginan dia yang minta dipeluk sampai nangis-nangis semaleman. Ya aku turutin lah. Terus dia yang minta dikelo...""Mas Lingg
Luna tidak mengerti kenapa dia sangat merindukan Kalingga, padahal dia begitu membenci laki-laki itu. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan pria bajingan yang telah menabrak ayahnya sampai meninggal, tapi hatinya tidak bisa berbohong.Semakin dia membenci Kalingga, semakin dia merasa rindu pada pria itu. Apakah dia termasuk masokis? Padahal Kalingga telah menghina dan merendahkannya."Mas Lingga...hiks...aku kangen," gumamnya di sela-sela mimpinya.Dia bermimpi bertemu dengan pria itu. Sejak kemarin malam setelah pulang dari mall, Luna terus menangis karena perasaan yang tidak dia mengerti. Rasanya rindu, tapi juga benci. Tapi dia ingin dipeluk oleh lelaki itu. Kenapa ribet sekali?Dalam mimpi itu, Kalingga begitu baik dan murah senyum. Berbeda sekali dengan aslinya yang dingin dan cuek. Benar-benar menyebalkan. Luna menyambut Kalingga versi mimpi dengan senang hati. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena dia bisa berbuat sesuka hati tanpa perlu dimarahi atau dibentak-bentak.Ke
Renata menggigil ketakutan mengingat sorot mata abu-abu dingin yang seakan-akan hendak membekukannya. Pria kaukasoid yang entah siapa tiba-tiba datang dan hanya mengucapkan beberapa kalimat, namun mampu meruntuhkan segala keangkuhan yang selama ini menjadi ciri khasnya."Semua perbuatan ada konsekuensinya. Tapi balasan yang kamu tanggung, akan berkali-kali lipat lebih menyakitkan..." Pria itu berucap, lalu mencondongkan tubuhnya. "Daripada sekedar goresan di lengan perempuan yang kamu anggap pengganggu."Brak!Renata memekik ketakutan sambil menutupi kepalanya. Dia meringkuk di pojokan sel. Setelah kedatangan pria berkulit putih itu, tiba-tiba saja Renata dipindahkan ke kamar lain yang lebih sempit dan hanya dihuni oleh dirinya dan satu orang lain.Satu orang napi dengan wajah dingin dan judes, seorang wanita yang lebih muda dari Renata, terlihat seperti ingin memakannya hidup-hidup."Seharusnya kamu menggunakan otakmu sebelum bertindak. Katanya kamu lulusan S2?" Wanita itu mendengkus
"Lebih cepat lagi bisa Ron?" tanya Kalingga tak sabar."Jalannya rame begini, Bos. Kalo nabrak, malah makin lama kejebak di sini," jawab Roni santai.Setelah mendapatkan peringatan dari Kakek Ageng, Kalingga tidak mau lagi menunda-nunda waktu untuk menjemput Luna.Ternyata, masalah yang mereka hadapi tidaklah sesederhana itu. Kelakuan Arjuna yang membuat Luna lumpuh dijadikan sebagai alasan oleh Ethan Wilson, keponakan Noah Wilson, untuk menyerang keluarga Wisnuwardhana."Sejak awal, Kakek tidak sesantai seperti yang kamu kira, Nak. Ada banyak harga yang harus kakek bayar untuk mempertahankan perusahaan yang kakek rintis dari nol. Termasuk mengasuh Luna. Tapi sayang, kakek terlalu sibuk dengan perkembangan pesat perusahaan, sampai-sampai kakek lalai terhadap Luna," ucap Kakek Ageng sebelum Kalingga menyusul Luna."Si Wahyu sama Firman udah ngasih kabar lagi belum? Laki-laki Rusia itu belum ketemu Luna kan?" tanya Kalingga dengan hati was-was.Mereka kini memasuki jalan tol. Roni menam
Kalingga langsung memasuki mobil karena sudah tidak sabar untuk segera menjemput perempuan muda yang semakin lama semakin memenuhi hati dan pikirannya.Sejak kepergian Luna setelah penyerangan Renata, Kalingga merasa hatinya terus saja gelisah. Dia sudah akan menyusul perempuan itu, tapi Irfan terus menghalanginya."Jika kamu nekat menemui Luna dan belum menyelesaikan masalahmu dengan Renata, maka seumur hidup mantan kekasihmu itu akan terus menjadi batu sandungan. Wanita bisa menghancurkanmu dengan fitnahnya, dan publik akan lebih percaya pada omongan perempuan."Kalingga mendadak takut. Sudah banyak kasus salah tangkap karena perempuan, padahal orang tersebut tidak mengenal si perempuan. "Sialan! Kenapa juga aku berhubungan dengan Renata dulu? Apes bener hidupku," maki Kalingga waktu itu.Terpaksa dia harus membiarkan Luna dibawa pergi darinya. Ditambah dengan penjelasan dari Kakek Ageng, sekarang Kalingga semakin tidak ingin melepaskan Luna. Bukan karena ada harta ayah kandung Lun
"Ampun! Ampuni aku! Tolong jangan lukai kakiku! Aku mohon! Mamaaaaaaa!"Jeritan Arjuna tidak membuat sosok tinggi besar bermata abu-abu itu berbelas kasihan sedikitpun. Wajahnya datar dan sorot matanya dingin. Sebelah tangannya memegang tongkat pemukul baseball dadi besi."Tolong jangan sakiti anak saya, Tuan. Anak saya nggak bersalah," mohon Sinta dengan air mata berderai.Wanita itu tidak berdaya karena sekujur tubuhnya babak belur dan wajahnya sudah tidak karuan bentuknya. Pengawal Kakek Ageng hanya berdiri diam mengamati, sama sekali tidak menolong dua orang yang dulu begitu jumawa karena menyandang nama belakang Wisnuwardhana."Kaki dibalas kaki. Mata dibalas mata. Kalian tertawa bahagia ketika Luna bersimbah darah tak berdaya dengan kedua kaki tak berfungsi," ucap sosok itu dingin."Aarrggghhhh!"Arjuna menjerit sekuat tenaga ketika tongkat besi itu kembali dipukulkan ke kedua pergelangan kakinya. Tulang-tulangnya patah dan darah keluar dari luka yang tercipta akibat hujaman ton
Berbicara mengenai Renata, wanita itu kini tampak menyedihkan dengan baju tahanan berwarna oranye. Setiap hari, dia terus mengumpati Luna, Kakek Ageng, dan Kalingga karena menggagalkan rencana yang sudah disusun matang.Harapannya untuk dibantu oleh Bagas agar secepatnya keluar dari sini pupus sudah, karena pria itu juga ikut ditangkap. Pengacara yang dikirimkan oleh ayahnya pun tidak becus untuk membebaskannya dari sini."Ada bukti dan saksi mata yang memberatkan mu. Selain itu, di tubuh Luna ternyata dipasang kamera tersembunyi yang merekam semua percakapan dan perbuatanmu di toilet perusahaan. CCTV kantor juga menangkap keberadaanmu di sana setelah Luna masuk ke toilet dan keluar dalam keadaan tak sadarkan diri di gendongan Bagas. Kamu ceroboh, Renata."Perkataan pengacara itu masih terus terngiang di telinganya. Dia terlalu gegabah dan terburu-buru, padahal seharusnya dia tidak perlu ikut campur. Cukup Bagas saja yang mengeksekusi, dan dia tetap bersikap manis di depan Kalingga.T
Luna menerima panggilan dari nomor asing yang ada di ponsel yang masih terlihat baru. Dengan ragu mendekatkan ponsel itu ke telinganya."Halo?"[Mbak Luna? Saya Cokro, pengacara keluarga Bapak Erwin. Mau memberitahu soal perkembangan gugatan cerai mbak ke Pak Kalingga Wisnuwardhana.]"Eh? Iya, Pak Cokro. Jadi gimana?" tanya Luna penasaran. Dia sudah mengenal Pak Cokro, dan semakin akrab setelah proses adopsi yang dilakukan oleh ayah Erwin.[Begini, Mbak. Gugatan Mbak Luna ditolak oleh hakim karena bukti-bukti perselingkuhan Pak Kalingga bisa dipatahkan oleh pengacara Pak Kalingga. Suami anda tidak terbukti berselingkuh.]"Apa? Ya nggak bisa gitu dong! Udah jelas-jelas dia menghamili Renata terus nikahin perempuan itu. Kok bisa bukti sejelas itu malah ditolak sama hakim?"[Ya karena memang buktinya tidak valid, Mbak. Selain tuduhan berselingkuh, tidak ada alasan lain untuk menggugat Pak Kalingga, karena selama ini beliau memenuhi kebutuhan lahir dan batin anda serta tidak pernah melaku
"Mbak Rita kemana, Bu?" tanya Luna ketika tidak mendapati siapapun saat keluar dari kamar sehabis sarapan.Nathan terpaksa harus kembali ke ibukota karena banyaknya pekerjaan yang menuntut kehadirannya, sedangkan Teguh sibuk melapor lewat telepon kepada atasannya."Panggil Mbok Tini aja, Mbak. Non Rita masih ke minimarket beli susunya Axel," jawab Mbok Tini, perempuan yang Luna kira ibunya Rita.Luna meregangkan tangannya dan menghirup udara segar yang terasa menyejukkan."Ini daerah mana ya, Mbok? Kok masih adem dan seger gitu udaranya.""Batu, Mbak. Di sini memang agak jauh dari kota, jadi nggak terlalu rame. Tapi kalau mau beli sesuatu atau makanan, banyak yang jualan kok di depan gang. Jaman sekarang, semua orang jadi ikut-ikutan jualan. Maklum, banyak yang kena PHK gara-gara covid dulu," jelas Mbok Tini sambil terus mengawasi Axel yang asyik bermain tanah di depan teras.Luna manggut-manggut. Memang benar apa yang dikatakan oleh wanita seumuran Bu Citra itu. Jaman sekarang, menca