Keinginan dan rencana Nayyara sebenarnya meninggalkan Ya'qub sampai pria itu selesai sholat, ia kira membeli makanan akan lama dengan bayang-bayang di pikirannya resto rumah sakit sedang antri dan penuh pembeli, nyatanya apa? Justru malahan sepi, membuat Nayyara pun mau tak mau cepat juga mendapatkan makanannya. Ia berencana memperlambat durasi makanannya juga agar ketika kembali ke ruangan abi dan uminya Ya'qub nanti keluarga harmonis itu sudah selesai sholat sehingga membuat Nayyara bisa langsung berbicara to the point kepada Ya'qub bahwa setelah hubungan mereka yang kira nyata itu sebenarnya tak ada mereka harus berpisah secepatnya. Tetapi nyatanya Nayyara makan begitu cepat, soto Banjar pesanannya itu terasa baru saja di letakkan pelayan di meja di depannya, lah sekarang sudah habis tak bersisa begitu saja, rupanya disebabkan faktor kelaparan ia pun makan begitu cepat. Seharusnya jika Nayyara ingin lebih lambat datang ke ruang VVIP lagi, dia bisa bertahan di resto rumah sakit du
Begitu menyelesaikan rukun sholat yakni salam, pria berpeci kopiah putih Malaysia itu menyapu wajahnya karena bagian dari sunnah, kemudian berdoa sebentar, setelahnya pria itu sedikit memutar tubuhnya, tidak sampai seratus delapan puluh derajat hanya setengahnya yakni sembilan puluh derajat saja. Ia melonggarkan gelang serut dari kayu yang terpasang di tangan kirinya, setelah longgar tidak ada opsi lain selain benda tersebut terlepas, bukan tidak beralasan Ya'qub mengenakan gelang tersebut sejak ia remaja sekitar usia empat belas tahunan hingga sampai kini dewasa sudah berumur dua puluh enam tahun. Kayu kayu kecil di gelang tersebut yang berjumlah tiga puluh tiga sama dengan jumlah tasbih pada satu lafaz zikir setelah sholat, sehingga membantunya menjadi tasbih untuk digunakan menghitung berapa jumlah lafaz zikir yang sudah dia baca. Dan kali ini dia memanfaatkannya lagi untuk dijadikan tasbih, biar kecil terpenting ada. Lagipula alasan Ya'qub menggunakan gelang yang sebenarnya bias
Suasana sebuah ruang rawat yang telah disewa seorang pria yang mana kebetulan juga ada di sana berubah ratusan derajat dari suasana beberapa menit yang lalu, suhu udaranya pun juga terasa berbeda dirasakan oleh tiga insan di dalamnya, satu pun diantara ketiganya tak bisa menjelaskan apa suhu udaranya memanas atau mendingin sebenarnya setelah kalimat lantang tetapi sempat terbata tadi terdengar. Waktu yang sudah menunjukkan malam hari membuat malam menjadi terasa semakin terasa kikuk dan canggung disana. Belum ada yang membuka mulut tuk bicara seusai kalimat barusan terdengar di sana, mereka sama-sama bungkam dan membisu tak tau harus melakukan dan mengatakan apa, sesuatu terasa begitu membuncah di dalam dada masing-masing. Seorang pria yang paling barusan berbicara itu memalingkan kepalanya menjadi menatap jendela, enggan menatap lurus dan jadinya melihat sang papa, entah memang semata-mata karena enggan atau belum sanggup. "A-ansel? Alhamdulillah sayang, akhirnya kamu mau menyebut
Pergerakan yang begitu heboh dari dekatnya dan tertangkap penglihatannya membuat lamunan Ya'qub mau tak mau menjadi pecah, lelaki dewasa kembarannya berlari begitu repot menuju ke sofa, siapa lagi jika bukan Yusuf yang memang urakan karakternya yang melakukan kehebohan itu? "Mari makan! Huhuhu, makanan Spanyol lagi kiw!" pekik Yusuf sambil membuka paperbag yang berada di atas meja di depan sofa yang di duduki Nayyara dan Maria. Melihat lancang nya Yusuf itu, Ya'qub hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya pasrah, mau bagaimana lagi? Ingin memberikan teguran kepada Yusuf pun percuma, jatuhnya akan menjadi sia-sia dengan membuang kata yang keluar dari mulutnya Ya'qub sedangkan Ya'qub kan irit bicara untuk sesuatu yang tidak berguna dan hanya basa-basi belaka, mana mungkin pria ini mau, camkan itu. Lagipula Yusuf memang tidak akan menggubris, pria itu akan mengeluarkan alasan-alasan yang memang logis untuknya dan untuk yang mendengarnya, karena Maria telah membebaskan Yusuf mengacak-a
Kernyitan yang begitu dalam tercetak di dahinya seorang gadis pemilik manik mata blue sapphire tersebut, dia benar-benar heran apakah bau nafasnya tercium sehingga dapat diketahui aromanya dan bisa ditebak dengan sangat benar apa sesuatu yang baru saja dia santap? "Kenapa lo tau?" selidik nya bertanya curiga pada seorang pria di depannya. Pria berambut ikal berwarna hitam di depan Nayyara itu tidak merasa risih kok ditanyai Nayyara dengan sebegitu nya intonasi menyelidiknya, ia teramat mampu bersikap begitu tenang dan santai. "Tidak pernah kah lo mencium aroma cappuccino semenjak berkenalan dengan gue?" tanya Ya'qub. Hey! Ini seperti bukan dirinya! Berbasa-basi itu sama sekali bukanlah karakternya Ya'qub. Lantas, mengapa kali ini pria ini seperti itu? Ada apa dengannya? Kesambet apa dia? Lalu kemana pribadi Ya'qub yang asli dan sebenarnya? "Eh doyam! Lo kok lucu sih? Kenapa nanya gitu segala?" tanya Nayyara masih heran. Sesegera mungkin pria yang masih mengenakan kopiah putih Ma
"Buang-buang waktu tau gak?!" tambah gadis berambut coklat itu menukas. Pria yang menggunakan hoodie berwarna abu-abu dan sarung di depannya itu terdiam sempurna, sejak kalimat Nayyara di awal tadi pria yang kini berpenampilan ala-ala santri muda dan memiliki nama Ya'qub ini terasa sudah sesak dadanya. Kalimat Nayyara yang permulaan tadi bukan tidak berdampak apapun pada Ya'qub, pria itu tergores hatinya. Ya'qub kehilangan kepercayaan kepada banyak orang untuk berbicara banyak, mulai hari ini dirinya berjanji akan ia kunci kembali hatinya, sosok Ya'qub Lutfi Al Lathif akan semakin mendingin sejak hari ini hingga seterusnya, jika semakin terluka begini Ya'qub serasa tak ingin menghangat kepada siapapun. Percobaannya untuk hangat saja tidak dihargai dan justru dituding, tak ingin lagi dirinya mencoba untuk yang kedua kali menjadi pribadi yang hangat, cukup sampai di sini percobaannya. Terpikir untuk mencoba menghangat tidak sebentar Ya'qub pertimbangkan, butuh waktu berbulan-bulan ka
Ekspresi bingung bercampur khawatir tercetak jelas di raut wajah seorang wanita paruh baya, kunyahan nya pada makanan di dalam mulutnya melambat seiring detik, seiring pikirannya yang sibuk memikirkan sesuatu yang ada di otaknya kini. "Yusuf?" panggilnya kepada seorang pria dewasa yang sedikit membelakanginya dikarenakan menghadap meja, putranya sendiri. "Ada apa, umi?" tanya si empu nama menyahut disertai memiringkan badan untuk melihatnya. "Ya'qub sama Nayyara kemana?" tanya umi Yasmin to the point kepada salah seorang putra yang dia miliki. Wajah polos diperlihatkan Yusuf kepada umi nya, "Lah Yusuf gak tau, umi. Mereka pas mau keluar tadi Yusuf tanyain, tapi gak ngejawab, sangat menyebalkan memang!" jawabnya menggebu-gebu pada ujung kalimat. "Walaupun begitu kembaranmu juga loh, ya kan, Maria?" ucap abi Yasser nyeletuk dan sedikit menghibur dirinya sendiri, juga mengajak Maria bercakap sedikit karena gadis itu ada di dekatnya. Hanya tertawa tipis yang menjadi balasan Maria se
"Jangan begini, Ansel!" rengek gadis berhijab hitam yang duduk di sofa di ruang VVIP sebuah rumah sakit di Kanada ini, dari intonasi bicaranya jika semakin diselami bisa diketahui bahwa ia sedang merasa cukup lelah. "Salah aku telah mencintaimu?" tanya pria yang duduk berjauhan dengan gadis tadi, sebab si pria ini duduk pinggiran kasur rumah sakit, jarak mereka mungkin sekitar tiga meteran, jadi meskipun di ruangan ini hanya ada mereka berdua, bukan kedekatan yang terjadi diantara keduanya, melainkan berjauhan yang begitu jelas adanya. Baru saja Medina ingin membuka mulut untuk memberikan balasan, Ansel dengan segera menyerobot, padahal sebelum mendapatkan kata-kata untuk membalas itu Medina sempat bungkam memikirkan, tetapi ketika ia bungkam Ansel pun juga tak kalah terdiam. "Tidak perlu dijawab, Medina. Jika ujung-ujungnya hanya penolakan yang kamu tunjukkan, pun aku sudah mengetahui jawabannya, bahwa aku memang salah mencintaimu di samping statusmu yang tunangannya seseorang."P