Beranda / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 33 Kedua Tangan di Pundak

Share

Bab 33 Kedua Tangan di Pundak

Penulis: Simbaradiffa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-21 08:02:42

William, yang baru selesai mandi, terlihat segar dengan rambutnya yang masih basah. Dia menggerakkan kursi rodanya ke tengah kamar, lalu berkata dengan nada dingin seperti biasanya, “Bersiaplah. Kita akan pergi hari ini.”  

Fiona memandangnya dengan wajah cemberut. “Tapi kakiku masih bengkak.” 

William menghela napas panjang, dia mendorong kursi rodanya ke arah Fiona, lalu dengan mudah mengangkat tubuhnya ke atas pangkuannya. Fiona terkesiap, tetapi tak mampu melawan selain mengalungkan kedua tangannya di pundak William.  

“William, aku bisa mencoba berjalan sendiri,” protes Fiona dengan suara kecil.  

“Terlalu lama,” ja

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 34 Kau Sudah Menikah

    Keesokan harinya, setelah pulang sekolah Fiona tiba di kantor William untuk memulai pekerjaannya sebagai asisten pribadi. Dia merasa enggan, tetapi tidak punya pilihan lain. Ketika memasuki ruangan William, pria itu sedang sibuk dengan beberapa dokumen di mejanya. “Kau terlambat,” kata William tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di depannya. “Aku baru beberapa menit terlambat,” balas Fiona, berusaha membela diri. “Tepat waktu adalah sebuah kedisiplinan bagi semua pekerja, Fiona,” ujar William dengan nada datar. “William, jangan samakan aku dengan mereka. Aku masih sekolah—ada banyak kegiatan sebelum datang kamari,” ucap Fiona. Fiona menatap sekilas ke arah William yang tak menjawab lagi perkataannya. Dia segera berjalan ke arah sofa, duduk sambil memainkan ponsel barunya dengan sebelah kakinya yang sengaja ditumpangkan ke kaki satunya lagi. “Akhir tahun nanti, aku ingin pulang melihat ibuku,” gumam Fiona yang masih terdengar jelas di telinga William. “Kau, bel

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 35 Wanita Simpanan

    Ketika Fiona sampai di ruang foto copy, beberapa karyawan yang sedang bekerja di sana langsung memperhatikannya. Bagaimana tidak? Fiona masih mengenakan seragam sekolah, membuatnya tampak mencolok dibandingkan para pegawai yang berpakaian formal."Bukankah gadis itu, istri simpanannya Pak William," bisik salah satu karyawan perempuan. Mereka hanya tahu bahwa Azalea yang menjadi istri William. Meski sudah cukup lama mereka tidak pernah melihatnya datang ke kantor lagi. "Ternyata, dia masih sekolah. Bagaimana bisa menikah dengan bos kita?” “Apa dengan cara merangkak ke atas tempat tidurnya." tambah yang lain, berusaha merendahkan suaranya meski masih cukup terdengar oleh Fiona.Fiona menghentikan langkahnya, menatap tajam ke arah kerumunan karyawan itu. "Ada yang ingin kalian katakan langsung kepadaku?" tanyanya lantang, membuat semua karyawan di sana terdiam dan menunduk pura-pura sibuk.Dengan penuh percaya diri, Fiona mendekati salah satu karyawan laki-laki yang sedang berdiri di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 36 Membungkam Bibirnya

    Ketika dia sampai di kelas, dua temannya, Adel dan Maya, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. Mereka tampak ragu-ragu, tapi jelas ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan."Apa yang kalian lihat?" tanya Fiona, menatap mereka tajam. "Apa ada yang salah dengan wajahku? Kenapa semua orang memandangku seperti itu?"Adel dan Maya saling pandang, lalu Adel menyerahkan ponselnya kepada Fiona tanpa berkata apa-apa. Fiona mengambil ponsel itu dengan alis terangkat, lalu membaca layar dengan cepat.Di sana, terpampang sebuah artikel dengan judul besar:"Seorang Siswi Menjadi Istri Simpanan Pengusaha Kaya William Stefanus Thene!"Mata Fiona membelalak, napasnya tercekat. Foto dirinya dan William yang diambil malam sebelumnya terpampang jelas di bawah judul itu. Gambar itu menunjukkan Fiona mendorong kursi roda William dengan ekspresi yang terlihat tersenyum. Artikel tersebut penuh dengan tindakan mencari keuntungan dengan menggunakan kata-kata murahan tentang hubungan mereka, menguat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 37 Hubungan Kita

    Dia membisikkan kata-kata di telinga Fiona dengan suara yang rendah dan mengerikan, "Sampai kapan pun, hubungan kita tidak akan berakhir kecuali aku yang mengakhirinya atau aku akan menghancurkan keluargamu.”Fiona merasa darahnya berdesir dengan bisikan itu. Senyum miris terukir di bibirnya. "William, apa kau lupa bahwa keluargaku sudah hancur?" katanya dengan suara pelan, penuh kepahitan. "Kehidupanku juga sudah hancur karena perjanjian ini. Dan bagaimana jika orang-orang tahu hubunganmu dengan Kakakku? Mereka akan menganggap aku merebut suami dari kakakku."Setiap kata yang keluar dari mulut Fiona menambah api kemarahan dalam diri William. Dia mencengkram pipi Fiona membalikkan ke arahnya, menatap Fiona dengan tatapan tajam. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera melepaskan cengkeramannya dengan kasar membawa Fiona ke sebuah ruangan di dalam kantornya.Fiona berusaha untuk turun dari kursi rodanya, tetapi dengan cepat William menempatkannya di atas tempat tidur dengan keras. Tubuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 38 Mendesah Pelan

    William dengan refleks berdiri dari kursi rodanya seperti orang yang hendak berjalan, menangkap tubuh Fiona yang hampir jatuh ke lantai. Namun, karena tubuh William yang tidak stabil, membuatnya ikut terjatuh secara bersamaan. Dengan cepat, dia menggunakan tangannya untuk menahan kepala Fiona agar tidak terbentur lantai.Sejenak William menatap Fiona yang terpejam. “Fiona!” panggil William panik, mengguncang tubuhnya yang lemas. Dia mencoba membangunkan Fiona, tapi wanita itu tidak merespons. Wajah cantiknya begitu pucat.Rasa bersalah menyelimuti hati William. Dia memeluk Fiona erat, mencoba menenangkan dirinya yang mulai diliputi kepanikan. Dengan tangan gemetar, dia merogoh sakunya dan menelepon Max.Tidak butuh waktu lama, Max datang membantu William membawa Fiona keluar dari ruangan itu. Mereka segera membawanya ke mobil dan meluncur ke rumah sakit terdekat.Di perjalanan, William terus memegang tangan Fiona yang dingin. Tatapannya penuh rasa bersalah. Untuk pertama kalinya dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 39 Terbakar Api Cemburu

    Fiona dengan wajah ceria mengikutinya tanpa diminta, duduk di sebelah Alvaro di ruangan rapat yang dipenuhi anggota OSIS. Ia bahkan bersandar pada bahu Alvaro beberapa kali, membuat suasana menjadi canggung.Juwita yang hatinya sudah hampir gosong karena terbakar api cemburu terus memperhatikan tingkah Fiona dengan mata menyipit. Kesal dengan sikap Fiona yang seakan sengaja membuatnya cemburu, Juwita akhirnya angkat bicara.“Bisakah orang yang tidak berkepentingan di sini keluar saja?” katanya dengan nada sinis.Fiona menatap Juwita dengan senyuman. “Aku hanya menemani Alvaro. Lagipula, aku tidak mengganggu, kan?”Juwita mendengus, jelas tidak terima dengan jawaban Fiona. “Kau mungkin tidak merasa mengganggu, tapi kami yang di sini merasa tidak nyaman.”“Oh, ya… Mungkin hanya kau saja yang terganggu,” ucap Fiona dengan nada seakan sedang mengejek. Alvaro, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Fiona, lebih baik kau pergi dan tunggu saja di kantin.”Mendengar itu, Fiona meras

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 40 Tak Menemukannya

    Setelah sampai di rumah, Fiona turun dari motor tanpa mengucapkan sepatah kata. Alvaro hanya meliriknya sekilas sebelum pergi, meninggalkan Fiona yang berdiri di depan pagar mewah yang telah di buka.Begitu masuk, ia mendapati rumah yang terasa sepi seperti biasa. Dia berjalan menuju kamarnya, setelah tiba dia menatap sekeliling kamar dan tak menemukan William di kamarnya. Dia meletakkan tasnya di sofa kamar dan menghela napas panjang. “Mungkin dia sedang sibuk,” gumam Fiona pelan saat pikirannya tiba-tiba teringat pada William yang tak pernah terlihat berada di rumah.Fiona melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di bawah pancuran air hangat, ia merenungkan apa yang terjadi hari ini.Hubungannya dengan Alvaro hanyalah pura-pura, tapi mengapa ia merasa tidak nyaman dengan ucapan Alvaro di kafe? Bukankah seharusnya ia tidak peduli?Tanpa sadar Fiona sedang merasa takut, seolah-olah dia sedang berselingkuh dan melakukan kesalahan di belakang suaminya.Setelah selesai mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 41 Mencium Alvaro

    ‘Oh, jadi dia akhirnya peduli padaku,’ batin Fiona. Fiona menoleh ke arah Alvaro yang masih berdiri di sampingnya.“Aku harus pergi,” katanya sambil tersenyum tipis. “Jangan merindukanku, ya.”Alvaro hanya menatap Fiona tanpa berkata apa-apa. Fiona mengisyaratkan salah satu pria tadi untuk membawa mobilnya, sementara ia berjalan menuju kendaraan lain yang telah disiapkan.Saat Fiona melangkah pergi, Alvaro tetap berdiri di tempatnya. Matanya mengikuti setiap gerakan gadis itu, meskipun ia berusaha untuk tidak terlihat peduli.Dalam hatinya, Alvaro merasa ada sesuatu yang mengganggunya. Ia tidak rela Fiona pergi begitu saja, tetapi ia juga tidak ingin mengakuinya. Kepergian Fiona meninggalkan rasa aneh yang tidak bisa dijelaskan dalam diri Alvaro karena tingkah Fiona sedikit mirip dengan Fianka. Meski Alvaro juga sadar bahwa mereka dua orang yang berbeda dan tak bisa disamakan. Alvaro masih menatap ke arah mobil Fiona yang menjauh. Ia menghela napasnya, mungkin rasa itu masih ada d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 82 Membalas Ciuman Itu

    Fiona menutup matanya dan menyentuhkan bibirnya pada bibir William. Seketika William membalas ciuman itu semakin dalam. William merengkuh pinggang Fiona, mendekapnya erat seakan tak ingin melepaskannya lagi. Tangan pria itu meraba punggung Fiona, merasakan kehangatan tubuh istrinya yang begitu ia rindukan."Aku juga mencintaimu, William,” gumam Fiona di sela ciuman mereka. Pengakuan itu membuat William semakin kehilangan kendali. Ia menindihnya dengan penuh hasrat.Fiona yang semula masih menolak, kini tidak bisa menahan diri lagi. Dia membiarkan William menyentuhnya, membiarkan pria itu mengklaimnya kembali. Mereka larut dalam gairah, seakan ingin melupakan segala masalah yang ada di antara mereka. ****Di tempat lain, di sebuah kios es krim, Lauren duduk dengan gelisah. Ia sesekali melirik ke arah jam tangan, lalu melihat Ezra yang duduk di sampingnya dengan ekspresi bosan. Anak itu menggoyangkan kakinya dengan tidak sabar."Nenek, kenapa Ibu belum datang juga? Aku ingin pulang,"

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 81 Melepas Rindu

    Ciuman itu begitu menuntut, seolah William ingin menyalurkan semua emosi yang telah lama ia pendam. Rindu yang bertahun-tahun tertahan, kemarahan karena kepergian Fiona, dan cinta yang tak pernah benar-benar hilang—semuanya meledak dalam satu ciuman yang membius.Fiona mulai kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Jemarinya yang awalnya ingin mendorong William kini justru mencengkeram kemeja pria itu, gemetar di antara genggamannya. Namun, saat pikirannya mulai hanyut dalam perasaan yang bercampur aduk, kesadarannya kembali.Dengan sekuat tenaga, Fiona memukul dada William, memaksa pria itu untuk melepaskan ciumannya."Jangan!" serunya dengan napas memburu.William akhirnya melepaskan Fiona, tetapi tangannya tetap menahan pinggang wanita itu, seakan tidak rela berpisah. Mata mereka bertemu dalam keheningan yang mendebarkan."Dasar mesum," bisik Fiona, matanya berkaca-kaca.William tersenyum miring, jari-jarinya menyentuh bibirnya sendiri, merasakan jejak ciuman mereka. "Benarkah?" t

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 80 Ciuman Yang Kasar

    Setelah lama saling melepas rindu dengan ibunya, Fiona kini berdiri di depan jendela kamar, menatap ke luar dengan pandangan kosong. Kata-kata ibunya masih terngiang di telinganya."Ada banyak orang yang terus mencarimu."Fiona menggigit kuku ibu jarinya, kebiasaan lamanya saat merasa cemas. Dalam hatinya, muncul pertanyaan yang selama ini ia hindari."Apakah William mencariku?"Pikiran itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana jika William benar-benar mencarinya? Bagaimana jika dia tahu tentang Ezra? Apakah William akan mencoba mengambil Ezra darinya?Fiona menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran itu. Namun, jauh di dalam hatinya, Fiona tidak bisa menutupi rasa rindunya pada pria itu.Keesok harinya Fiona dan ibunya, Lauren, memutuskan untuk menghabiskan hari dengan berjalan-jalan ke mal. Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, Lauren ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan putrinya dan cucunya, Ezra. Sementara itu, di tempat lain, William akhirnya tiba di

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 79 Menggigit Bibirnya

    Limat tahun kemudian di bandara Italia, Fiona turun dari pesawat dengan seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun di sampingnya. Wajahnya berseri-seri saat dia menggandeng tangan anaknya, Ezra. Meski sudah menjadi seorang ibu, Fiona masih tampak muda dan cantik, seolah waktu tidak mengubahnya sedikit pun. Bahkan, jika dilihat sekilas, orang mungkin akan mengira Ezra adalah adiknya, bukan anaknya.Fiona dan Ezra berjalan dengan langkah ringan menuju area kedatangan. Perjalanan Fiona ke Italia adalah untuk menemui ibunya, Lauren, yang sudah lama tidak ditemuinya. Fiona merasa sedikit gugup, tapi juga bahagia. Dia ingin memperkenalkan Ezra kepada neneknya dan berharap ibunya bisa menerima mereka dengan hangat, setelah bertahun-tahun tanpa kabar.Saat mereka berjalan di trotoar dekat rumah ibunya, Fiona tiba-tiba melihat sosok Lauren yang baru saja pulang dari suatu tempat, ibunya terlihat sudah mulai menua. Dengan cepat, dia berlutut di samping Ezra dan tersenyum lembut. “Sayan

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 78 Hatinya Terasa Sesak

    Alvaro berjalan memasuki kantor William dengan ekspresi serius. Begitu dia sampai di lobi, seorang resepsionis mencoba menahannya, tetapi dia hanya melirik tajam sebelum melanjutkan langkahnya. Hari ini, Alvaro datang bukan untuk urusan bisnis, melainkan untuk sesuatu yang jauh lebih penting. Sesampainya di ruang kantor William yang luas dan mewah, Alvaro duduk di sofa sambil menunggu. Dia menatap sekeliling, memperhatikan desain interior yang elegan dan mahal. Ruangan itu begitu tenang, hanya suara jam dinding yang terdengar samar. Alvaro menghela napas, pikirannya dipenuhi dengan banyak pertanyaan tentang Fiona yang sudah lama tidak dilihatnya di sekolah. Ia baru mengetahuinya jika gadis itu pergi setelah pulang dari rumah sakit. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka. William melangkah masuk dengan setelan jasnya yang rapi, menunjukkan bahwa dia baru saja selesai rapat. Begitu melihat Alvaro, dia mengerutkan kening. "Apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, langsung ke intinya sam

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 77 Melupakan Masa Lalu

    William memijat pelipisnya yang berdenyut setelah Azalea pergi dari ruangannya. Ia segera memerintahkan seseorang untuk mengawasi pergerakan Azalea, berharap wanita itu mengetahui keberadaan Fiona.Baru saja ia hendak kembali fokus pada pekerjaannya, ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya."Masuk," ucapnya tanpa mengangkat kepala.Pintu terbuka perlahan, menampilkan seorang wanita yang penampilannya tak jauh berbeda dari Azalea."William, aku dengar istrimu pergi?" Aileen langsung bertanya tanpa basa-basi.William menoleh sekilas dan menatapnya dingin. "Lalu? Apa urusannya denganmu?" ucapnya tajam, membuat Aileen merasa tersinggung."Hm... Aku hanya mengkhawatirkanmu," jawabnya santai. "Aku baru pulang dari luar negeri dan mendengar kabar ini."William tertawa kecil, terdengar meremehkan. "Apa kalian berdua sedang bermain sandiwara? Kau datang ke sini setelah Azalea pergi, seolah ingin membujukku."Aileen mengerutkan kening, tidak mengerti maksud perkataan William. "Apa maksudmu?"

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 76 Merasa Tidak Diinginkan

    Ketika masih dalam perjalanan ponselnya bergetar. Nama Max tertera di layar. Dengan cepat, William mengangkatnya."Tuan, kami menemukan sesuatu. Fiona membeli tiket di bandara."Jantung William berdegup kencang. "Ke mana?""Tujuan ke Italia, Tuan. Sepertinya dia ingin pergi ke rumah ibunya. Tapi…” Max belum selesai memberitahu William, tetapi teleponnya sudah di matikan lebih dulu.Tanpa membuang waktu lagi William menambah kecepatan tinggi menuju bandara. Di perjalanan, pikirannya dipenuhi perasaan bercampur aduk. Mengapa Fiona tiba-tiba pergi? Apa karena dia? William mengingat kembali kata-katanya sendiri. Apakah itu yang membuat Fiona memilih pergi tanpa memberitahunya? Atau ada alasan lain yang belum diketahui?Sesampainya di bandara, William langsung masuk ke dalam gedung terminal dengan langkah tergesa-gesa. Ia menatap sekeliling, berharap menemukan sosok Fiona di antara kerumunan penumpang yang berlalu-lalang.Matanya mencari dengan panik. Sesekali ia mendekati beberapa wanita

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 75 Semua Orang Terkejut

    Fiona duduk di dalam taksi, meninggalkan mobilnya di kantor William, pikirannya begitu berkecamuk. Hatinya terasa sesak, seolah dihimpit oleh sesuatu yang tidak terlihat. Azalea telah kembali bersamanya. Jadi, apakah ini akhirnya aku telah bebas? Tetapi kenapa begitu menyakitkan.Tangan Fiona perlahan menyentuh perutnya yang masih rata. Akan ada kehidupan yang segera tumbuh di dalam rahimnya, tetapi sang ayah bahkan belum tahu. Fiona tiba-tiba teringat kembali kata-kata William. "Sampai kakakmu kembali, kita tidak akan bercerai.” Sekarang kakaknya telah kembali, William mungkin akan menceraikannya. Pernikahan mereka memang hanya sebuah kesepakatan. Tidak ada cinta. Tidak ada janji sehidup semati. William tidak pernah mengucapkan kata ‘cinta’ padanya, bahkan setelah semua yang mereka lalui bersama.Air mata Fiona menggenang. Hidupnya terasa begitu menyedihkan. Masalah datang bertubi-tubi tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas.Fiona menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 74 Dia Memaksaku Saat Itu

    Fiona merebahkan tubuhnya di ranjang, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kasur yang terasa begitu nyaman. Rasa lelah masih menyelimuti dirinya, dan pikirannya kacau. Ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa dirinya tengah mengandung anak William.Pintu kamar terbuka, suara roda kursi William bergeser mendekatinya. Pria itu baru saja pulang kerja, jasnya masih terpasang rapi di tubuhnya, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan sedikit kelelahan. Begitu melihat Fiona yang terbaring diam dengan mata setengah tertutup, William segera memajukan kursi rodanya, mendekati ranjang.“Fiona?” panggilnya, suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kekhawatiran di dalamnya.Fiona tidak langsung menjawab. Ia hanya menarik napas pelan dan menutup matanya sejenak. Ia tak ingin berbicara. Tak ingin menjelaskan apa pun. “Kau sakit?” tanyanya lagi, kini dengan nada yang lebih serius.Fiona menggeleng tanpa membuka matanya. “Aku baik-baik saja, hanya ingin tidur,” jawabnya dengan suara lirih.William diam

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status