"Kok kamu gak ngasih tau kita sih Ya'qub kalau nak Nayyara dirawat di ruang sebelah?"Pertanyaan menginterupsi begitu lagi yang terdengar di telinga Ya'qub, baru beberapa menit yang lalu pertanyaan dengan nada begitu juga yang dia dengar, bedanya hanyalah orang yang mengucapkannya saja. Bingung sempat melanda pikirannya Ya'qub yakni harus menjawab apa atas pertanyaan sang umi barusan, akhirnya sebuah kata tercetus di otaknya untuk dilontarkan sebagai jawaban, "Lupa," jawabnya akhirnya. "Lo bohong."Terdengar dua kata di telinganya Ya'qub dengan intonasi berbisik, tetapi ia memilih mengabaikan, bukan orang yang berbisik itu yang penting untuk dia tanggapi kata-katanya sekarang. "Nayyara sakit apa? Kok dirawat juga? Banyak alat medis juga lagi di ruangan itu yang katanya sempat digunakan dia sebelum diculik?"Jadi, pihak rumah sakit belum ada yang memberitahu tentang Nayyara? batin Ya'qub agak terkejut mendengar pertanyaan dari umi nya barusan. Apakah Ya'qub harus jujur sekarang? Y
Merasa tidak kuat memandang ke manik mata siapapun, Ya'qub mengangkat arah pandangnya menjadi menatap langit-langit ruangan, untuk yang kesekian kalinya dia kembali semakin teringat dengan Medina yang tidak tau kini ada dimana. Lagipula yang membuat Ya'qub saat ini merasa berat kali ini adalah karena situasi ini bagaikan situasi dimana dia yang berstatus dokter memberitahukan kepada pasien atau keluarganya mengenai kesehatan pasiennya. "Mual dan muntah itu adalah salah satu gejala yang dialami penderita kanker hati, makanya Nayyara begitu, semata-mata karena itu, bukan karena mengandung," jelas Ya'qub. Tawa tak enak keluar dari bibirnya Yusuf, dia ternyata telah salah sangka. "Oh jadi bukan ya? I'm sorry, Ya'qub," ucap Yusuf penuh rasa bersalah. "Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya," kata Ya'qub asal, tiba-tiba saja berkata begitu. "Hah?" heran semua orang yang berada di ruangan itu, disebabkan suara Ya'qub dalam mengucapkan kalimat barusan memang sangatlah pelan. "Tidak apa!"
"Kamu mengenal Nayyara, kan? Saya papa kandungnya?"Jder... Kalimat pertanyaan barusan menghentikan sempurna pergerakan Ya'qub, bahkan nafasnya pun sulit diatur karena agak terkejut. Seorang pria tiba-tiba saja datang menghampirinya dan bertanya seperti barusan. Penampilan pria ini yang tampak seperti orang kaya saja membuat Ya'qub yang melihatnya yakin bahwasanya pria ini waras. Terasa tidak mungkin pula jika ingin mengatakan ini adalah suatu kebetulan, pasalnya terlalu benar mulai dari menyebutkan nama. "Nayyara Chalista Jahriz adalah putri saya, saya adalah Ahmad Naseh Zarawka, harusnya marganya adalah Zarawka, tetapi saya sadar dia pasti terlanjur enggan, karena suatu permasalahan," ungkap pria paruh baya berkacamata yang berdiri dekat dengan Ya'qub, dia memanglah pak Naseh. "Apa permasalahan itu?" selidik Ya'qub, sebelum mengatakan tentang Nayyara yang dirinya ketahui, Ya'qub harus tau dulu benarkah pria ini adalah papa dari Nayyara ataukah tidak, dengan cara menyelidiki apak
"Saya di sini untuk bertanya kepada mantan kekasihnya Nayyara, barangkali dia tahu dimana keberadaan Nayyara, namun nihil dia juga tidak tahu. Saya pun tidak santai saja, saya sadar turut bertanggung jawab dengan diri Nayyara sebelum saya menyerahkannya kembali kepada mamanya," jelas Ya'qub panjang lebar. "Bagaimana dengan mamanya?"Kedua alis milik Ya'qub dibuat mengernyit mendengar tiga kata pertanyaan barusan, mengapa sudah ada tiga orang yang kepikiran dengan mamanya Nayyara begitu tau gadis itu menghilang. Yang pertama adalah Yusuf, kedua Arthan, lalu sekarang pak Naseh papanya Nayyara. Masalahnya tiga orang tersebut bukan kepikiran untuk memberikan kabar, melainkan berpikiran apakah Nayyara saat ini bersama dengan mamanya, dalam kata lain tiga orang itu menduga bahwa mamanya Nayyara lah yang menculik putrinya sendiri. "Apanya?" tanya balik Ya'qub. "Sudahkah kamu menghubungi mamanya menanyakan keberadaan Nayyara?" tanya pak Naseh memperjelas. Ya'qub dengan segera mengalihkan
Gadis bersurai coklat panjang lurus sepunggung di hiasi topi baret berwarna cream di atasnya itu tampak terkejut begitu mendengar suara dari Ya'qub. Di balik kacamata nya Ya'qub meyakini Nayyara seperti mengenali suaranya, makanya respon pertamanya ialah terkejut. "Baiklah, mas ini orang pertama yang beruntung bersapa dengan Nayyara karena duduk di barisan terdepan juga!" teriak MC menunjuk Ya'qub."Silahkan, mas! Katakan pertanyaanmu kepada idolamu ini!" suruh MC tersebut setelah memberikan sebuah microphone kepada Ya'qub. "Nayya, ingatkah kamu tentang seorang pria yang kamu kenal dari SMP sampai SMA, kemudian kalian tidak saling tau kabar masing-masing, hingga akhirnya beberapa waktu yang lalu kalian dipertemukan lagi pada suatu peristiwa mengejutkan?" Ya'qub melemparkan pertanyaan dengan lantang, tetapi menggunakan bahasa Indonesia, sehingga para pengunjung lain tampak terdiam semuanya disebabkan tidak mengerti bahasa dari Ya'qub. Sedangkan Nayyara memandang Ya'qub dengan ekspre
"Untuk apa pria ini hadir lagi ke kehidupan kita, mama?" tanya seorang gadis yang masih mengenakan kacamata hitam modis miliknya, semenjak keluar dari tempat meet and great, Nayyara tetap menggunakan kacamata hitam, enggan melepasnya. Ada alasan jelas yang disimpan Nayyara di dalam hatinya mengapa dia masih berpenampilan begini. "Untuk menjadikan keluargamu utuh dan sempurna lagi."Dada Nayyara terasa sesak mendengar itu, andai di sini tak ada pria yang berilmu agama banyak yakni Ya'qub, maka bisa Nayyara pastikan dia akan berdecih mendengar kalimat jawaban barusan, masalahnya dikarenakan ada Ya'qub nantinya Nayyara besar kemungkinan akan diceramahi oleh pria itu jika dia berdecih sekarang. Akhirnya hanya tawa remeh lah yang keluar dari bibirnya Nayyara, "Utuh? Sempurna? Itu sudah tidak mungkin adanya!" ketusnya."Tidak mustahil, mari kita bangun keluarga lagi, papa tau kamu teramat terlukai atas perpisahan papa dan mama-""BUKAN PERPISAHAN YANG UTAMA! KEKERASAN LEBIH MENDOMINASI!"
Suara tangisan Nayyara yang tertangkap pendengaran nya membuat hati Ya'qub bagai diremas menyakitkan, masalahnya Nayyara menangis karena sedih dan terlukai, bukan menangis terharu karena bahagia. Sekuat tenaga Ya'qub menahan dirinya agar tidak berlari mendekati Nayyara dan memeluk gadis itu menyalurkan kekuatan agar Nayyara berhenti menangis tersedu-sedu begitu. "Justru karena kamu masih seorang anak yang masih berusia muda, mama akan berikan kesempatan pada papamu, demi kamu juga," imbuh mamanya Nayyara dengan suara yang lembut. "Mama apa-apaan? Aku semakin tidak habis pikir dengan mama!" sentak Nayyara melepaskan pegangan tangan mamanya yang juga sempat menggenggam tangannya. Sesenggukan masih terjadi pada dirinya, tidak menghalanginya untuk berbicara kepada sang mama. "Ini untuk masa depanmu, Nayyara.""Masa depan ku? Apa hubungannya masa depanku dengan dia, ma? Malahan jika masa depanku melibatkannya jadinya akan rancu, runyam, pastinya berantakan!" "Cukup, Nayyara. Berhenti m
Tarikan tangan Nayyara di pergelangan tangannya tidak diindahkan oleh Ya'qub, pria itu berwajah datar tidak tau harus berekspresi bagaimana. Namun, dia tidak menurut dengan tarikan Nayyara disebabkan ada alasan, dia harus menahan gadis itu agar tidak beranjak sendirian ataupun bersamanya. "Malahan jika bersama aku dan beliau sekaligus, warna yang ada di hidupmu jauh lebih banyak dan membuat kehidupanmu indah," kata Ya'qub menimpali. Kemudian mengangkat arah pandangnya, sepasang manik mata blue sapphire ia perdapati menatapnya tampak memohon, dari matanya Nayyara Ya'qub membaca bahwasanya gadis itu memang menyiratkan harapan kepadanya, sedikit bercampur kecewa. Sedikit gelengan kepala sebagai tanda penolakan atas permohonan Nayyara itu Ya'qub lakukan, dia tau Nayyara berkeinginan membawanya menjauh menghindar dari papanya saat ini, tapi Ya'qub tidak ingin, sekarang waktunya Nayyara harus berbincang dengan papanya menyelesaikan dingin yang dia berikan kepada beliau. Keheningan terus