"Benarkah? Apakah harus sosok seperti itu yang bisa aku jadikan pendengar dari ceritaku?" tanya Ansel untuk memperjelas segala kalimat yang dikatakan oleh Medina barusan. "Tentu saja, kamu harus memilah dengan teliti. Selain itu diluaran sana banyak kok pendengar yang baik, tetapi terkadang dalam hati mereka juga tersimpan rasa hanya ingin tahu, bukan peduli. Bahkan tidak sedikit pula yang sesaat menjadi pendengar yang begitu baik, lalu membeberkan nya kepada orang lain.""Maka dari itu berhati-hatilah, jangan sampai ceritamu sendiri yang kamu ceritakan kepada orang yang salah menjadi boomerang dan menjadi senjata makan tuan kepada dirimu. Karena kebanyakan meski tidak semuanya, bahaya itu datang dari orang yang dikenali, karena dia sangat mengetahui tentang dirimu, jika orang yang kamu kenali itu bukanlah orang yang baik, maka dia pun juga akan memberi dampak kepadamu sebagai orang terdekat sekaligus temannya mengenai sesuatu yang tidak baik," pesan Medina disertai memberikan alasan
Sekedar mendengar kabar bahwa orang tuanya mengalami kecelakaan saja sudah sangat melukai relung hati milik Ya'qub, kini mendengar nama tempat di mana keberadaan orang tuanya saat ini membuat jantungnya semakin bertalu cepat. Rumah Sakit Pelita Sehat. Bukanlah suatu nama rumah sakit yang asing baginya, dia malahan sangat akrab dengan nama rumah sakit itu, nama rumah sakit yang paling tertanam di hatinya selain rumah sakit tempatnya bekerja ini. Mau tahu mengapa dia tidak asing dengan rumah sakit itu? Jawabannya adalah karena orang yang dia cintai dahulunya bekerja di sana, yaps Medina bekerja sebagai dokter kandungan di rumah sakit Pelita Sehat. Rumah sakit itu juga menjadi tempat Ya'qub dan Medina berbicara secara lumayan tenang untuk yang pertama kalinya. Adapun pertemuan pertama mereka adalah di jalanan dan ada suatu kecelakaan yang ketika itu membuat Ya'qub turun tangan memberikan penanganan pertama, lantas Medina pun juga ikut serta karena dia adalah dokter kandungan dan korban
Sebenarnya sepasang lutut Ya'qub bergetar hebat ketika matanya melihat tulisan dengan huruf kapital semua di depan sebuah gedung. RUMAH SAKIT PELITA SEHAT. Begitulah tulisannya yang juga menyala terang karena mungkin terdapat lampu di setiap hurufnya. Sejatinya Ya'qub itu tidak sering datang ke rumah sakit ini, tetapi dia mengetahui dengan sangat jelas berbagai hal tentang bangunan dan apa saja yang terjadi di sana, Ya'qub memantaunya secara tidak langsung. Namun, walaupun tidak sering datang, Ya'qub ingat dengan sangat jelas bagaimana pertemuannya dengan Medina di sini, sehingga membuatnya kagum dan tak elak menyimpan perasaan kepada gadis itu. Ya'qub datang lagi ke sini, membuat memori pertemuannya dengan Medina mau tidak mau diputar kembali oleh otaknya. Dia memang gemetar hebat, tetapi kemampuannya mengendalikan dirinya sendiri membuat dia tampak berdiri tegak tanpa beban dan pikiran apapun. Langkahnya yang tegap membungkus sempurna, padahal dia tengah merasakan keraguan hebat.
"Baiklah, serahkan keselamatan orang tua anda kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, saya dan teman-teman hanya perantara dan tidak mampu melakukan apapun jika tidak diberi kekuatan oleh-Nya. Saya permisi," pamit dokter Mikail setelah melihat tepat di depan matanya sendiri sebuah lembaran yang dia harapkan segera ditanda tangani oleh seseorang, sekarang ini telah bertandatangan. Pria muda itu kemudian berlalu pergi dengan langkah kaki yang cepat, malahan terkesan buru-buru karena mungkin sejatinya dia memang berlari. Meski Mikail tahu orang yang menandatangani lembaran itu bukanlah orang yang sejak tadi berbicara kepadanya, tetapi wajah si penandatangan dengan wajah orang yang berdebat dengannya barusan sangatlah mirip, pasti mereka saudara atau bahkan kembar, membuat Mikail yakin si penandatangan ini jugalah tentunya bisa menjadi wali pasiennya ini juga. Sepeninggal dokter Mikail, Ya'qub langsung menatap tajam seorang pria di sampingnya, wajah pria itu yang sangat mirip dengannya malaha
Dorongan dilakukan oleh Ya'qub di dadanya sang kembaran, dia melakukan itu adalah agar kembarannya itu termundur ke belakang dan menjauh dari meja resepsionis. "Gak usah ngegas segala!" tegur Ya'qub mengingatkan setelah"Ya mana bisa! Denger kabar bini lo pernah pingsan adalah suatu hal yang sangat mengejutkan! Kok bisa lo lupa segala udah nikah?" heran Yusuf teramat sangat. "Harus gue ceritakan semuanya?" tawar Ya'qub terdengar mantap. Menghasilkan anggukan cepat tanpa ragu di diri Yusuf, pria itu merasa perlu tahu tentang kembarannya itu. Lagipula Ya'qub sendiri kan yang menawarkan, bukan dia yang memaksa di beri tahu. "Gak, lo tidak harus tahu semua nya, lo hanya perlu tahu beberapa di antaranya." Ya'qub menegaskan sembari bersedekap dada. Bugh... Gegara kalimat Ya'qub barusan pria itu pun sampai mendapatkan pukulan yang agak keras di bahunya, pelaku pemukulan nya adalah kembarannya sendiri yang merasa gemas bercampur kesal kepadanya, tidak ingin menahan makanya Yusuf memutus
"Lo pasti teringat Medina ya, Ya'qub?" tanya Yusuf tepat sasaran. Membuat Ya'qub terasa sulit menelan saliva nya, tanpa dia sangka ternyata Yusuf bisa menebak kondisi pikiran otaknya sekarang. "Tepatnya sangat disayangkan gue tidak pernah lupa padanya," imbuh Ya'qub ketir. Kikuk terasa di antara si kembar, situasi yang sangat jarang terjadi di antara mereka berdua, namun tidak elak pastinya pernah terjadi seperti sekarang ini contohnya. Beruntungnya Yusuf mendapatkan topik yang sepertinya agak bisa mencairkan suasana tidak nyaman sekarang ini. "Santai aja, Ya'qub. Gak usah terlalu dipikirin lagi, sini gue cariin topik pembahasan yang lain biar pikiran lo gak tertuju semata-mata kepada Medina." Yusuf berujar sembari menepuk-nepuk bahu sang kembaran menenangkan."Taufik temennya almarhumah kak Yumna," kata Ya'qub membalas. Semulanya Yusuf sempat tidak mengerti, tapi tidak lama, hanya sekitaran lima detik sahaja baginya untuk berpikir, setelahnya dia langsung singkron dengan maksud
Tatapan bertanya sekaligus berbinar di tampakkan Medina kepada Ansel, setelahnya gadis itu membuka mulut dan bertanya, "Aku boleh mengetahuinya? Siapa?""Emm." Ansel bergumam mempertimbangkan. "Ayolah katakan saja!" bujuk Medina tidak sabar. Pasalnya Ansel jugalah yang membuatnya penasaran berat, padahal tadinya dia tidak ingin kepo, karena bagaimana pun juga Medina ingin menghargai yang namanya privasi. Tetapi malah Ansel yang berniat membuka tabir privasi dirinya kepada Medina, Ansel sendiri yang memancing Medina untuk kepo. "Lagipula aku belum tentu atau malah mungkin tidak mengenalnya, toh lingkungan kita berbeda, Ansel. Sehingga orang yang ada di sekitar kita jugalah orang yang berbeda, biarkan aku mengetahui namanya sebab aku juga tidak mengenal orangnya," rengek Medina memberikan alasan agar Ansel tidak ragu lagi menyebutkan nama seseorang yang menurut pria itu adalah sosok pendengar yang baik. "Kamu.""Hah?" Medina sangat tidak mengerti sekarang ini. "Kamu adalah-" Ansel
"Berisik!" ketus Ya'qub. Dia sangat tidak suka jika digoda dan di cie-ciein semakin dekat dengan Nayyara dan dikatakan sudah mulai mencintai gadis itu. Berbeda dengan dulu ketika dia bertunangan dengan Medina dan sering di cie-ciein dengan gadis itu oleh Yusuf juga, ketika itu Ya'qub justru sangatlah senang sebenarnya meski yang ia tampakkan selalu dengan malu-malu. Entah apakah nanti Nayyara akan seperti Medina, yakni membuat Ya'qub malu-malu kucing tatkala digoda kedekatannya."Back ke kejadian sekarang." Ya'qub mengingatkan agar mereka berdua tidak setenang dan sesantai sekarang. "Siapa yang menghubungi lo?" selidik Ya'qub bertanya kepada Yusuf, pasalnya setahunya pihak rumah sakit hanya menghubungi satu orang wali pasien korban kecelakaan yang ditangani rumah sakit mereka. Ya'qub kira hanya dia yang dihubungi oleh pihak resepsionis sehingga dia kira hanya dia yang akan datang, tetapi ternyata Yusuf juga datang ke sini tanpa dihubungi oleh Ya'qub, itu artinya Yusuf tau tanpa dibe