Merasa tidak kuat memandang ke manik mata siapapun, Ya'qub mengangkat arah pandangnya menjadi menatap langit-langit ruangan, untuk yang kesekian kalinya dia kembali semakin teringat dengan Medina yang tidak tau kini ada dimana. Lagipula yang membuat Ya'qub saat ini merasa berat kali ini adalah karena situasi ini bagaikan situasi dimana dia yang berstatus dokter memberitahukan kepada pasien atau keluarganya mengenai kesehatan pasiennya. "Mual dan muntah itu adalah salah satu gejala yang dialami penderita kanker hati, makanya Nayyara begitu, semata-mata karena itu, bukan karena mengandung," jelas Ya'qub. Tawa tak enak keluar dari bibirnya Yusuf, dia ternyata telah salah sangka. "Oh jadi bukan ya? I'm sorry, Ya'qub," ucap Yusuf penuh rasa bersalah. "Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya," kata Ya'qub asal, tiba-tiba saja berkata begitu. "Hah?" heran semua orang yang berada di ruangan itu, disebabkan suara Ya'qub dalam mengucapkan kalimat barusan memang sangatlah pelan. "Tidak apa!"
"Kamu mengenal Nayyara, kan? Saya papa kandungnya?"Jder... Kalimat pertanyaan barusan menghentikan sempurna pergerakan Ya'qub, bahkan nafasnya pun sulit diatur karena agak terkejut. Seorang pria tiba-tiba saja datang menghampirinya dan bertanya seperti barusan. Penampilan pria ini yang tampak seperti orang kaya saja membuat Ya'qub yang melihatnya yakin bahwasanya pria ini waras. Terasa tidak mungkin pula jika ingin mengatakan ini adalah suatu kebetulan, pasalnya terlalu benar mulai dari menyebutkan nama. "Nayyara Chalista Jahriz adalah putri saya, saya adalah Ahmad Naseh Zarawka, harusnya marganya adalah Zarawka, tetapi saya sadar dia pasti terlanjur enggan, karena suatu permasalahan," ungkap pria paruh baya berkacamata yang berdiri dekat dengan Ya'qub, dia memanglah pak Naseh. "Apa permasalahan itu?" selidik Ya'qub, sebelum mengatakan tentang Nayyara yang dirinya ketahui, Ya'qub harus tau dulu benarkah pria ini adalah papa dari Nayyara ataukah tidak, dengan cara menyelidiki apak
"Saya di sini untuk bertanya kepada mantan kekasihnya Nayyara, barangkali dia tahu dimana keberadaan Nayyara, namun nihil dia juga tidak tahu. Saya pun tidak santai saja, saya sadar turut bertanggung jawab dengan diri Nayyara sebelum saya menyerahkannya kembali kepada mamanya," jelas Ya'qub panjang lebar. "Bagaimana dengan mamanya?"Kedua alis milik Ya'qub dibuat mengernyit mendengar tiga kata pertanyaan barusan, mengapa sudah ada tiga orang yang kepikiran dengan mamanya Nayyara begitu tau gadis itu menghilang. Yang pertama adalah Yusuf, kedua Arthan, lalu sekarang pak Naseh papanya Nayyara. Masalahnya tiga orang tersebut bukan kepikiran untuk memberikan kabar, melainkan berpikiran apakah Nayyara saat ini bersama dengan mamanya, dalam kata lain tiga orang itu menduga bahwa mamanya Nayyara lah yang menculik putrinya sendiri. "Apanya?" tanya balik Ya'qub. "Sudahkah kamu menghubungi mamanya menanyakan keberadaan Nayyara?" tanya pak Naseh memperjelas. Ya'qub dengan segera mengalihkan
Gadis bersurai coklat panjang lurus sepunggung di hiasi topi baret berwarna cream di atasnya itu tampak terkejut begitu mendengar suara dari Ya'qub. Di balik kacamata nya Ya'qub meyakini Nayyara seperti mengenali suaranya, makanya respon pertamanya ialah terkejut. "Baiklah, mas ini orang pertama yang beruntung bersapa dengan Nayyara karena duduk di barisan terdepan juga!" teriak MC menunjuk Ya'qub."Silahkan, mas! Katakan pertanyaanmu kepada idolamu ini!" suruh MC tersebut setelah memberikan sebuah microphone kepada Ya'qub. "Nayya, ingatkah kamu tentang seorang pria yang kamu kenal dari SMP sampai SMA, kemudian kalian tidak saling tau kabar masing-masing, hingga akhirnya beberapa waktu yang lalu kalian dipertemukan lagi pada suatu peristiwa mengejutkan?" Ya'qub melemparkan pertanyaan dengan lantang, tetapi menggunakan bahasa Indonesia, sehingga para pengunjung lain tampak terdiam semuanya disebabkan tidak mengerti bahasa dari Ya'qub. Sedangkan Nayyara memandang Ya'qub dengan ekspre
"Untuk apa pria ini hadir lagi ke kehidupan kita, mama?" tanya seorang gadis yang masih mengenakan kacamata hitam modis miliknya, semenjak keluar dari tempat meet and great, Nayyara tetap menggunakan kacamata hitam, enggan melepasnya. Ada alasan jelas yang disimpan Nayyara di dalam hatinya mengapa dia masih berpenampilan begini. "Untuk menjadikan keluargamu utuh dan sempurna lagi."Dada Nayyara terasa sesak mendengar itu, andai di sini tak ada pria yang berilmu agama banyak yakni Ya'qub, maka bisa Nayyara pastikan dia akan berdecih mendengar kalimat jawaban barusan, masalahnya dikarenakan ada Ya'qub nantinya Nayyara besar kemungkinan akan diceramahi oleh pria itu jika dia berdecih sekarang. Akhirnya hanya tawa remeh lah yang keluar dari bibirnya Nayyara, "Utuh? Sempurna? Itu sudah tidak mungkin adanya!" ketusnya."Tidak mustahil, mari kita bangun keluarga lagi, papa tau kamu teramat terlukai atas perpisahan papa dan mama-""BUKAN PERPISAHAN YANG UTAMA! KEKERASAN LEBIH MENDOMINASI!"
Suara tangisan Nayyara yang tertangkap pendengaran nya membuat hati Ya'qub bagai diremas menyakitkan, masalahnya Nayyara menangis karena sedih dan terlukai, bukan menangis terharu karena bahagia. Sekuat tenaga Ya'qub menahan dirinya agar tidak berlari mendekati Nayyara dan memeluk gadis itu menyalurkan kekuatan agar Nayyara berhenti menangis tersedu-sedu begitu. "Justru karena kamu masih seorang anak yang masih berusia muda, mama akan berikan kesempatan pada papamu, demi kamu juga," imbuh mamanya Nayyara dengan suara yang lembut. "Mama apa-apaan? Aku semakin tidak habis pikir dengan mama!" sentak Nayyara melepaskan pegangan tangan mamanya yang juga sempat menggenggam tangannya. Sesenggukan masih terjadi pada dirinya, tidak menghalanginya untuk berbicara kepada sang mama. "Ini untuk masa depanmu, Nayyara.""Masa depan ku? Apa hubungannya masa depanku dengan dia, ma? Malahan jika masa depanku melibatkannya jadinya akan rancu, runyam, pastinya berantakan!" "Cukup, Nayyara. Berhenti m
Tarikan tangan Nayyara di pergelangan tangannya tidak diindahkan oleh Ya'qub, pria itu berwajah datar tidak tau harus berekspresi bagaimana. Namun, dia tidak menurut dengan tarikan Nayyara disebabkan ada alasan, dia harus menahan gadis itu agar tidak beranjak sendirian ataupun bersamanya. "Malahan jika bersama aku dan beliau sekaligus, warna yang ada di hidupmu jauh lebih banyak dan membuat kehidupanmu indah," kata Ya'qub menimpali. Kemudian mengangkat arah pandangnya, sepasang manik mata blue sapphire ia perdapati menatapnya tampak memohon, dari matanya Nayyara Ya'qub membaca bahwasanya gadis itu memang menyiratkan harapan kepadanya, sedikit bercampur kecewa. Sedikit gelengan kepala sebagai tanda penolakan atas permohonan Nayyara itu Ya'qub lakukan, dia tau Nayyara berkeinginan membawanya menjauh menghindar dari papanya saat ini, tapi Ya'qub tidak ingin, sekarang waktunya Nayyara harus berbincang dengan papanya menyelesaikan dingin yang dia berikan kepada beliau. Keheningan terus
Pengantin wanita di atas pelaminan menampilkan senyuman termanis yang dia punya kepada para tamu undangan yang juga turut bahagia melihat dia dan suaminya bahagia, berbeda dengan si mempelai pria, ekspresinya tetap datar dan senyuman nya pun alakadarnya, bukannya dia tidak bahagia atas pernikahan ini, sungguh dia sangat bahagia, tetapi memang karakternya begini, sulit untuk tersenyum lebar, yah siapa lagi jika bukan Ya'qub yang begini. Yah, setelah hati Nayyara melunak kepada papanya, dan gadis itu menerima lamarannya Ya'qub, mereka berempat pulang ke Indonesia, dan beberapa hari setelahnya yakni hari ini pernikahan besar pun digelar. Prosesi akad nikah baru selesai beberapa jam yang lalu dengan yang dinikahkan lebih dulu adalah pasangan orang tua Nayyara dengan tidak terlalu meriah karena lebih awal dari waktu di undangan dan dihadiri keluarga besar Al Lathif saja itu pun tidak semuanya, baru setelahnya tamu undangan berdatangan karena waktunya sudah tiba, di saat itulah akad nikah
Beberapa bulan kemudian... "Mama, umi? Ini bagusnya yang mana ya?" tanya Nayyara menunjuk sebuah rak yang tersusun beberapa baju bayi. "Kalau bayi baru lahir, baiknya gak usah pake baju yang begini," timpal umi Yasmin. "Bener, memakaikannya susah," sahut mamanya Nayyara menanggapi. Tiga orang wanita yang memiliki usia berbeda itu sedang recok di salah satu toko perlengkapan bayi di sebuah mall, usia kandungan Nayyara yang sudah memasuki tiga puluh minggu membuatnya dan para ibunya harus berbelanja kebutuhan bayinya dan Ya'qub. "Astaghfirullah!" pekik Nayyara kaget melihat keranjang belanja miliknya sudah berisi setengah penuh perlengkapan si kecil. "Kok udah penuh ya? Mama, umi! Ini keranjang kita kan, ya? Atau bukan? Kok udah berisi banyak banget?" tanyanya mencolek wanita paruh baya di sisinya agar memperhatikan sesuatu yang ia maksud. Tepat ketika dua wanita ibunya itu membalikkan badan tuk melihat keranjang, seorang pria berambut hitam ikal datang dengan tangan penuh barang
Beberapa hari kemudian... Rumah abi Yasser dan umi Yasmin sedang sepi-sepinya karena waktu memang menunjukkan tengah malam, kecuali sebuah kamar di lantai atas milik sang putra pertama, di sana cerocosan uring-uringan dari seorang perempuan memenuhi isi kamar. "Ihhh gak suka, ganti ganti!" suruh Nayyara kepada suaminya yang baru saja membalikkan badan ke arahnya. Perempuan berambut coklat terurai itu tengah duduk di sofa dengan bersedekap dada, posisi kakinya sekejap-sekejap berganti, kadang bersila kadang diluruskan. Sementara Ya'qub suaminya berdiri di depan lemari yang pintunya terbuka tidak kunjung ditutup sejak satu jam yang lalu. "Yang mana lagi, Nayya?" tanya Ya'qub bingung. Tepat tengah malam tadi, Nayyara membangunkan dirinya memintanya untuk memakai baju-bajunya, katanya Nayyara menginginkan melihat suaminya ini memakai pakaian yang beragam. "Baju kamu banyak tauk, cobalah pakai semuanya, aku mau liat!" Nyaris saja Ya'qub menganga mendengar penuturannya Nayyara, memak
Perasaan Nayyara campur aduk saat ini, biarpun sesuatu yang sudah lama dia inginkan, yakni bergenggaman tangan dengan Ya'qub suaminya sendiri, sudah tercapai, tetap saja ada suatu perkara lain yang membuatnya belum bisa untuk benar-benar senang. Bagaimana jika... Bagaimana jika... Sejak tadi kalimat berawalan dua kata diatas selalu terlintas di benaknya, ketimbang terpikir semua pertanyaan ketakutannya itu Nayyara ingin mencoba berfokus pada bagaimana caranya dia untuk tidak merisaukan semua itu. "Tenang, bumil tidak seharusnya risau," celetuk Ya'qub tiba-tiba membuka obrolan, membuat Nayyara segera menolehkan kepala ke arahnya. "Gak bisa," ungkap Nayyara jujur. "Tarik nafas, buang, lakukan beberapa kali sampai tenang." Ya'qub memberikan arahan berharap bisa menjadi solusi. Sesuai petunjuk dari suaminya, Nayyara pun melakukannya, setelah mulai tenang dia menimpali, "Kayak mau lahiran aja di suruh tarik dan buang nafas!""Emang mau lahiran sekarang?" tawar Ya'qub asal, moodnya s
"Kira-kira anak siapa itu?"Mendengar pertanyaan barusan membuat Nayyara menarik kemudian menghela nafasnya panjang, ia tidak diperkenankan untuk sakit hati atas pertanyaan itu, sebab ulahnya sendirilah yang memancing suaminya bisa bertanya demikian. Lalu, sebuah iPad mini dilemparkan Nayyara asal tetapi dia yakin akan mendarat di pahanya Ya'qub yang memang berposisi duduk. Di layar iPad itu sudah tampak suatu gambar yang ingin Nayyara tunjukkan pada Ya'qub, dia yakin pria itu bisa memahaminya sendiri tanpa harus dia jelaskan, sekarang mood Nayyara kembali berubah jadi malas bicara meniru Ya'qub. "Mengapa membuat drama ini?" tanya Ya'qub heran, sembari menscroll layar iPad tersebut. "Karena aku kesal," judes Nayyara. Krik... Krik... Setengah menit terjadi hening di ruang tamu apartemen itu, Nayyara enggan memulai pembicaraan lagi, dia ingin menunggu pria dingin ini lebih dulu bersuara. Bahkan, Nayyara juga membuang muka mengalihkan tatapannya dari sang suami. "Eh!" pekik Nayyar
"Kenapa mama biarin pria ini masuk sih, ma?" keluh Nayyara ketika melihat seorang pria muda berambut ikal berdiri di belakang mamanya. "Kalian harus bicara tau, Nay," sahut sang mama enteng. "Udah, ma, kita udah-""Belum semuanya," potong pria itu yang tidak lain adalah Ya'qub Lutfi Al Lathif. Dua kata yang Nayyara dengar itu sontak saja membuat hatinya bergetar, malangnya bukan bergetar karena baper ataupun bahagia, tetapi karena tegang takut Ya'qub menyampaikan sesuatu yang tidak dia inginkan. Bagaimana jika dia membicarakan tentang perceraian? batin Nayyara ketakutan. Jujur saja Nayyara belum siap tentang itu, sama sekali, di samping ada seseorang ini yang kehadirannya belum diketahui seorang pun terkecuali dirinya dan Allah Ta'ala. "Yasudah mama tinggal dulu, mama tau kalian berdua sudah dewasa, sudah bisa mengambil keputusan dengan bijak seharusnya, jangan sampai salah mengambil keputusan, itu saja pesan mama," timpal mamanya Nayyara, kemudian berlalu pergi. Tidak akan, ma,
Nayyara menggigit bibirnya sekuat mungkin agar suara tangisnya tidak terdengar, air matanya mungkin tidak akan sederas ini seandainya tidak mendengar satu kalimat lirih barusan, sekalipun dia dan suaminya terhalang sebuah pagar taman tidak membuat Nayyara tuli akan kalimat yang terucap dari bibirnya Ya'qub ternyata. Akhir-akhir ini Nayyara juga cukup moodyan, moodnya bisa berubah secepat dia mengedipkan mata, dan Nayyara tau kok mengapa dia begitu. Ternyata bawaan... Dengan segera dia menggelengkan kepala enggan semakin mengingat perkara itu lagi, ia tidak seharusnya terlalu bahagia takut nantinya akan jatuh pada relung kesedihan saja.Tidak seharusnya terlalu lama berada di sini takut nantinya malah diketahui pria yang dia hindari, Nayyara pun segera mengetikkan pesan kepada sopirnya untuk menjemputnya di taman ini. Posisi Ya'qub yang duduk di pinggiran jalan yang mana jalan tersebut mau tak mau harus dilewati Nayyara untuk pulang, membuat Nayyara kebingungan apakah dia harus menut
"Salah satu kewajiban seorang suami adalah memaafkan kesalahan istrinya, jika sang istri melakukan kesalahan maka seharusnya seorang suami menegurnya dan menasehatinya terlebih dahulu, jika tidak berdampak juga maka boleh memukulnya, dengan catatan tidak boleh memukul yang keras hingga memar dan menyakiti, ingat! Benar-benar tidak boleh! Pukulan yang dimaksudkan di sini pun tidak menggunakan telapak tangan, melainkan memakai benda berupa sikat gigi misalnya, nah itu dipukulkan ringan saja kepada istri, bukan dengan niatan menyakiti, tetapi niatan mendidik. Jadi ingat ya, semua ada tahapannya, pertama-tama ditegur, jika tidak mau juga kemudian dinasehati, masih tidak mempan baru dipukul yang sangat-sangat ringan!"Jleb... Semua kalimat dari seorang pria yang duduk di barisan terdepan dan menghadap ke arahnya serta seluruh jemaah yang lain membuat Ya'qub tertohok, hatinya tersentil dan dibuat bergetar, ia dibuat sadar akan kesalahannya. Saat ini pria itu sedang berada di sebuah masjid
Beberapa hari kemudian... Siang ataupun malam terasa begitu lambat berlalu dan juga seperti sangat monoton, seakan-akan tidak ada yang begitu menarik sejak hari itu, semenjak hari di mana Nayyara pergi darinya, dunia Ya'qub seperti dingin lagi, tampak tidak berwarna, bahkan akan terasa sangat membosankan juga seandainya Ya'qub tidak menyibukkan diri dengan fokus kepada pekerjaannya dan mengambil shift lebih banyak dari biasa. Nasehat ataupun semangat dari Yusuf, abi, dan umi pun tidak berdampak banyak pada Ya'qub, bukan nasehat mereka yang tidak bagus, tetapi mood Ya'qub saja yang amburadul sejak hari itu, dia belum siap melakukan perubahan karena bimbang harus melakukan perubahannya dari sisi mana terlebih dahulu, sekaligus takut juga salah berbuat. Ya'qub sedang lelah, sungguh, fisiknya tidak terlalu, tetapi hati dan pikirannya rasanya benar-benar semrawut, kalau dia sedang lelah ya biarpun satu dunia menyemangatinya tetap saja dia ingin beristirahat. Jadilah akhir-akhir ini Ya'q
"Foto apa ini? Siapa ini?" tanya Ya'qub to the point, begitu dia masuk ke kamarnya dan mendapati seorang perempuan yang jelas ia kenali berdiri di depan jendela. Perempuan itu menoleh ke arahnya dan mengulurkan tangan meminta diberikan handphone nya Ya'qub yang sedang menunjukkan suatu foto, tidak perlu mengelak Ya'qub pun menyerahkannya. Ekspresi gadis itu tidak terbaca saat menatap foto itu, arah pandangnya yang menunduk membuat Ya'qub tidak bisa membaca manik matanya. Beberapa detik setelahnya tiba-tiba saja Nayyara memeluk Ya'qub erat, membuat Ya'qub di posisinya mengernyitkan dahi keheranan dengan respon istrinya. "Ya, itu aku dan Arthan, oh ya aku punya cerita yang mau diceritakan sama kamu, suami istri seharusnya bersikap terbuka kan, rasanya momen itu begitu menyenangkan dan membuatku puas."Sebenarnya Ya'qub sudah mengerti dengan yang diucapkan Nayyara, tetapi dia memilih untuk bersikap sok bodoh dengan bertanya meminta diperjelas, lebih tepatnya ingin mengorek kejujuran,