Pengantin wanita di atas pelaminan menampilkan senyuman termanis yang dia punya kepada para tamu undangan yang juga turut bahagia melihat dia dan suaminya bahagia, berbeda dengan si mempelai pria, ekspresinya tetap datar dan senyuman nya pun alakadarnya, bukannya dia tidak bahagia atas pernikahan ini, sungguh dia sangat bahagia, tetapi memang karakternya begini, sulit untuk tersenyum lebar, yah siapa lagi jika bukan Ya'qub yang begini. Yah, setelah hati Nayyara melunak kepada papanya, dan gadis itu menerima lamarannya Ya'qub, mereka berempat pulang ke Indonesia, dan beberapa hari setelahnya yakni hari ini pernikahan besar pun digelar. Prosesi akad nikah baru selesai beberapa jam yang lalu dengan yang dinikahkan lebih dulu adalah pasangan orang tua Nayyara dengan tidak terlalu meriah karena lebih awal dari waktu di undangan dan dihadiri keluarga besar Al Lathif saja itu pun tidak semuanya, baru setelahnya tamu undangan berdatangan karena waktunya sudah tiba, di saat itulah akad nikah
"Naik, bang, kakak juga!" suruh Ya'qub mempersilakan seorang pria yang berdiri tegak tepat di depan pelaminan itu, dari kalimatnya seakan-akan dia mempersilakan kepada dua orang, padahal sebenarnya hanya seorang laki-laki. Genggaman Ya'qub pada tangan Nayyara dia lepaskan perlahan-lahan dan berjalan mendekati pria berambut pirang gondrong yang dikuncir kuda itu, satu-satunya tamu undangan yang dia sambut ke ujung pelaminan sebelum naik hanyalah pria ini, yakni Raskal, tangan Ya'qub terulur lepas untuk menerima pigura yang berisi foto berukuran 10r yang dibawa Raskal. "Biarpun kamu empu acara, tapi abang yang membawanya, harus tetap abang yang menggandeng nya sampai tujuan," kata Raskal menolak memberikan pigura itu kepada Ya'qub. Suasana semakin sendu begitu Raskal sudah berdiri di atas pelaminan, sembari sedikit memiringkan kepala untuk melihat potret seorang gadis yang fotonya dia sematkan di pigura di tangannya ini pria itu berucap, "Meski senyumannya begitu lebar, tidak lagi bi
"Sudah sadar?"Mimik muka Nayyara langsung berubah kebingungan mendengar suaminya bertanya dua kata itu tiba-tiba, karena sebelumnya sejak mereka berangkat dari rumah pria itu hingga sampai di sini tidak ada sedikit pun mengajaknya berbicara, ketika dia tanyai selama di perjalanan pun Ya'qub hanya menjawabnya kalau tidak dengan berdehem, ya menggelengkan kepala atau mengangguk saja, sangatlah alakadarnya. Namun, Nayyara juga tidak merasa keberatan sama sekali dengan sikap dinginnya Ya'qub, sebab memang itulah sifat asli pria itu, yang mana masih misteri tidak ada yang tau akankah tetap begitu hingga pria itu tua ataukah akan luluh dan mencair ke depannya. Kita lihat saja nanti, sesungguhnya Nayyara mana bisa membuat Ya'qub bertahan dengan sifat kulkasnya Ya'qub, Nayyara akan berjuang sedikit demi sedikit meluluhkan Ya'qub, setidaknya jika sifat pria itu tidak bisa benar-benar mencair, maka harus ada pengecualian, barang kepada Nayyara seorang Ya'qub bisa menjadi orang yang banyak bic
Entah mengapa suasana terasa berbeda setelah Nayyara menutup mulutnya berhenti berujar, Ya'qub bagai bergeming sempurna tidak sekedar mengikutkan sikap dinginnya, membuat Nayyara merasa suasana menjadi kikuk dan dia tidak menyukai itu. "Kenapa di komplek pemakaman keluarga Maheswara?" Nayyara bertanya asal yang mana sebenarnya cukup membuatnya penasaran. "Panjang ceritanya, tapi ini komplek pemakaman keluarga bang Raskal," ungkap Ya'qub tidak sepenuhnya. "Ohh keluarga bang Raskal, gak heran sih, pasti bang Raskal yang bersikeras ya?" tebak Nayyara tepat sasaran, sehingga Ya'qub tidak memiliki pilihan lain selain hanya menganggukkan kepalanya. "Jangan menyesal, ada hikmah mengapa kamu ditakdirkan Allah menyimpan perasaan saja, hingga sekarang.""Apa itu?" Sekarang Nayyara lah yang merasa heran. "Aku bisa lebih membencimu jika kamu mencintaiku ketika itu, karena aku ingin fokus sekolah.""Lalu sekarang bagaimana?""Sekarang waktu yang tepat, cintamu telah berbalas."***Manik mata
Di tempat yang berbeda beberapa jam sebelum itu... "Selamat, nona Medina. Anda dinyatakan berhasil sembuh dari kanker darah yang anda derita setelah menjalani berbagai macam proses pengobatan dalam kurun waktu yang tidak sebentar, kesabaran dan kesanggupan anda membuahkan hasil yang tidaklah biasa, Tuhan memberikan balasan atas kesabaranmu itu dengan begitu membahagiakan, sekali lagi selamat, nona Medina," kata seorang dokter perempuan berambut hitam lurus yang duduk di kursi di belakang mejanya, sembari menyodorkan beberapa lembar kertas kepada pasien di depannya. Mendengar itu gadis berhijab hitam di depannya yakni sang pasien tersenyum lebar, dia bahkan sampai menutup mulutnya karena malu terlalu lebar melakukan senyuman. Pelupuk mata Medina membendung air, rasanya ingin sekali dia menangis karena terharu tidak menyangka Allah begitu baik kepadanya, biarpun sempat diberikan cobaan berupa menderita suatu penyakit yang dikenal sulit disembuhkan dan berbahaya, akhirnya Allah memberi
Setelah sekian lama tidak bersua, manik mata hitam pekat itu kini tanpa disangka kembali bertemu tatap dengan sepasang iris mata berwarna coklat gelap, sepasang mata yang benar-benar saling mengenal berbagai hal lawan tatapnya, tidak ada yang merasa asing satu sama lain, pemilik manik mata itu bukanlah orang lain. Ya'qub dan Medina lah yang saling berpandangan itu sekarang ini, jarak mereka cukup jauh sebenarnya, tetapi takdir membuat mereka bertemu tatap. Semuanya bercampur aduk di dada masing-masing, bagai keajaiban mereka kembali berjumpa, tanpa ada yang membayangkan sebelumnya. Siapa yang harus menghampiri lebih dulu? batin dua-duanya bersamaan tanpa saling tahu dan janjian tentunya. Baik Ya'qub ataupun Medina seperti sama-sama tidak melihat bahwa di depan lawan tatap mereka ini ada seseorang yang lebih dekat dengannya, yang membuat mereka terancam kalah di hati satu sama lain. Tidak hanya sampai di situ, mereka berdua juga seolah-olah lupa mereka datang ke sini bersama siapa.
"Ekhem."Deheman biasa dari Ya'qub ternyata membuat dua perempuan di meja restoran terkejut terbukti dengan dua bahu mereka yang tersentak. Nayyara dan Medina sama-sama mengalihkan pandangan mereka menjadi menatap Ya'qub, Nayyara dengan pandangan bertanya-tanya sementara Medina dengan tatapan kikuk. Melirik tangan kanan Nayyara yang bebas di atas meja, Ya'qub berniat menggenggamnya sebelum mengungkapkan sesuatu kepada Medina, tangan Ya'qub sudah melayang siap menggenggam, tapi pertanyaan dari Medina membuat pergerakan Ya'qub terhenti dan tangannya diam di tempat."Bagaimana kabarmu, Ya'qub? Siap meresmikan pertunangan kita?"Mendengar pertanyaan itu Nayyara membelalak jauh lebih terkejut dari pada mendengar Ya'qub berdehem beberapa menit yang lalu, apa-apaan maksud pertanyaan gadis di hadapannya ini? tanya Nayyara dalam hati menahan kesal. Selain itu matanya sejak tadi juga tidak luput memperhatikan gerak gerik suaminya, terhentinya tangan Ya'qub yang seperti ingin menggenggam tangan
Istri dan mantan calon istri, tentu saja yang lebih penting adalah istri sah. Pikiran itu membuat Ya'qub sontak saja berdiri dari duduknya untuk mengejar Nayyara. "Siapa dia, Ya'qub?" tanya Medina menginterupsi pergerakannya Ya'qub. "Apa dia sekedar temanmu?" Ansel ikut serta bertanya. Sebelum berlalu pergi Ya'qub menyempatkan diri memandang dua orang insan di meja restoran yang mengaku hanya berstatus teman itu secara bergantian. "Bukan urusan kalian!" judes nya, kemudian berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. "Tapi Nayyara adikku..." lirih Ansel setelah selama tiga menitan dia dan Medina dilanda hawa sepi memandang tempat Ya'qub dan Nayyara keluar. Meski tidak memandang Ansel, tetapi Medina mendengar apa yang barusan diucapkan pria itu, dengan segera dia mengalihkan tatapannya hingga menatap sepasang manik mata berwarna hijau kepunyaan Ansel, Medina tidak langsung membalas, dia terlebih dahulu memikirkan, tepatnya berusaha mengingat-ingat. Momen di mana Medina menyaksikan p