Suasana sebuah ruang rawat yang telah disewa seorang pria yang mana kebetulan juga ada di sana berubah ratusan derajat dari suasana beberapa menit yang lalu, suhu udaranya pun juga terasa berbeda dirasakan oleh tiga insan di dalamnya, satu pun diantara ketiganya tak bisa menjelaskan apa suhu udaranya memanas atau mendingin sebenarnya setelah kalimat lantang tetapi sempat terbata tadi terdengar. Waktu yang sudah menunjukkan malam hari membuat malam menjadi terasa semakin terasa kikuk dan canggung disana. Belum ada yang membuka mulut tuk bicara seusai kalimat barusan terdengar di sana, mereka sama-sama bungkam dan membisu tak tau harus melakukan dan mengatakan apa, sesuatu terasa begitu membuncah di dalam dada masing-masing. Seorang pria yang paling barusan berbicara itu memalingkan kepalanya menjadi menatap jendela, enggan menatap lurus dan jadinya melihat sang papa, entah memang semata-mata karena enggan atau belum sanggup. "A-ansel? Alhamdulillah sayang, akhirnya kamu mau menyebut
Pergerakan yang begitu heboh dari dekatnya dan tertangkap penglihatannya membuat lamunan Ya'qub mau tak mau menjadi pecah, lelaki dewasa kembarannya berlari begitu repot menuju ke sofa, siapa lagi jika bukan Yusuf yang memang urakan karakternya yang melakukan kehebohan itu? "Mari makan! Huhuhu, makanan Spanyol lagi kiw!" pekik Yusuf sambil membuka paperbag yang berada di atas meja di depan sofa yang di duduki Nayyara dan Maria. Melihat lancang nya Yusuf itu, Ya'qub hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya pasrah, mau bagaimana lagi? Ingin memberikan teguran kepada Yusuf pun percuma, jatuhnya akan menjadi sia-sia dengan membuang kata yang keluar dari mulutnya Ya'qub sedangkan Ya'qub kan irit bicara untuk sesuatu yang tidak berguna dan hanya basa-basi belaka, mana mungkin pria ini mau, camkan itu. Lagipula Yusuf memang tidak akan menggubris, pria itu akan mengeluarkan alasan-alasan yang memang logis untuknya dan untuk yang mendengarnya, karena Maria telah membebaskan Yusuf mengacak-a
Kernyitan yang begitu dalam tercetak di dahinya seorang gadis pemilik manik mata blue sapphire tersebut, dia benar-benar heran apakah bau nafasnya tercium sehingga dapat diketahui aromanya dan bisa ditebak dengan sangat benar apa sesuatu yang baru saja dia santap? "Kenapa lo tau?" selidik nya bertanya curiga pada seorang pria di depannya. Pria berambut ikal berwarna hitam di depan Nayyara itu tidak merasa risih kok ditanyai Nayyara dengan sebegitu nya intonasi menyelidiknya, ia teramat mampu bersikap begitu tenang dan santai. "Tidak pernah kah lo mencium aroma cappuccino semenjak berkenalan dengan gue?" tanya Ya'qub. Hey! Ini seperti bukan dirinya! Berbasa-basi itu sama sekali bukanlah karakternya Ya'qub. Lantas, mengapa kali ini pria ini seperti itu? Ada apa dengannya? Kesambet apa dia? Lalu kemana pribadi Ya'qub yang asli dan sebenarnya? "Eh doyam! Lo kok lucu sih? Kenapa nanya gitu segala?" tanya Nayyara masih heran. Sesegera mungkin pria yang masih mengenakan kopiah putih Ma
"Buang-buang waktu tau gak?!" tambah gadis berambut coklat itu menukas. Pria yang menggunakan hoodie berwarna abu-abu dan sarung di depannya itu terdiam sempurna, sejak kalimat Nayyara di awal tadi pria yang kini berpenampilan ala-ala santri muda dan memiliki nama Ya'qub ini terasa sudah sesak dadanya. Kalimat Nayyara yang permulaan tadi bukan tidak berdampak apapun pada Ya'qub, pria itu tergores hatinya. Ya'qub kehilangan kepercayaan kepada banyak orang untuk berbicara banyak, mulai hari ini dirinya berjanji akan ia kunci kembali hatinya, sosok Ya'qub Lutfi Al Lathif akan semakin mendingin sejak hari ini hingga seterusnya, jika semakin terluka begini Ya'qub serasa tak ingin menghangat kepada siapapun. Percobaannya untuk hangat saja tidak dihargai dan justru dituding, tak ingin lagi dirinya mencoba untuk yang kedua kali menjadi pribadi yang hangat, cukup sampai di sini percobaannya. Terpikir untuk mencoba menghangat tidak sebentar Ya'qub pertimbangkan, butuh waktu berbulan-bulan ka
Ekspresi bingung bercampur khawatir tercetak jelas di raut wajah seorang wanita paruh baya, kunyahan nya pada makanan di dalam mulutnya melambat seiring detik, seiring pikirannya yang sibuk memikirkan sesuatu yang ada di otaknya kini. "Yusuf?" panggilnya kepada seorang pria dewasa yang sedikit membelakanginya dikarenakan menghadap meja, putranya sendiri. "Ada apa, umi?" tanya si empu nama menyahut disertai memiringkan badan untuk melihatnya. "Ya'qub sama Nayyara kemana?" tanya umi Yasmin to the point kepada salah seorang putra yang dia miliki. Wajah polos diperlihatkan Yusuf kepada umi nya, "Lah Yusuf gak tau, umi. Mereka pas mau keluar tadi Yusuf tanyain, tapi gak ngejawab, sangat menyebalkan memang!" jawabnya menggebu-gebu pada ujung kalimat. "Walaupun begitu kembaranmu juga loh, ya kan, Maria?" ucap abi Yasser nyeletuk dan sedikit menghibur dirinya sendiri, juga mengajak Maria bercakap sedikit karena gadis itu ada di dekatnya. Hanya tertawa tipis yang menjadi balasan Maria se
"Jangan begini, Ansel!" rengek gadis berhijab hitam yang duduk di sofa di ruang VVIP sebuah rumah sakit di Kanada ini, dari intonasi bicaranya jika semakin diselami bisa diketahui bahwa ia sedang merasa cukup lelah. "Salah aku telah mencintaimu?" tanya pria yang duduk berjauhan dengan gadis tadi, sebab si pria ini duduk pinggiran kasur rumah sakit, jarak mereka mungkin sekitar tiga meteran, jadi meskipun di ruangan ini hanya ada mereka berdua, bukan kedekatan yang terjadi diantara keduanya, melainkan berjauhan yang begitu jelas adanya. Baru saja Medina ingin membuka mulut untuk memberikan balasan, Ansel dengan segera menyerobot, padahal sebelum mendapatkan kata-kata untuk membalas itu Medina sempat bungkam memikirkan, tetapi ketika ia bungkam Ansel pun juga tak kalah terdiam. "Tidak perlu dijawab, Medina. Jika ujung-ujungnya hanya penolakan yang kamu tunjukkan, pun aku sudah mengetahui jawabannya, bahwa aku memang salah mencintaimu di samping statusmu yang tunangannya seseorang."P
Helaan nafas dilakukan seorang pria berambut hitam ikal yang telah berbaring di atas ranjang rumah sakit di ruangan operasi, ia tengah mengatur nafasnya agar bisa membuatnya sedikit lebih tenang. Terbiasa mengoperasi seseorang lah ini keadaan berbalik, giliran dia yang dioperasi oleh orang lain. Memang benar, sampai sekarang usianya dua puluh enam tahun tidak pernah sekali pun dia di operasi, sebab syukur alhamdulillah nya dia tidak pernah sakit yang parah dan mengharuskan operasi misalnya, hanya sakit ringan yang biasa menimpanya seperti halnya demam, batuk, ataupun pilek, yang bisa ditangani hanya dengan minum obat. Justru dialah yang biasanya mengoperasi orang lain, yang pasti sejak tiga tahun belakangan ini juga. Pintu ruangan operasi tidak lama kemudian terbuka, Ya'qub melirik nya, beberapa orang masuk melaluinya dan mendekat kepada Ya'qub seraya seorang diantara mereka bertanya... "Apakah ini pengalaman pertama anda di operasi?""Iya," jawab Ya'qub singkat. Kekehan kecil kelu
"Dokter?!" panggil Ya'qub berteriak sembari berlari keluar dari ruang IGD meninggalkan Nayyara sebentar saja untuk memanggil dokter. "Loh? Dokter Ya'qub, ada apa?" tanya heran seorang mbak resepsionis yang berdiri di belakang mejanya melihat Ya'qub datang ke lobi dengan berlari, keringat mengalir melimpah di dahi dan turun ke pipi pria itu, walaupun begitu dia tetap terlihat tampan selalu. Ini memang bukan rumah sakit Healthy Medika tempat Ya'qub mengabdikan diri, melainkan ini rumah sakit tempatnya Medina bekerja, yakni Pelita Sehat, meskipun bukan tempatnya bekerja pria itu tetap di panggil dokter oleh beberapa tenaga medis di sini antara lain yang mengenalnya dekat dengan Medina, yang ikut menjadi asistennya ketika dia mengoperasi abi dan uminya di rumah sakit ini, dan beberapa tenaga medis lain, intinya mereka-mereka itu tahu bahwasanya Ya'qub ini adalah seorang dokter, malahan beberapa diantara mereka tahu biodata nya cukup lengkap seperti sarjana kedokteran bagian apa dia, yak