Home / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 41 Mencium Alvaro

Share

Bab 41 Mencium Alvaro

Author: Simbaradiffa
last update Last Updated: 2024-12-10 13:45:02

‘Oh, jadi dia akhirnya peduli padaku,’ batin Fiona.

Fiona menoleh ke arah Alvaro yang masih berdiri di sampingnya.

“Aku harus pergi,” katanya sambil tersenyum tipis. “Jangan merindukanku, ya.”

Alvaro hanya menatap Fiona tanpa berkata apa-apa.

Fiona mengisyaratkan salah satu pria tadi untuk membawa mobilnya, sementara ia berjalan menuju kendaraan lain yang telah disiapkan.

Saat Fiona melangkah pergi, Alvaro tetap berdiri di tempatnya. Matanya mengikuti setiap gerakan gadis itu, meskipun ia berusaha untuk tidak terlihat peduli.

Dalam hatinya, Alvaro merasa ada sesuatu yang mengganggunya. Ia tidak rela Fiona pergi begitu saja, tetapi ia juga tidak ingin mengakuinya.

Kepergian Fiona meninggalkan rasa aneh yang tidak bisa dijelaskan dalam diri Alvaro karena tingkah Fiona sedikit mirip dengan Fianka. Meski Alvaro juga sadar bahwa mereka dua orang yang berbeda dan tak bisa disamakan.

Alvaro masih menatap ke arah mobil Fiona yang menjauh. Ia menghela napasnya, mungkin rasa itu masih ada d
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 42 Rasa Rindu

    Sudah beberapa minggu berlalu, dan bayangan William terus menghantui pikiran Fiona. Dia merasa frustrasi karena tidak tahu keberadaan pria itu. Fiona telah mencoba menghubungi Max, bahkan datang langsung ke kantor William. Namun, setiap kali dia melangkah masuk ke ruangan kantornya, ruangan itu selalu tampak rapi, tidak ada siapa pun di sana. Hari ini, rasa penasaran Fiona sudah mencapai puncaknya. Dia ingin tahu di mana William berada. Dia memutuskan untuk menemui Max lagi, berharap kali ini akan mendapatkan jawaban.Ketika dia tiba di kantor William, Fiona langsung memasuki ruang kerjanya. Max tiba-tiba muncul di belakangnya, memandang Fiona dengan ekspresi bingung. "Nona Fiona, ada perlu apa Anda mencari saya?" tanyanya sopan.Fiona yang sedang duduk di sofa berwarna abu-abu segera berdiri. Tanpa basa-basi dia berkata, "Di mana William? Aku sudah lama tidak melihatnya. Bahkan dia juga tidak meminta maaf padaku. Apa dia sengaja menghindariku karena tidak ingin meminta maaf?" Suara

    Last Updated : 2024-12-14
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 43 Sebuah Ciuman Lembut

    Fiona masih duduk di kursinya, terengah-engah. Rasa nyeri di kepalanya membuatnya pusing, tetapi ia tetap sadar. Melalui kaca depan yang pecah sebagian, ia melihat asap mengepul dari kap mesin mobilnya. Tangan Fiona meraba ponselnya di kursi penumpang, lalu mengarahkan kamera ke bagian depan mobil yang ringsek.Dengan jari yang gemetar, dia memotret mobilnya dan tersenyum miris. Fiona membuka pesan di ponselnya dan menemukan kontak William. Meski tahu nomor itu sudah lama tidak aktif, namun tetap mengirimkan foto tersebut. Setelah mengirim pesan itu, Fiona merasa tubuhnya semakin lemah. Pandangannya semakin buram, dan rasa sakit di kepalanya semakin tak tertahankan. Akhirnya, dirinya tenggelam dalam kegelapan.Di rumah sakit, Fiona terbaring lemah dengan perban melilit kepalanya. Wajahnya pucat, tetapi napasnya stabil. Max, yang duduk di kursi tunggu di luar kamar, menatap lantai dengan ekspresi cemas.Satu jam yang lalu, ia menerima telepon dari anak buahnya tentang kecelakaan Fio

    Last Updated : 2024-12-16
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 44 Duduk Diatas Pangkuannya

    Saat pagi hari, Fiona terbangun dengan perasaan aneh. Tangan kanannya secara refleks meraba kasur di sebelahnya, yang terasa dingin dan kosong. Mata Fiona perlahan terbuka, mencari sosok William yang semalam menemaninya. Namun, kamar itu tampak sepi. Fiona segera bangun dari tidurnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba memahami apa yang terjadi.“Apa tadi malam aku hanya mimpi?” gumamnya pelan.Namun, pintu kamar tiba-tiba terbuka. William masuk dengan kursi roda, membawa mangkuk berisi bubur di tangannya. Matanya menatap Fiona sekilas, sebelum menghentikan kursi rodanya di samping ranjang.Wajah Fiona langsung memerah. Ternyata semalam bukanlah mimpi. William benar-benar ada di hadapannya.“Kau sudah bangun,” ujar William singkat. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja dekat ranjang, lalu menatap Fiona dengan ekspresi datar—seolah di antara mereka tidak terjadi apapun tadi malam.Fiona mengerutkan dahi, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak ingin makan ... kecuali kau menyuapiku,” katanya

    Last Updated : 2024-12-17
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 45 Tidak Sengaja Mencium Bibirnya

    Setelah puas memakan buah anggur dari pohonnya, Fiona kembali ke kamarnya.William kembali tenggelam dalam pekerjaannya, sibuk dengan berkas-berkas yang tertata di atas meja. Sementara itu, Fiona duduk di atas ranjang, sesekali melirik ke arah William. Begitu pula William, meski hanya sekilas. Tak ada percakapan di antara mereka.Fiona mulai merasa jenuh. Seharian berada di dalam kamar membuatnya resah. Tiba-tiba, suara notifikasi pesan dari ponsel yang ada di atas nakas menarik perhatiannya. Fiona segera mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.William, yang sedang fokus pada pekerjaannya, sempat melirik ke arah Fiona sebelum kembali menatap berkas di depannya.Fiona membuka layar ponsel dan menemukan pesan dari Alvaro yang mengajaknya bertemu nanti malam. Namun, bukannya membalas pesan itu, Fiona memilih mengabaikannya. Ia justru membuka kontak Max dan mengirim pesan singkat: "Belikan aku mainan ular tangga. Aku butuh sekarang juga."Beberapa jam kemudian, suara ketukan terde

    Last Updated : 2024-12-18
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 46 Kau Tetap Istriku

    Mata Fiona membulat. Di saat ia ingin menarik wajahnya kembali, William menahan tengkuknya dengan lembut, lalu membalas ciuman itu. Detak jantung keduanya kini benar-benar tak beraturan.Setelah beberapa saat, Fiona langsung menarik diri seketika. Wajahnya kini bagai tomat matang.“Kau menyebalkan, William!” serunya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. William tertawa, suara tawanya yang jarang terdengar. “Aku hanya memastikan kau menaati aturan.”Fiona mendengus kesal, tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan semenjak kepulangan William membuat perasaannya bergejolak. Sikap dinginnya masih sama, tetapi di balik itu, Fiona merasa ada kelembutan yang jarang ia lihat.Dengan wajah merah dan napas yang masih belum stabil, Fiona menatap papan permainan itu dengan tatapan tajam. “William, aku tidak ingin bermain ini lagi. Aku akan tidur,” ucap Fiona, mencoba mencari alasan.William mengangguk setuju. “Ya, sebaiknya kau tidur.”Fiona

    Last Updated : 2024-12-19
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 47 Memaksanya

    Alvaro sempat terkejut dengan tindakan Fiona yang tiba-tiba. “Fiona, ada apa?” tanya Alvaro, bingung.Fiona melepaskan tangannya. Ia menatap mata Alvaro dengan sedikit mendongak. “Aku ingin mengakhiri hubungan pura-pura kita,” ucapnya pelan. Lagi pula rumor tentangnya sudah tenggelam, jadi tidak ada salahnya jika ia mengakhiri hubungannya secara tiba-tiba.Alvaro tampak terkejut. “Kenapa mendadak? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”Fiona menggeleng. “Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, Alvaro. Aku hanya merasa hubungan ini sudah cukup. Aku tidak bisa terus berpura-pura seperti ini. Terima kasih untuk segalanya, tapi aku ingin kita berhenti di sini saja.” Fiona berbalik hendak pergi, tetapi suara Alvaro menghentikan langkahnya. “Aku tidak mau mengakhiri hubungan ini, Fiona.”Fiona menoleh, bingung. “Apa maksudmu?”Alvaro menarik napas dalam-dalam. “Aku tidak ingin hubungan ini berakhir sebagai pura-pura. Aku ingin hubungan kita menjadi serius. Aku benar-benar menyukaimu, Fiona.

    Last Updated : 2024-12-20
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 48 Hukuman Untukmu

    William menekan sebuah tombol interkom yang terhubung dengan bawahan kantornya. “Ambilkan satu set pakaian kantor untuk istriku,” perintah William dengan nada tenang.Perkataan itu membuat Fiona sedikit tersenyum geli. Namun, ia segera kembali berkata, “William, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa menyuruhku datang ke sini?”“Kemari,” ucap William, menyuruh Fiona mendekat, mengabaikan perkataan Fiona. Tanpa ragu, Fiona berjalan mendekatinya. Namun, begitu sampai di hadapan William, ia mengaduh kesakitan.“William! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mencubit perutku?” serunya sambil memegang bagian perutnya yang sebagian terbuka.“Itu hukuman untukmu,” jawab William santai.“Hukuman? Untuk apa?” Fiona menatapnya bingung. “Aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Lagipula, apa salahnya?”“Mulai sekarang, kau tidak boleh berpakaian yang memperlihatkan perutmu,” ucap William dengan nada tegas.Fiona mengernyit. “Astaga, sejak kapan kau menjadi posesif seperti ini?”William terdi

    Last Updated : 2024-12-21
  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 49 Apakah Kita Berjodoh

    Keesokan harinya, Alvaro kembali mencoba mendekati Fiona. Ia menunggunya di parkiran, berharap bisa berbicara dengannya. Namun, Fiona memilih tempat parkiran yang sedikit jauh dari Alvaro dan dengan tergesa-gesa dia berlari menjauh, tidak ingin berbicara dengan Alvaro. Alvaro sama sekali belum menyerah, meski kemarin dia sudah dibuat kecewa oleh gadis itu.“Aku tidak akan menyerah, sampai berhasil mendapatkannya,” gumam Alvaro pada dirinya sendiri.Saat jam pelajaran terakhir, Fiona sedang berjalan sendirian menuju ruang peralatan olahraga, Alvaro berhasil mengejarnya.“Fiona, tolong dengarkan aku,” ucap Alvaro, berdiri di hadapannya.Fiona berhenti, menatapnya dengan ekspresi. “Aku sudah bilang, aku tidak ingin bicara denganmu,” lanjut berkata. “Sekarang minggir.”“Aku tidak akan pergi sampai kau memaafkanku,” kata Alvaro. “Aku tahu aku salah, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa membiarkan semuanya berakhir seperti ini.”Fiona terdiam sejenak. “Aku butuh waktu, Alvaro,” kata Fiona

    Last Updated : 2024-12-28

Latest chapter

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 50 Duduk Di Atas Ranjang

    Setelah beberapa saat berdansa dengan Alvaro, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Fiona melepaskan tangannya dari genggaman Alvaro dan berjalan menjauh. Alvaro tampak bingung dan mencoba memanggilnya, tetapi Fiona tidak peduli. Ia terus melangkah meninggalkan keramaian dan menuju pintu keluar.Begitu sampai di rumah, Fiona langsung masuk ke kamarnya, membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur yang nyaman, Fiona merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Namun, belum sempat ia memejamkan mata, suara pintu yang terbuka menarik perhatiannya. Fiona menoleh dan mendapati William masuk ke dalam kamar. Pria itu tampak lelah, tetapi ekspresinya tetap datar seperti biasa.“Kau baru pulang?” tanya Fiona sambil duduk di atas ranjang.William hanya mengangguk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Keesokan paginya, Fiona bangun dengan tubuh yang masih terasa lelah. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan, lalu berjalan keluar kamar untuk mengambil air minum. Air di kamarnya tela

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 49 Apakah Kita Berjodoh

    Keesokan harinya, Alvaro kembali mencoba mendekati Fiona. Ia menunggunya di parkiran, berharap bisa berbicara dengannya. Namun, Fiona memilih tempat parkiran yang sedikit jauh dari Alvaro dan dengan tergesa-gesa dia berlari menjauh, tidak ingin berbicara dengan Alvaro. Alvaro sama sekali belum menyerah, meski kemarin dia sudah dibuat kecewa oleh gadis itu.“Aku tidak akan menyerah, sampai berhasil mendapatkannya,” gumam Alvaro pada dirinya sendiri.Saat jam pelajaran terakhir, Fiona sedang berjalan sendirian menuju ruang peralatan olahraga, Alvaro berhasil mengejarnya.“Fiona, tolong dengarkan aku,” ucap Alvaro, berdiri di hadapannya.Fiona berhenti, menatapnya dengan ekspresi. “Aku sudah bilang, aku tidak ingin bicara denganmu,” lanjut berkata. “Sekarang minggir.”“Aku tidak akan pergi sampai kau memaafkanku,” kata Alvaro. “Aku tahu aku salah, dan aku menyesal. Tapi aku tidak bisa membiarkan semuanya berakhir seperti ini.”Fiona terdiam sejenak. “Aku butuh waktu, Alvaro,” kata Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 48 Hukuman Untukmu

    William menekan sebuah tombol interkom yang terhubung dengan bawahan kantornya. “Ambilkan satu set pakaian kantor untuk istriku,” perintah William dengan nada tenang.Perkataan itu membuat Fiona sedikit tersenyum geli. Namun, ia segera kembali berkata, “William, kau belum menjawab pertanyaanku. Kenapa menyuruhku datang ke sini?”“Kemari,” ucap William, menyuruh Fiona mendekat, mengabaikan perkataan Fiona. Tanpa ragu, Fiona berjalan mendekatinya. Namun, begitu sampai di hadapan William, ia mengaduh kesakitan.“William! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau mencubit perutku?” serunya sambil memegang bagian perutnya yang sebagian terbuka.“Itu hukuman untukmu,” jawab William santai.“Hukuman? Untuk apa?” Fiona menatapnya bingung. “Aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Lagipula, apa salahnya?”“Mulai sekarang, kau tidak boleh berpakaian yang memperlihatkan perutmu,” ucap William dengan nada tegas.Fiona mengernyit. “Astaga, sejak kapan kau menjadi posesif seperti ini?”William terdi

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 47 Memaksanya

    Alvaro sempat terkejut dengan tindakan Fiona yang tiba-tiba. “Fiona, ada apa?” tanya Alvaro, bingung.Fiona melepaskan tangannya. Ia menatap mata Alvaro dengan sedikit mendongak. “Aku ingin mengakhiri hubungan pura-pura kita,” ucapnya pelan. Lagi pula rumor tentangnya sudah tenggelam, jadi tidak ada salahnya jika ia mengakhiri hubungannya secara tiba-tiba.Alvaro tampak terkejut. “Kenapa mendadak? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?”Fiona menggeleng. “Kau tidak melakukan kesalahan apa pun, Alvaro. Aku hanya merasa hubungan ini sudah cukup. Aku tidak bisa terus berpura-pura seperti ini. Terima kasih untuk segalanya, tapi aku ingin kita berhenti di sini saja.” Fiona berbalik hendak pergi, tetapi suara Alvaro menghentikan langkahnya. “Aku tidak mau mengakhiri hubungan ini, Fiona.”Fiona menoleh, bingung. “Apa maksudmu?”Alvaro menarik napas dalam-dalam. “Aku tidak ingin hubungan ini berakhir sebagai pura-pura. Aku ingin hubungan kita menjadi serius. Aku benar-benar menyukaimu, Fiona.

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 46 Kau Tetap Istriku

    Mata Fiona membulat. Di saat ia ingin menarik wajahnya kembali, William menahan tengkuknya dengan lembut, lalu membalas ciuman itu. Detak jantung keduanya kini benar-benar tak beraturan.Setelah beberapa saat, Fiona langsung menarik diri seketika. Wajahnya kini bagai tomat matang.“Kau menyebalkan, William!” serunya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan. William tertawa, suara tawanya yang jarang terdengar. “Aku hanya memastikan kau menaati aturan.”Fiona mendengus kesal, tetapi hatinya tidak bisa berbohong. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa dijelaskan semenjak kepulangan William membuat perasaannya bergejolak. Sikap dinginnya masih sama, tetapi di balik itu, Fiona merasa ada kelembutan yang jarang ia lihat.Dengan wajah merah dan napas yang masih belum stabil, Fiona menatap papan permainan itu dengan tatapan tajam. “William, aku tidak ingin bermain ini lagi. Aku akan tidur,” ucap Fiona, mencoba mencari alasan.William mengangguk setuju. “Ya, sebaiknya kau tidur.”Fiona

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 45 Tidak Sengaja Mencium Bibirnya

    Setelah puas memakan buah anggur dari pohonnya, Fiona kembali ke kamarnya.William kembali tenggelam dalam pekerjaannya, sibuk dengan berkas-berkas yang tertata di atas meja. Sementara itu, Fiona duduk di atas ranjang, sesekali melirik ke arah William. Begitu pula William, meski hanya sekilas. Tak ada percakapan di antara mereka.Fiona mulai merasa jenuh. Seharian berada di dalam kamar membuatnya resah. Tiba-tiba, suara notifikasi pesan dari ponsel yang ada di atas nakas menarik perhatiannya. Fiona segera mengambil ponselnya dan membuka pesan tersebut.William, yang sedang fokus pada pekerjaannya, sempat melirik ke arah Fiona sebelum kembali menatap berkas di depannya.Fiona membuka layar ponsel dan menemukan pesan dari Alvaro yang mengajaknya bertemu nanti malam. Namun, bukannya membalas pesan itu, Fiona memilih mengabaikannya. Ia justru membuka kontak Max dan mengirim pesan singkat: "Belikan aku mainan ular tangga. Aku butuh sekarang juga."Beberapa jam kemudian, suara ketukan terde

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 44 Duduk Diatas Pangkuannya

    Saat pagi hari, Fiona terbangun dengan perasaan aneh. Tangan kanannya secara refleks meraba kasur di sebelahnya, yang terasa dingin dan kosong. Mata Fiona perlahan terbuka, mencari sosok William yang semalam menemaninya. Namun, kamar itu tampak sepi. Fiona segera bangun dari tidurnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba memahami apa yang terjadi.“Apa tadi malam aku hanya mimpi?” gumamnya pelan.Namun, pintu kamar tiba-tiba terbuka. William masuk dengan kursi roda, membawa mangkuk berisi bubur di tangannya. Matanya menatap Fiona sekilas, sebelum menghentikan kursi rodanya di samping ranjang.Wajah Fiona langsung memerah. Ternyata semalam bukanlah mimpi. William benar-benar ada di hadapannya.“Kau sudah bangun,” ujar William singkat. Ia meletakkan mangkuk bubur di meja dekat ranjang, lalu menatap Fiona dengan ekspresi datar—seolah di antara mereka tidak terjadi apapun tadi malam.Fiona mengerutkan dahi, lalu menggeleng pelan. “Aku tidak ingin makan ... kecuali kau menyuapiku,” katanya

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 43 Sebuah Ciuman Lembut

    Fiona masih duduk di kursinya, terengah-engah. Rasa nyeri di kepalanya membuatnya pusing, tetapi ia tetap sadar. Melalui kaca depan yang pecah sebagian, ia melihat asap mengepul dari kap mesin mobilnya. Tangan Fiona meraba ponselnya di kursi penumpang, lalu mengarahkan kamera ke bagian depan mobil yang ringsek.Dengan jari yang gemetar, dia memotret mobilnya dan tersenyum miris. Fiona membuka pesan di ponselnya dan menemukan kontak William. Meski tahu nomor itu sudah lama tidak aktif, namun tetap mengirimkan foto tersebut. Setelah mengirim pesan itu, Fiona merasa tubuhnya semakin lemah. Pandangannya semakin buram, dan rasa sakit di kepalanya semakin tak tertahankan. Akhirnya, dirinya tenggelam dalam kegelapan.Di rumah sakit, Fiona terbaring lemah dengan perban melilit kepalanya. Wajahnya pucat, tetapi napasnya stabil. Max, yang duduk di kursi tunggu di luar kamar, menatap lantai dengan ekspresi cemas.Satu jam yang lalu, ia menerima telepon dari anak buahnya tentang kecelakaan Fio

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 42 Rasa Rindu

    Sudah beberapa minggu berlalu, dan bayangan William terus menghantui pikiran Fiona. Dia merasa frustrasi karena tidak tahu keberadaan pria itu. Fiona telah mencoba menghubungi Max, bahkan datang langsung ke kantor William. Namun, setiap kali dia melangkah masuk ke ruangan kantornya, ruangan itu selalu tampak rapi, tidak ada siapa pun di sana. Hari ini, rasa penasaran Fiona sudah mencapai puncaknya. Dia ingin tahu di mana William berada. Dia memutuskan untuk menemui Max lagi, berharap kali ini akan mendapatkan jawaban.Ketika dia tiba di kantor William, Fiona langsung memasuki ruang kerjanya. Max tiba-tiba muncul di belakangnya, memandang Fiona dengan ekspresi bingung. "Nona Fiona, ada perlu apa Anda mencari saya?" tanyanya sopan.Fiona yang sedang duduk di sofa berwarna abu-abu segera berdiri. Tanpa basa-basi dia berkata, "Di mana William? Aku sudah lama tidak melihatnya. Bahkan dia juga tidak meminta maaf padaku. Apa dia sengaja menghindariku karena tidak ingin meminta maaf?" Suara

DMCA.com Protection Status