"Hey!"Pekikan kaget barusan tidak keluar dari bibir si korban, melainkan dari bibir saudara kembarnya, manusia yang ikut merasakan sakit jika dia sakit karena ketulusan persaudaraan mereka serta ikatan batin yang tidak pernah bisa diingkari. Yusuf sebenarnya memekik bukan karena khawatir Ya'qub merasa sakit atas pukulan yang barusan di dapatkan pria itu, tetapi hanya semata-mata kaget belaka yang membuatnya memekik tidak tertahan. Khawatir dan rasa ingin saling melindungi tentunya ada di hati masing-masing manusia yang bersaudara, terlebih lagi mereka ini adalah kembar, ada ikatan batin yang tidak diragukan kekuatannya. Tetapi, sebagai kembar yang seiras membuat keduanya tak elak menyembunyikan kekhawatiran untuk satu sama lain itu dengan cukup rapat. Toh badan Ya'qub itu kekar, pria itu memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan tidak terlalu mengaduh pada luka nan sakit. Sebatas luka pukulan di pipi bagi Ya'qub tidak berarti apa-apa. Kontras dengan Yusuf yang heboh, Ya'qub j
"Siapkan alat pacu jantung!" Keringat dingin tidak henti-hentinya membasahi wajah seorang pria yang mana hidung hingga dagunya tertutup masker medis yang digunakan khas untuk operasi. Kacamata juga terpasang demi menghindari adanya cipratan darah pasien yang mengenai kedua matanya dan nantinya akan mengganggu. Perasaan khawatirnya tertutup sempurna dengan karakter tegasnya yang nampak di garis wajahnya. Bertindak semaksimal mungkin dia lakukan dalam menangani pasien di depannya ini dan di ruangan sebelah. Dia memang selalu melakukan tugasnya dengan maksimal, hanya saja inilah yang paling maksimal, mungkin jika bisa ditukar Ya'qub sangatlah rela menukar nyawanya demi keselamatan dua pasiennya ini. Bukan hanya tentang mempertaruhkan gelar kedokteran seperti ketika dia melakukan operasi-operasi sebelum ini, tetapi terkhusus untuk operasi kali ini bahkan Ya'qub ikhlas nyawanya saja yang terancam atau langsung diambil saja dia sangatlah rela asalkan dua pasien yang statusnya tengah dia
Siapa bilang perjalanan Ya'qub ke rumah sakit tempatnya bekerja penuh dengan mulus? Memang tidak ada yang menghambat secara langsung, tetapi pikirannya sedang sangat sibuk memikirkan. Jalanan yang sepi mendukungnya untuk melamunkan kakak perempuannya Mikail, lebih tepatnya Ya'qub tengah berpikir-pikir siapa sih kakaknya Mikail sehingga membuat Ya'qub merasa aneh setelah pria itu mengatakannya. Satu nama saja sebenarnya yang sejak tadi terngiang-ngiang di pikiran Ya'qub tatkala mengaitkannya dengan kakak perempuan Mikail, yakni mantan calon istrinya sendiri, Medina Angkara namanya. Tidak tahu mengapa harus Medina yang Ya'qub rasa adalah kakaknya Mikail. Semoga saja ini hanyalah praduga Ya'qub, bukan kebenarannya, pasalnya kan tidak ada alasan yang jelas mengapa Medina yang Ya'qub tebak adalah kakak perempuannya Mikail. Lagipula setahu Ya'qub, Medina hanya punya abang, tidak pernah ada yang menceritakan kepada Ya'qub bahwasanya Medina punya adik. Jadi sepertinya perasaan Ya'qub ini mem
Ini adalah salah satu alasan yang membuat Medina tidak ingin memberitahukan penyakit yang dideritanya kepada siapapun dari keluarganya, tanpa terkecuali. Yakni pada waktu ketika pengobatannya, kemoterapi memang akan membuat tubuh orang yang melakukannya sedikit lebih plong, tapi ya sesudah disiksa dengan mual bahkan muntah yang tidak tertahan. Jadwal kemoterapi dan kontrol yang nantinya di masa akan datang belum tentu bisa di atur lebih awal membuat Medina juga lebih memilih pergi dari pada berobat di negara kelahirannya sendiri yakni Indonesia secara diam-diam. Sebab Medina takut dia kambuh di hadapan orang-orang, atau melakukan pengobatan di Indonesia kemudian dilihat oleh seorang saja orang yang dia kenali dan melaporkannya kepada keluarganya. Medina tidak ingin merepotkan siapapun, dia tidak ingin menambah beban pikiran orang-orang yang dia kenali terutama lagi yang dia sayangi. Pasalnya Medina tau semua orang termasuk anggota keluarganya punya luka masing-masing, malahan bebera
"Dokter Ya'qub?!"Pekikan dari seseorang yang terdengar dari suaranya berjarak sangat dekat dengannya itu berhasil membuat Ya'qub terkejut, pasalnya pikirannya sedang tidak konsen karena dia hampir terlelap ke alam mimpinya. Gerakan dari bawah dagunya tempatnya menopang wajah menjadi alasan lain Ya'qub sontak saja menarik mundur kepalanya.Begitu orang yang berbaring di hadapan nya mengubah posisi menjadi duduk di atas kasur rumah sakit, tidak terelakkan Ya'qub pun menjadi terbelalak melihatnya. Bukan Nayyara? batin Ya'qub kaget melihat wajah orang di depannya ini bukanlah wajah gadis yang dia halalkan melalui ikatan pernikahan, bukan istrinya. "Ners Hanna?" ujar Ya'qub balik, berusaha agar nada bicaranya tidak terdengar panik dan terkejut. "Mengapa anda ke sini?" selidik Ners Hanna curiga. "Mengecek pasien," kata Ya'qub sembari bangkit dari duduknya, agar mereka tidak tampak bercengkrama berdua secara sengaja. "Semalam ini?" Ners Hanna mengernyitkan kedua keningnya heran menden
"Berhenti memarahi saya! Anda tidak tahu apa penyebab saya memilih tidur di sini!" timpal Hanna membalas kalimat panjang Ya'qub. "Dan anda harus mengetahuinya sekarang agar tidak terus menerus menghakimi saya!" sambungnya. Dalam hati Ya'qub membatin mendengar itu, padahal itu tidak penting, untuk gue tidak mengetahuinya pun bukanlah suatu hal yang bermasalah."Saya tidak sudi kasur rumah sakit ini ada jejak gadis tadi, makanya saya berbaring di sini guna menghapus jejaknya!" Hanna berujar sembari menunjuk kasur yang dia tempati. "Terserah," dingin Ya'qub kemudian membalikkan badannya lagi dan langsung melangkahkan kaki keluar dari ruangan IGD ini begitu saja. "Dokter Ya'qub!""Dokter Ya'qub!" Mengabaikan panggilan dari Hanna yang memanggilnya berulang kali, sebab Ya'qub yakin Hanna memanggilnya untuk bertanya topik pembicaraan tadi lagi, pembahasan yang tidak suka dia bahas dengan orang sembarangan. Yaitu pembahasannya mengenai dirinya dengan Nayyara. Setelah keluar dari ruangan
Tanpa Ya'qub sangka Hanna dengan beraninya maju ke arahnya dan kini sudah berposisi cukup dekat dengannya, mata Hanna juga tidak ragu menatap nyalang mata Ya'qub, seandainya Ya'qub tidak takut dengan dosa zina mata dia pun tidak kalah berani membalas tatapan nyalang Hanna dengan tatapan tajam miliknya, seperti yang biasa dia lakukan kepada lelaki yang menatapnya dengan seteru.Berhubung Hanna jugalah perempuan, Ya'qub pun enggan membalas tatapan sengit, justru pria itu mundur dua langkah, bukan karena takut atas tatapan Hanna itu, melainkan demi menciptakan jarak dengan menjauh. Senyuman miring terlihat di bibirnya Hanna, gadis itu mengira tindakan Ya'qub sekarang ini adalah karena tidak berani memangkas jarak dengannya seperti yang dilakukannya sekarang ini. "Dokter Ya'qub ingin tahu apa saja jejak gadis itu?" tawar Hanna. "Jangan berbasa-basi, langsung katakan saja!" tukas pria itu. "No no no, tidak bisa di sini." Hanna menggantungkan kalimat untuknya melirik mbak resepsionis di
Tuduhan yang sangat menggila! Terus menerus di dalam hati Ya'qub mengatakan sumpah serapah, nafsunya ingin sekali mengatakan itu di bibirnya, tetapi akalnya menahan agar tidak menurut kepada kemauan nafsunya itu, alasannya tentunya demi menjaga omongannya agar tidak mengucapkan perkataan kotor dan menimbulkan dosa. "Apa yang terjadi sebenarnya hah?!"Ada tiga orang yang berdiri di ambang pintu dan menatap Ya'qub dengan Hanna tajam, dua orang di antaranya adalah dokter laki-laki yang mana kebetulan dua-duanya adalah dokter yang lebih senior dari pada dirinya, senior karena lebih lama di sini, juga usia beliau berdua yang juga lebih tua beberapa tahun darinya, bahkan jika Ya'qub tidak salah ingat usia mereka berdua tidak jauh beda dengan orang tuanya. Sisanya adalah perempuan, tepatnya mbak resepsionis yang Ya'qub pinta untuk menyusulnya beberapa menit yang lalu, tetapi tidak menyanggupi untuk bisa datang. Tetapi Ya'qub sama sekali tidak merasa takut ataupun gentar, dia tidak merasa