Beranda / Pernikahan / BERBAGI SUAMI (TAMAT) / BAB 55: Ikhlas itu: Mudah Diucapkan, Sulit Diterapkan

Share

BAB 55: Ikhlas itu: Mudah Diucapkan, Sulit Diterapkan

Penulis: Andri Lestari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Jangan sampai ada keributan. Kumohon," ujarku sedikit memelas.

"Kita lihat nanti. Ada asap api!"

Hadi menggamit lenganku menuju meja kosong di sudut kantin. Ruangan kantin tidak terlalu luas, memudahkan kita untuk memindai wajah siapa saja yang mengunjungi kantin.

Kami duduk berselang beberapa meja dengan Azzam. Lelaki itu duduk sendiri, dia masih terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Ganti posisi. Kamu duduk di sini." Hadi memerintah agar aku duduk di sisinya.

"Di sini aja. Susah di situ. Sempit." Aku beralasan.

"Sempit atau karena ingin melihat mantanmu itu dengan jelas?" Hadi berujar ketus.

Aku serba salah. Kali ini Hadi memang berkata benar. Aku memang sedang mengintai Azzam. Bukan berarti meliriknya sesekali karena mencari perhatian, melainkan aku hanya ingin memastikan jika lelaki itu tidak menyadari kehadiran kami. Namun, seperti percuma memberi alasan pada Hadi. Rasa cemburunya tampak lebih besar.

"Di, bisa tidak kamu berpikiran positif untukku?" tanyaku menekan suara.

"Jadi kena
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Len Foen Kwok
semakin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 56: Ujian

    Aku bergegas berjalan di koridor rumah sakit. Tas slempang yang kusampirkan di bahu ikut berayun ke depan dan ke belakang. Pikiranku dipenuhi oleh Tiara. Tadi sudah sadar? Sekarang pingsan lagi? Dia sakit apa sebenarnya? Atau ada sesuatu yang Hadi sembunyikan dariku? Dengan perasaan berkecamuk, aku menyusuri lantai keramik berwarna putih.Tiba di depan pintu ruangan tempat Tiara dirawat, aku berhenti mengatur napas. Keringat membasahi dahi serta punggungku. Aku benar-benar merasa lelah. Setelah merasa cukup, aku pun membuka pintu kamar tersebut dan menutupnya kembali. Ada Hadi di sana. Dia berbalik badan melihat ke arahku. Perlahan aku berjalan mendekat. Lelaki itu pun menyambut sambil memelukku kuat. Dapat kurasa tubuhnya bergetar. Lelaki ini pasti sangat sedih pikirku."Sayang. Tiara ... Tiara!" serunya sambil merenggangkan pelukannya. Hadi menyebut nama wanita yang terbaring itu sambil terisak. Matanya sembab dan kemerahan."Kenapa bisa tidak sadarkan diri lagi?" tanyaku pelan seka

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 57: Ikhlas dan Adil (TAMAT)

    Bukan akhir seperti ini yang kuharapkan. Kematian Tiara sangat tiba-tiba. Sungguh janji Tuhan itu pasti. Kematian jaraknya sangat dekat dengan makhluk ciptaan-Nya.Hadi masih terpaku di depan gundukan tanah yang masih basah. Aroma khas menguar akibat percikan rintik hujan yang mulai menyapa. Abi, umi, ayah serta ibu telah terlebih dahulu meninggalkan pemakaman. Sementara orang tua Tiara yang berada du luar negeri tidak hadir di acara pemakaman sang anak.Aku bertahan di sini karena menanti Hadi. Mana mungkin aku beranjak, jika dia masih duduk termenung menatap nisan sang istri. Kelopak kembang warna-warni yang berserakan di atas gundukan tanah masih terlihat segar dan harum."Di. Pulang, yuk, "ajakku.Hadi tidak menjawab. Lelaki itu bergeming di tempatnya."Sayang. Mendungnya makin tebal. Mau hujan lebat. Kita pulang, ya."Masih seperti tadi. Dia mendiamkanku tanpa sepatah kata pun."Ikhlas, Di. Perlahan-lahan. Kematian akan menimpa semua orang.""Aku bersalah padanya." Akhirnya suara

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 58: EKSTRA PART 1

    Setahun berlalu setelah kepergian Tiara. Aku dan Hadi tinggal di rumah yang sama. Yaitu di rumahku yang diberikan olehnya. Sedangkan rumah milik Tiara masih dalam kondisi kosong tak berpenghuni. Namun, dalam waktu dekat rumah tersebut akan disewakan atau dijual oleh Hadi. "Untuk apa dipertahankan begitu. Mubazir," ujarnya kemarin.Aku memberikan pilihan terbaik padanya. Dan sikap dia yang terakhir aku pun menyetujuinya.Kehidupan rumah tanggaku dan Hadi selalu dipenuhi kebahagiaan. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir mengeluarkan air mata. Hadi sudah sangat banyak berubah. Ya, Tuhan telah memberikan hasil dari apa yang pernah kutuai sebelumnya. Rasa sakit yang pernah kualami di masa awal pernikahan, terbalas sudah. Tunai!Janji Allah itu pasti. Tidak selamanya langit mendung menyisakan kesuraman. Pernahkan kalian melihat kapan munculnya pelangi? Ya, setelah hujan. Demikian juga denganku, sabar itu pahit, tapi akan berbuah manis. Hujan air mata yang kerap terjadi di dalam biduk rumah

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 59: EKSTRA PART 2

    "Gimana kalau kita ke Jepang juga? Barengan Hanin dan suaminya?" Hadi tersenyum di balik kemudi. Ia mengangguk, tapi tetap fokus ke jalan raya. Sebentar lagi kami akan tiba di masjid tempat akan nikah digelar. Belum terlambat.Mobil memasuki pelataran masjid menuju parkiran. Tampak banyak sekali mobil berjejer rapi di sini. Hadi mencari tempat kosong untuk memarkirkan mobil. Setelah selesai, kami turun dan memasuki masjid bersama.Setiba di dalam. Aku dan Hadi harus berpisah. Ia menuju tempat duduk para lelaki, sementara aku menuju barisan perempuan. Masjid telah dipenuhi oleh puluhan orang untuk menyaksikan ijab qabul Hanin dan suaminya.Tak susah mencari keberadaan Hanin. Ia duduk di barisan paling depan perempuan menghadap ke arah meja wali nikah.Aku mendekat sambil melihat-lihat yang mana calon Hanin? Belum jelas melihat, aku melihat Hanin menoleh ke arahku. Wanita itu tersenyum lebar dan memanggiku menggunakan tangannya."Kamu dampingin aku di sini," ucap Hanin setelah aku bers

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 60: EKSTRA PART 3

    Bukanlah kesabaran, jika masih mempunyai batas dan bukanlah keikhlasan jika masih merasakan sakit. (anonymous)***Aku bahagia atas pernikahan Azzam dan Hanin. Sebuah kelegaan hadir di dalam jiwa ketika melihat sahabatku bisa berjodoh dengan seorang lelaki baik. Begitu juga Azzam, aku bersyukur karena pada akhirnya dia menikah juga. Sehingga Hadi tak perlu lagi merasakan cemburu yang berlebihan."Kalau tau dia jadi calon suaminya Hanin, aku ngga mau kasih kado honeymoon untuk mereka. Mendingan kasih cangkir plastik," ujar Hadi dengan raut wajah ditekuk. Kami sudah berada di dalam mobil menuju rumah.Resepsi digelar minggu depan. Otomatis, rencana untuk berbulan madu ke Jepang ditunda dulu hingga acara selesai."Sayang. Kita batal saja ke Jepang, ya. Masih banyak negara lain yang lebih bagus, kok. Belanda misalnya." Hadi kembali mengeluarkan pendapatnya.Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah suamiku tersebut. Hal apa yang membuat ia sangat tidak suka melihat Azzam?"Apa karena Azzam

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 1: Perselisihan

    Silakan! Jika memang ingin menikah lagi, itu adalah hak dia sepenuhnya. Kularang pun tak bisa. Toh, dia memang tidak mencintaiku. Di dalam hatinya hanya ada satu nama yang tidak akan pernah terganti. Meskipun Hadi telah menikahiku, bukan berarti aku bisa menggeser posisi Tiara di hatinya. Wanita yang telah lama menjadi tambatan rindu suamiku. Di saat mereka sedang merangkai impian untuk hidup bersama, aku datang sebagai perebut calon suami orang.Aku dan Hadi terpaksa menikah karena dijodohkan. Orang tuaku dan orang tua Hadi telah lama bersahabat. Tanpa diketahui mereka telah menjodohkan kami jauh hari saat aku dan Hadi masih remaja. Setelah kami menyelesaikan pendidikan dan Hadi telah mapan, akhirnya pembahasan itu pun dibuka. Acara lamaran dan pernikahan akan segera dilangsungkan.Bukan aku tidak menolak, apalagi membayangkan Azzam yang sedang berada di Turki. Kami telah berjanji untuk saling setia menanti, apa pun yang terjadi tidak boleh seorang pun mendua hati. Di lain sisi, Umi

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 2: Terbeban

    Aku terbangun agak telat pagi ini. Semalaman aku tidak tertidur, menghabiskan waktu membaca buku serta salat malam. Entah kenapa perkataan Hadi tadi malam begitu mengganggu pikiran. Seberapa persen lelaki itu serius untuk menikah lagi? Tahukah dia seperti apa resiko ke depan jika pernikahan tersebut tetap dilangsungkan.Akan banyak pihak yang tersakiti, terutama orang tuanya serta orang tuaku juga. Umi pasti akan sangat terpukul melihat nasib anak perempuannya yang malang. Masih muda sudah menyandang status sebagai istri tua, itu pun jika aku sanggup bertahan dan melanjutkan status pernikahan kami, jika tidak tentu aku akan menjadi janda. Apa nanti kata orang-orang?Sementara Hadi memintaku untuk menyembunyikan tentang rencana pernikahan mereka. Sampai kapan rahasia itu bisa ditutupi? Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya pasti jatuh juga. Namun, aku tidak boleh banyak bicara, biarkan saja ia menikahi Tiara, nanti dia sendiri yang akan menanggung segala resiko yang sedang menanti d

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 3: Saran dari Sahabat

    Sudah satu jam lebih aku menunggu Hanin, akhirnya dia datang juga. Rasa kesalku sudah memuncak, mengingat perlakuan Hadi barusan. Jika saja tidak mengingat malu, sudah kuumpat lelaki itu kasar. Kulihat Hanin sedang menuju ke arah mejaku. Air mata sudah tergenang sejak tadi. Di depan Hadi aku berlagak kuat. Setetes air mata pun tak ingin kuperlihatkan di depannya. Sesakit apa pun kalimat yang ia keluarkan, aku tidak akan menangis di depan lelaki pengecut itu."Maaf, aku telatnya keterlaluan. Sengaja semua laporan kuselesaikan tadi, biar setengah hari ini bisa habiskan waktu sama kamu." Wanita yang masih setia melajang itu berkata sambil menjawit hidungku. Ah, mata sudah terlanjur berkabut, tak dapat kutahan, bulir bening itu luruh juga. Sontak saja Hanin terlihat kaget melihatku yang tiba-tiba menangis."Kamu kenapa? Aku minta Maaf! Kamu sudah menunggu lama!" seru gadis cantik itu lagi. Hanin adalah sahabatku sejak awal kuliah dulu. Banyak kenangan yang telah kami lalui bersama, suka m

Bab terbaru

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 60: EKSTRA PART 3

    Bukanlah kesabaran, jika masih mempunyai batas dan bukanlah keikhlasan jika masih merasakan sakit. (anonymous)***Aku bahagia atas pernikahan Azzam dan Hanin. Sebuah kelegaan hadir di dalam jiwa ketika melihat sahabatku bisa berjodoh dengan seorang lelaki baik. Begitu juga Azzam, aku bersyukur karena pada akhirnya dia menikah juga. Sehingga Hadi tak perlu lagi merasakan cemburu yang berlebihan."Kalau tau dia jadi calon suaminya Hanin, aku ngga mau kasih kado honeymoon untuk mereka. Mendingan kasih cangkir plastik," ujar Hadi dengan raut wajah ditekuk. Kami sudah berada di dalam mobil menuju rumah.Resepsi digelar minggu depan. Otomatis, rencana untuk berbulan madu ke Jepang ditunda dulu hingga acara selesai."Sayang. Kita batal saja ke Jepang, ya. Masih banyak negara lain yang lebih bagus, kok. Belanda misalnya." Hadi kembali mengeluarkan pendapatnya.Aku geleng-geleng kepala melihat tingkah suamiku tersebut. Hal apa yang membuat ia sangat tidak suka melihat Azzam?"Apa karena Azzam

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 59: EKSTRA PART 2

    "Gimana kalau kita ke Jepang juga? Barengan Hanin dan suaminya?" Hadi tersenyum di balik kemudi. Ia mengangguk, tapi tetap fokus ke jalan raya. Sebentar lagi kami akan tiba di masjid tempat akan nikah digelar. Belum terlambat.Mobil memasuki pelataran masjid menuju parkiran. Tampak banyak sekali mobil berjejer rapi di sini. Hadi mencari tempat kosong untuk memarkirkan mobil. Setelah selesai, kami turun dan memasuki masjid bersama.Setiba di dalam. Aku dan Hadi harus berpisah. Ia menuju tempat duduk para lelaki, sementara aku menuju barisan perempuan. Masjid telah dipenuhi oleh puluhan orang untuk menyaksikan ijab qabul Hanin dan suaminya.Tak susah mencari keberadaan Hanin. Ia duduk di barisan paling depan perempuan menghadap ke arah meja wali nikah.Aku mendekat sambil melihat-lihat yang mana calon Hanin? Belum jelas melihat, aku melihat Hanin menoleh ke arahku. Wanita itu tersenyum lebar dan memanggiku menggunakan tangannya."Kamu dampingin aku di sini," ucap Hanin setelah aku bers

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 58: EKSTRA PART 1

    Setahun berlalu setelah kepergian Tiara. Aku dan Hadi tinggal di rumah yang sama. Yaitu di rumahku yang diberikan olehnya. Sedangkan rumah milik Tiara masih dalam kondisi kosong tak berpenghuni. Namun, dalam waktu dekat rumah tersebut akan disewakan atau dijual oleh Hadi. "Untuk apa dipertahankan begitu. Mubazir," ujarnya kemarin.Aku memberikan pilihan terbaik padanya. Dan sikap dia yang terakhir aku pun menyetujuinya.Kehidupan rumah tanggaku dan Hadi selalu dipenuhi kebahagiaan. Bahkan aku sudah lupa kapan terakhir mengeluarkan air mata. Hadi sudah sangat banyak berubah. Ya, Tuhan telah memberikan hasil dari apa yang pernah kutuai sebelumnya. Rasa sakit yang pernah kualami di masa awal pernikahan, terbalas sudah. Tunai!Janji Allah itu pasti. Tidak selamanya langit mendung menyisakan kesuraman. Pernahkan kalian melihat kapan munculnya pelangi? Ya, setelah hujan. Demikian juga denganku, sabar itu pahit, tapi akan berbuah manis. Hujan air mata yang kerap terjadi di dalam biduk rumah

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 57: Ikhlas dan Adil (TAMAT)

    Bukan akhir seperti ini yang kuharapkan. Kematian Tiara sangat tiba-tiba. Sungguh janji Tuhan itu pasti. Kematian jaraknya sangat dekat dengan makhluk ciptaan-Nya.Hadi masih terpaku di depan gundukan tanah yang masih basah. Aroma khas menguar akibat percikan rintik hujan yang mulai menyapa. Abi, umi, ayah serta ibu telah terlebih dahulu meninggalkan pemakaman. Sementara orang tua Tiara yang berada du luar negeri tidak hadir di acara pemakaman sang anak.Aku bertahan di sini karena menanti Hadi. Mana mungkin aku beranjak, jika dia masih duduk termenung menatap nisan sang istri. Kelopak kembang warna-warni yang berserakan di atas gundukan tanah masih terlihat segar dan harum."Di. Pulang, yuk, "ajakku.Hadi tidak menjawab. Lelaki itu bergeming di tempatnya."Sayang. Mendungnya makin tebal. Mau hujan lebat. Kita pulang, ya."Masih seperti tadi. Dia mendiamkanku tanpa sepatah kata pun."Ikhlas, Di. Perlahan-lahan. Kematian akan menimpa semua orang.""Aku bersalah padanya." Akhirnya suara

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 56: Ujian

    Aku bergegas berjalan di koridor rumah sakit. Tas slempang yang kusampirkan di bahu ikut berayun ke depan dan ke belakang. Pikiranku dipenuhi oleh Tiara. Tadi sudah sadar? Sekarang pingsan lagi? Dia sakit apa sebenarnya? Atau ada sesuatu yang Hadi sembunyikan dariku? Dengan perasaan berkecamuk, aku menyusuri lantai keramik berwarna putih.Tiba di depan pintu ruangan tempat Tiara dirawat, aku berhenti mengatur napas. Keringat membasahi dahi serta punggungku. Aku benar-benar merasa lelah. Setelah merasa cukup, aku pun membuka pintu kamar tersebut dan menutupnya kembali. Ada Hadi di sana. Dia berbalik badan melihat ke arahku. Perlahan aku berjalan mendekat. Lelaki itu pun menyambut sambil memelukku kuat. Dapat kurasa tubuhnya bergetar. Lelaki ini pasti sangat sedih pikirku."Sayang. Tiara ... Tiara!" serunya sambil merenggangkan pelukannya. Hadi menyebut nama wanita yang terbaring itu sambil terisak. Matanya sembab dan kemerahan."Kenapa bisa tidak sadarkan diri lagi?" tanyaku pelan seka

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 55: Ikhlas itu: Mudah Diucapkan, Sulit Diterapkan

    "Jangan sampai ada keributan. Kumohon," ujarku sedikit memelas."Kita lihat nanti. Ada asap api!"Hadi menggamit lenganku menuju meja kosong di sudut kantin. Ruangan kantin tidak terlalu luas, memudahkan kita untuk memindai wajah siapa saja yang mengunjungi kantin.Kami duduk berselang beberapa meja dengan Azzam. Lelaki itu duduk sendiri, dia masih terlihat sibuk dengan ponselnya."Ganti posisi. Kamu duduk di sini." Hadi memerintah agar aku duduk di sisinya."Di sini aja. Susah di situ. Sempit." Aku beralasan."Sempit atau karena ingin melihat mantanmu itu dengan jelas?" Hadi berujar ketus.Aku serba salah. Kali ini Hadi memang berkata benar. Aku memang sedang mengintai Azzam. Bukan berarti meliriknya sesekali karena mencari perhatian, melainkan aku hanya ingin memastikan jika lelaki itu tidak menyadari kehadiran kami. Namun, seperti percuma memberi alasan pada Hadi. Rasa cemburunya tampak lebih besar."Di, bisa tidak kamu berpikiran positif untukku?" tanyaku menekan suara."Jadi kena

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 54: WAJARKAH CEMBURU?

    Ibu dan Ayah akhirnya berpamitan. Pada Hadi mereka berpesan banyak hal. Kulihat Hadi tak henti menganggukkan kepalanya. Aku bisa mendengar dengan jelas, karena posisiku berada tak jauh dari mereka."Jaga Nadia baik-baik. Dia sedang mengandung. Prioritaskan perhatianmu padanya," ucap Ayah tegas."Ibu sedang memperbaiki hubungan persahabatan Ibu dengan uminya Nadia. Jangan sampai hubungan kami retak lagi karena ulahmu, Hadi. Dia itu sahabat yang sangat berarti bagi ibu. Kami telah melewati berbagai fase kehidupan bersama," ujar ibu nelangsa.Kulihat Hadi mengangkat wajahnya. Mata lelaki itu tampak berkaca-kaca."Maafkan aku, Yah, Bu." Hanya permintaan maaf yang keluar dari bibirnya."InsyaAllah Hadi sedang menapak menuju arah yang lebih baik, Bu. Dia butuh kita orang-orang terdekat dengannya. Dia butuh dukungan dari kita semua." Aku ikut bersuara. Memberitahukan pada ayah dan ibu jika Hadi memang sedang berusaha untuk berubah. "Iya. Karena semuanya tidak lepas dari campur tanganmu, Nad

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 53: KRITIS

    Aku menghubungi Ibu dan meminta kedua mertuaku untuk datang ke rumah sakit. Sampai kapan hubungan orang tua dan anak itu akan dingin-dingin saja? Selaku orang tua, mereka pasti merasa kesal dan tidak dihargai. Dibohongi oleh semata wayang dan sangat disayangi. Namun, meski nasi sudah menjadi bubur, toh masih tetap mengenyangkan dan enak untuk dimakan?Di satu sisi aku sangat bersyukur saat Abi mendukunh semua keputusan yang telah kuambil untuk rumah tanggaku. Walau Ibu masih bersikeras dengan pendapatnya, tapi setidaknya aku menjadi kuat karena dukungan dari Abi. "Apa perlu Ibu dan Ayah datang? Bukannya mereka bisa menghandel semuanya sendiri?"Suara Ibu terdengar datar di seberang telepon."Bu, kondisi Tiara sedang kritis. Entah apa penyebabnya. Aku juga baru tiba di rumah sakit. Mungkin Hadi sudah tau, tapi masih menyembunyikannya dariku. Ibu dan Ayah datang, ya. Hadi butuh Ibu dan Ayah di sini. Kasihan, Bu."Aku berusaha mengambil hati Ibu. Wanita itu tidaklah sekeras Umi. Hati Ib

  • BERBAGI SUAMI (TAMAT)    BAB 52: Tiara Kritis

    "Sudahlah, Di. Aku mau istirahat. Lelah!" seruku sambil berlalu meninggalkan lelaki itu."Aku belum selesai bicara, Nadia.""Kamu bukan sedang berbicara, melainkan membentak-bentak. Sebaiknya tenangkan dirimu terlebih dahulu." Aku berujar sambil terus berjalan ke arah kamar. Punggungku terasa sangat sakit. Seharian berada di rumah sakit membuat peredaran darah serasa kaku."Nadia. Sudah berapa kali secara diam-diam kamu menemui lelaki itu?"Mendengar pertanyaan Hadi yang sudah sangat berlebihan, membuat emosiku pun ikut tersulut."Aku bukan perempuan murahan. Camkan itu! Silakan kamu hubungi Azzam dan tanyakan apa saja yang ingin kamu tanyakan. Karena percuma juga aku menjelaskan, toh kamu tidak percaya."Aku menutup pintu kamar dan tak lupa menguncinya. Sebaiknya lelaki yang sedang berdiri di depan pintu kamar itu segera pergi dan menenangkan dirinya. Dia salah orang jika menuduhku yang tidak-tidak.Setelah membersihkan diri mengenakan pakaian yang lebih longgar, aku pun menonaktifka

DMCA.com Protection Status