"Dokter?!" panggil Ya'qub berteriak sembari berlari keluar dari ruang IGD meninggalkan Nayyara sebentar saja untuk memanggil dokter. "Loh? Dokter Ya'qub, ada apa?" tanya heran seorang mbak resepsionis yang berdiri di belakang mejanya melihat Ya'qub datang ke lobi dengan berlari, keringat mengalir melimpah di dahi dan turun ke pipi pria itu, walaupun begitu dia tetap terlihat tampan selalu. Ini memang bukan rumah sakit Healthy Medika tempat Ya'qub mengabdikan diri, melainkan ini rumah sakit tempatnya Medina bekerja, yakni Pelita Sehat, meskipun bukan tempatnya bekerja pria itu tetap di panggil dokter oleh beberapa tenaga medis di sini antara lain yang mengenalnya dekat dengan Medina, yang ikut menjadi asistennya ketika dia mengoperasi abi dan uminya di rumah sakit ini, dan beberapa tenaga medis lain, intinya mereka-mereka itu tahu bahwasanya Ya'qub ini adalah seorang dokter, malahan beberapa diantara mereka tahu biodata nya cukup lengkap seperti sarjana kedokteran bagian apa dia, yak
Kedua manik mata berwarna hitam pekat milik seorang pria berkulit putih bersih itu mengerjap beberapa kali menghalau keringatnya agar tidak mengenai matanya, kacamata bertengger di hidung mancung nya untuk yang kesekian kalinya hari ini, tidak pernah ia sangka diluar waktu shift nya, di tempat yang bukan langganan nya, di ruangan yang bisa dikatakan asing karena dia tidak terbiasa ada di sini, tetapi dengan peralatan yang ada di sekitarnya ia menghapal semuanya, Ya'qub kembali mengoperasi seseorang yang tidak asing dengannya. "Berikan surgical blade!" katanya meminta sekaligus menyuruh, sebelah tangannya yang sudah terpasang sarung tangan medis berwarna putih menengadah menunggu seorang suster yang pada malam ini pada operasi ini bertugas sebagai asistennya. Surgical blade begitulah seringnya para pihak medis menyebutnya, atau bisa juga disebut pisau bedah untuk orang-orang awam, namanya juga pisau tentu saja adalah benda tajam. Begitu benda tersebut sudah ada di tangannya, tanpa be
Huft... Huft... Tidak henti-hentinya Ya'qub menghela nafas panjang banyak bersyukur hari ini berbagai yang menguras jiwa dan tenaga telah selesai, semoga saja benar-benar selesai dan tak ada lagi, Ya'qub ingin beristirahat. Sesudah melihat Nayyara telah di tempatkan di ruang VVIP nomor lima, dan beberapa alat medis terpasang di tubuhnya sebagai penunjang kesembuhannya, Ya'qub akhirnya bisa meninggalkan gadis itu dengan cukup tenang. Biarlah Nayyara beristirahat sendirian, yang penting orang-orang rumah sakit sudah tahu dia yang bertanggung jawab pada gadis itu, sehingga jika mereka mau melakukan tindakan dan penanganan mereka bisa meminta izin dan menghubunginya terlebih dahulu, tidak melambatkan tindakan dikarenakan bingung minta izin kepada siapa misalnya. Sekarang Ya'qub tengah berjalan menuju ke ruang rawat abi dan umi nya, ingin mengecek keadaan mereka bagaimana setelah dia meninggalkan mereka tanpa pamitan begitu saja. Jam tangan Ya'qub sempatkan untuk melirik, pukul satu mal
Langit-langit salah satu kamar di rumah sakit dengan pelayanan kanker terbaik di Kanada ini di pandang oleh seorang gadis, ia berbaring terlentang lengkap dengan piyama khusus pasien rawat inap di rumah sakit ini membungkus tubuhnya dan hijab yang masih cukup panjang terpasang menutupi kepalanya. "Ya'qub? Dengar Medina? Bagaimana ini? Medina harus melakukan apa?" lirihnya, kepalanya masih saja lurus dengan tatapan yang sentiasa terarah ke langit-langit kamar VVIP yang ia sewa ini, gambar awan yang putih berlatar biru sebagai langitnya yang terlukis begitu indah membuat Medina yang melihatnya bagai melihat langit asli. Pikiran gadis itu bercampur segala hal, semua bagai bertubrukan, hatinya berkecamuk pabila memikirkan ini. Tetapi tidak bisa juga dirinya tidak memikirkan tentang sesuatu yang ada di pikirannya kini, mau menghindari? Tidak bisa! Ini pasti terpikir juga harus terpikir, karena penting dan dia tidak bisa menghindar sama sekali. Memang beruntung dan Medina bersyukur ia di
"Habis dari mana aja sih lo?" "Gue mau sholat isya!" cuek pria yang kembali menggunakan hoodie abu-abu nya setelah beberapa menit yang lalu memakai baju operasi, dia membalas dengan pemberitahuan. "Idih, belum sholat isya lo? Aneh bener! Enam jam ngilang ngapain aja sih kok gak sholat?" cerocos pria berambut lurus kecoklatan di depannya. "Pikirin aja sendiri!" Sekarang yang berhadapan dan bercakap itu adalah dua pria yang bersaudara kembar, yang terakhir berkata adalah Ya'qub yang menampilkan wajah datarnya selalu sampai kini. "Yaudah buruan sholat gih!" suruh Yusuf bersedekap dada, sehingga agar terlihat memaksa. "Gua mau bicara dulu sama bang Raskal!" Ya'qub berujar sembari berjalan menuju sofa. "Sholat aja dulu, abang nunggu dengan sabar kok, terlalu banyak penjelasan yang ada, jika kamu menunda sholat bisa beneran ketinggalan!" celetuk pria berambut pirang yang duduk di sofa dengan tangan bersedekap di dada. Raskal namanya, pria yang bertemu dengan Ya'qub beberapa menit yan
"Mau lihat rekamannya sekarang?" tawar pria yang sentiasa mengenakan pakaian formal tersebut, yakni jas dan celana berwarna biru gelap, tidak lupa pula dilapisi tuxedo berwarna hitam di luarnya. Pria yang diajaknya bicara tidak langsung menjawab, bukannya tidak ingin, tetapi pria itu belum mampu, dirinya terlebih dahulu tertegun sambil menggosokkan dagunya dengan telapak tangannya, secepat ini kah? Semudah inikah? Ekspresi Ya'qub belum terbaca, senang dan tidak menyangka tergambar jelas di matanya beberapa detik setelahnya. "Tentu saja," sahut Ya'qub akhirnya setelah mampu mengendalikan gejolak emosi ketidaksabaran nya. Pria berambut pirang di sampingnya Ya'qub yakni Raskal itu merogoh saku jasnya bagian dalam, pria itu kemudian mengeluarkan dua buah benda pipih dari dalamnya, dua-duanya adalah benda yang sama yaitu handphone, mulai dari mereknya tipe HP nya terbukti dari kameranya yang sama bentukannya. Keduanya sama-sama merk handphone paling canggih yang ada di dunia, tipenya pu
Ketimbang tidur di ruangan ini, yang mana di sini ada seorang gadis yang tidak punya hubungan apa pun dengannya, putra pertama abi Yasser dan umi Yasmin ini tentu saja lebih memilih keluar untuk pindah ke ruang rawat orang tuanya sendiri. Selama berjalan hingga sampai ke tujuan pikiran Ya'qub tidaklah kosong, malahan cenderung penuh, dari sudut ke sudut permasalahan nya ia pikirkan, keadaan sekitarnya yang sepi membuat pikirannya Ya'qub semakin terdorong untuk melamun lebih seksama. Setelah mengantarkan Raskal pulang sampai lift sebagai bentuk penghormatan, Ya'qub sempat melirik sebentar ruangan Nayyara, gadis itu masih sentiasa menutup matanya di kasur miliknya juga. Lengkapnya CCTV di sini membuat Ya'qub tidak perlu risau meninggalkan Nayyara benar-benar sendirian di ruangan ini. Melihat tiga orang insan di ruangan itu tertidur lelap Ya'qub dibuat mengulas senyum tipis di bibirnya, tidak bisa dia elakkan kedua matanya pun jadi berkaca-kaca menyusul. Cukup Ya'qub yang nanggung beb
"Keluarga kamu mana? Nyusul kah? Aku udah ngasih kabar kan di chat kalau kita ngadain akad nikah hari ini aja? Soalnya ini ada temenku yang ngasih tau kalau penerbangan Jakarta ke Swiss ada diskon, dan mau tau kabar baiknya apa? Dia gratiskan penerbangannya serta hotel bintang lima di sana selama empat malam sebagai hadiah pernikahan kita!""Gue muak!" ketus Ya'qub melepaskan pegangan tangan seorang gadis yang ada di lengannya. Bagaimana Ya'qub bisa bersikap ramah dan sabar mengingat segala hal yang telah dilakukan gadis ini kepadanya? Adapun gegara mendengar cerocosan panjang dan lebar gadis itu barusan hanyalah sekedar alasan tambahan mengapa Ya'qub menyentak tangannya, alasan utamanya tetaplah kekejian gadis itu yang begitu tega menuduhnya, entah apa tujuan dan keuntungannya menuduh Ya'qub begitu, padahal hanya membuang-buang waktunya waktu mereka saja. "Aduh suamiku sok-sokan malu nih yee!" goda Hanna, seakan-akan tidak mendengar betapa ketusnya intonasi bicara Ya'qub barusan ke