"Baiklah, serahkan keselamatan orang tua anda kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, saya dan teman-teman hanya perantara dan tidak mampu melakukan apapun jika tidak diberi kekuatan oleh-Nya. Saya permisi," pamit dokter Mikail setelah melihat tepat di depan matanya sendiri sebuah lembaran yang dia harapkan segera ditanda tangani oleh seseorang, sekarang ini telah bertandatangan. Pria muda itu kemudian berlalu pergi dengan langkah kaki yang cepat, malahan terkesan buru-buru karena mungkin sejatinya dia memang berlari. Meski Mikail tahu orang yang menandatangani lembaran itu bukanlah orang yang sejak tadi berbicara kepadanya, tetapi wajah si penandatangan dengan wajah orang yang berdebat dengannya barusan sangatlah mirip, pasti mereka saudara atau bahkan kembar, membuat Mikail yakin si penandatangan ini jugalah tentunya bisa menjadi wali pasiennya ini juga. Sepeninggal dokter Mikail, Ya'qub langsung menatap tajam seorang pria di sampingnya, wajah pria itu yang sangat mirip dengannya malaha
Dorongan dilakukan oleh Ya'qub di dadanya sang kembaran, dia melakukan itu adalah agar kembarannya itu termundur ke belakang dan menjauh dari meja resepsionis. "Gak usah ngegas segala!" tegur Ya'qub mengingatkan setelah"Ya mana bisa! Denger kabar bini lo pernah pingsan adalah suatu hal yang sangat mengejutkan! Kok bisa lo lupa segala udah nikah?" heran Yusuf teramat sangat. "Harus gue ceritakan semuanya?" tawar Ya'qub terdengar mantap. Menghasilkan anggukan cepat tanpa ragu di diri Yusuf, pria itu merasa perlu tahu tentang kembarannya itu. Lagipula Ya'qub sendiri kan yang menawarkan, bukan dia yang memaksa di beri tahu. "Gak, lo tidak harus tahu semua nya, lo hanya perlu tahu beberapa di antaranya." Ya'qub menegaskan sembari bersedekap dada. Bugh... Gegara kalimat Ya'qub barusan pria itu pun sampai mendapatkan pukulan yang agak keras di bahunya, pelaku pemukulan nya adalah kembarannya sendiri yang merasa gemas bercampur kesal kepadanya, tidak ingin menahan makanya Yusuf memutus
"Lo pasti teringat Medina ya, Ya'qub?" tanya Yusuf tepat sasaran. Membuat Ya'qub terasa sulit menelan saliva nya, tanpa dia sangka ternyata Yusuf bisa menebak kondisi pikiran otaknya sekarang. "Tepatnya sangat disayangkan gue tidak pernah lupa padanya," imbuh Ya'qub ketir. Kikuk terasa di antara si kembar, situasi yang sangat jarang terjadi di antara mereka berdua, namun tidak elak pastinya pernah terjadi seperti sekarang ini contohnya. Beruntungnya Yusuf mendapatkan topik yang sepertinya agak bisa mencairkan suasana tidak nyaman sekarang ini. "Santai aja, Ya'qub. Gak usah terlalu dipikirin lagi, sini gue cariin topik pembahasan yang lain biar pikiran lo gak tertuju semata-mata kepada Medina." Yusuf berujar sembari menepuk-nepuk bahu sang kembaran menenangkan."Taufik temennya almarhumah kak Yumna," kata Ya'qub membalas. Semulanya Yusuf sempat tidak mengerti, tapi tidak lama, hanya sekitaran lima detik sahaja baginya untuk berpikir, setelahnya dia langsung singkron dengan maksud
Tatapan bertanya sekaligus berbinar di tampakkan Medina kepada Ansel, setelahnya gadis itu membuka mulut dan bertanya, "Aku boleh mengetahuinya? Siapa?""Emm." Ansel bergumam mempertimbangkan. "Ayolah katakan saja!" bujuk Medina tidak sabar. Pasalnya Ansel jugalah yang membuatnya penasaran berat, padahal tadinya dia tidak ingin kepo, karena bagaimana pun juga Medina ingin menghargai yang namanya privasi. Tetapi malah Ansel yang berniat membuka tabir privasi dirinya kepada Medina, Ansel sendiri yang memancing Medina untuk kepo. "Lagipula aku belum tentu atau malah mungkin tidak mengenalnya, toh lingkungan kita berbeda, Ansel. Sehingga orang yang ada di sekitar kita jugalah orang yang berbeda, biarkan aku mengetahui namanya sebab aku juga tidak mengenal orangnya," rengek Medina memberikan alasan agar Ansel tidak ragu lagi menyebutkan nama seseorang yang menurut pria itu adalah sosok pendengar yang baik. "Kamu.""Hah?" Medina sangat tidak mengerti sekarang ini. "Kamu adalah-" Ansel
"Berisik!" ketus Ya'qub. Dia sangat tidak suka jika digoda dan di cie-ciein semakin dekat dengan Nayyara dan dikatakan sudah mulai mencintai gadis itu. Berbeda dengan dulu ketika dia bertunangan dengan Medina dan sering di cie-ciein dengan gadis itu oleh Yusuf juga, ketika itu Ya'qub justru sangatlah senang sebenarnya meski yang ia tampakkan selalu dengan malu-malu. Entah apakah nanti Nayyara akan seperti Medina, yakni membuat Ya'qub malu-malu kucing tatkala digoda kedekatannya."Back ke kejadian sekarang." Ya'qub mengingatkan agar mereka berdua tidak setenang dan sesantai sekarang. "Siapa yang menghubungi lo?" selidik Ya'qub bertanya kepada Yusuf, pasalnya setahunya pihak rumah sakit hanya menghubungi satu orang wali pasien korban kecelakaan yang ditangani rumah sakit mereka. Ya'qub kira hanya dia yang dihubungi oleh pihak resepsionis sehingga dia kira hanya dia yang akan datang, tetapi ternyata Yusuf juga datang ke sini tanpa dihubungi oleh Ya'qub, itu artinya Yusuf tau tanpa dibe
"Hey!"Pekikan kaget barusan tidak keluar dari bibir si korban, melainkan dari bibir saudara kembarnya, manusia yang ikut merasakan sakit jika dia sakit karena ketulusan persaudaraan mereka serta ikatan batin yang tidak pernah bisa diingkari. Yusuf sebenarnya memekik bukan karena khawatir Ya'qub merasa sakit atas pukulan yang barusan di dapatkan pria itu, tetapi hanya semata-mata kaget belaka yang membuatnya memekik tidak tertahan. Khawatir dan rasa ingin saling melindungi tentunya ada di hati masing-masing manusia yang bersaudara, terlebih lagi mereka ini adalah kembar, ada ikatan batin yang tidak diragukan kekuatannya. Tetapi, sebagai kembar yang seiras membuat keduanya tak elak menyembunyikan kekhawatiran untuk satu sama lain itu dengan cukup rapat. Toh badan Ya'qub itu kekar, pria itu memiliki sistem kekebalan tubuh yang kuat dan tidak terlalu mengaduh pada luka nan sakit. Sebatas luka pukulan di pipi bagi Ya'qub tidak berarti apa-apa. Kontras dengan Yusuf yang heboh, Ya'qub j
"Siapkan alat pacu jantung!" Keringat dingin tidak henti-hentinya membasahi wajah seorang pria yang mana hidung hingga dagunya tertutup masker medis yang digunakan khas untuk operasi. Kacamata juga terpasang demi menghindari adanya cipratan darah pasien yang mengenai kedua matanya dan nantinya akan mengganggu. Perasaan khawatirnya tertutup sempurna dengan karakter tegasnya yang nampak di garis wajahnya. Bertindak semaksimal mungkin dia lakukan dalam menangani pasien di depannya ini dan di ruangan sebelah. Dia memang selalu melakukan tugasnya dengan maksimal, hanya saja inilah yang paling maksimal, mungkin jika bisa ditukar Ya'qub sangatlah rela menukar nyawanya demi keselamatan dua pasiennya ini. Bukan hanya tentang mempertaruhkan gelar kedokteran seperti ketika dia melakukan operasi-operasi sebelum ini, tetapi terkhusus untuk operasi kali ini bahkan Ya'qub ikhlas nyawanya saja yang terancam atau langsung diambil saja dia sangatlah rela asalkan dua pasien yang statusnya tengah dia
Siapa bilang perjalanan Ya'qub ke rumah sakit tempatnya bekerja penuh dengan mulus? Memang tidak ada yang menghambat secara langsung, tetapi pikirannya sedang sangat sibuk memikirkan. Jalanan yang sepi mendukungnya untuk melamunkan kakak perempuannya Mikail, lebih tepatnya Ya'qub tengah berpikir-pikir siapa sih kakaknya Mikail sehingga membuat Ya'qub merasa aneh setelah pria itu mengatakannya. Satu nama saja sebenarnya yang sejak tadi terngiang-ngiang di pikiran Ya'qub tatkala mengaitkannya dengan kakak perempuan Mikail, yakni mantan calon istrinya sendiri, Medina Angkara namanya. Tidak tahu mengapa harus Medina yang Ya'qub rasa adalah kakaknya Mikail. Semoga saja ini hanyalah praduga Ya'qub, bukan kebenarannya, pasalnya kan tidak ada alasan yang jelas mengapa Medina yang Ya'qub tebak adalah kakak perempuannya Mikail. Lagipula setahu Ya'qub, Medina hanya punya abang, tidak pernah ada yang menceritakan kepada Ya'qub bahwasanya Medina punya adik. Jadi sepertinya perasaan Ya'qub ini mem