Dengan mengendarai motor, aku di bonceng Rama. Aku tak bisa menolak keinginannya. Entahlah, niat hati ingin menjauhinya, tapi justru semakin dekat.
“Dewi, mau nggak nemuin anakku, Mila?” pinta Rama tadi. Kulipatkan keningku, mencoba memahami.
“Aku nemui Mila?” tanyaku mengulang kata itu.
“Iya, mau kan?” jawabnya seraya bertanya lagi.
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Tadi aku di telpon Bi Yuli ART ku, Mila rewel aja,” sahutnya.
“Ibunya kemana?” tanyaku balik. Sungguh membuatku penasaran.
“Mila tak akrab dengan ibunya,” jawabnya. Membuatku semakin bingung.
“Kok bisa?” tanyaku lagi.
“Dia ingin ketemu kamu,” jawabnya asal. Membuatku semakin bingung. Kok bisa?
“Aku nggak n
“Bi Yuli, tolong bawa Rizka ke kamarnya!” perintah Rama sedikit berteriak.“Baik, Mas.” Sahut Bi Yuli. Tak berselang lama Bi Yuli menggandeng wanita kusut itu. Hati berdebar melihat sorot matanya yang kosong. Wajahnya cantiknya terlihat sangat berduka. Dia nurut saja digandeng Bi Yuli, menuju kamarnya.“Ram ...”“Iya?”“Itu Mamanya Mila? Wajahnya mirip Mila.” Tanyaku penasaran. Rama menghela nafas. Menggaruk kepalanya cengar cengir.“Nanti, ya, aku jelasin. Jangan di sini.” Jawabnya, melirikku.“Kenapa? Kamu takut anak istrimu denger?” cercaku. Karena memang merasa aneh. Kenapa harus ngajak keluar? Kenapa tak mau menceritakan di rumahnya saja?“Nanti aku jelasin, ya, sabar!”
POV AnggaKedatangan Pak Handoko membuatku semakin bingung dengan tingkah ibu. Ibu nampak sangat membencinya. Sampai segitunya ibu kalap. Melempar apapun yang ada di sekitarnya. Ada cerita apa mereka di masa lalu?Tapi ada baiknya juga dengan hadirnya Pak Handoko. Beliau memberiku pekerjaan. Tentu di luar sepengetahuan ibu. Tapi beliau juga belum menjelaskan apapun padaku. Aku harus mencari tahu. Siapa sebenarnya Pak Handoko?“Oe, Mak Angga!!!” teriakan suara membuyarkan lamunanku. Kayaknya suara Mak Wesi. Apa dia mau menanyakan hutangnya lagi. Sudah tujuh hari kah? Cepat sekali. Aku beranjak, melangkah menghampiri pintu dengan hati yang tak menentu.“Eh, Mak Wesi. Masuk, Mak!” aku mempersilahkan basa basi.“Nggak perlu!” jawabnya singkat. Membuatku mengatur irama detak jantung yang kian tak berirama.“Ini mau b
POV AnggaUcapan Pak Handoko kemarin sangat mengganggu fikiranku. Aku harus bicara sama ibu. untuk mengetahui semua kebenarannya. Kuberanjak dari kasurku, melangkah menemui ibu. Ternyata ibu ada di ruang tamu.“Bu.” Sapaku.“Iya.” Jawabnya tanpa memandangku.“Boleh tanya sesuatu?” ucapku pelan. Kemudian Ibu memandangku.“Soal Handoko?” tebak ibu, membuatku gelagapan. Aku hanya bisa menjawab dengan anggukkan.“Ibu sebenarnya kecewa sama kamu, Ga. Kenapa kamu mau mendengarkan penjelasannya!” ucap ibu lagi. membuatku merasa bersalah. Karena semenjak ketemu Pak Handoko ibu selalu bilang, jangan percaya apapun yang akan dia sampaikan. Tapi nyatanya hati kecilku mempercayai ucapannya.“Maaf, Bu. Tapi Angga penasaran,” jawabku memandang ibu. wajah ibu nampak kusut setelah be
Benalu part 30Hari ini hidupku terasa kacau, belum sempat hilang rasa penasaranku tentang sosok Rizka, kini di tambah dengan kehadiran Mas Angga. Mas Angga datang dengan tujuan ingin rujuk. Hati ingin memaafkan tapi kuurungkan dengan hadirnya ibu yang kayak jailangkung. Semakin naik darah tinggiku dengan ibu membahas harta goni gini. Nggak tahu malu? Apa memang nggak punya malu?“Benar yang di katakan Angga, Intan! Kamu tak bisa menghukumnya dengan ke egoisanmu,” tiba-tiba terdengar suara Pak Handoko, yang berada tepat di belakang Ibu. Semua mata mengarah padanya.“Maafkan saya Heru, datang ke sini tiba-tiba. Niatnya mau ke rumah kontrakannya Intan, tapi melihat gelagat mencurigakan, akhirnya saya memutuskan mengikutinya,” ucap Pak Handoko lagi.“Owh, ya, masuk dulu!” Om Heru tampak salah tingkah.“Nggak perlu!!! saya nggak a
“Apa? Ucapkan sekali lagi?” tanya Mas Angga serasa tak percaya dengan ucapanku. Kuatur nafasku yang memburu. Aku takut melihat wajah Mas Angga.“Dewi!!! ucapkan sekali lagi!!!” bentak Mas Angga, membuatku tersentak. Hatiku bergemuruh, air mata terus menerus mengalir tak bisa di hentikan. Kuusap wajahku dengan punggung tangan kiriku. Karena tangan kananku, dipegang erat oleh Mas Angga. Bibir terasa kelu untuk menjawab. Bibir terasa bergetar, aku benar-benar takut dengan Mas Angga. Suara riuh orang-orang sekitar membuatku semakin down.“DEWI!!!” teriaknya lagi.“I – i – yaa – ki – kita – ruuu – juuk,” gelagapku penuh ketakutan.“Dewi!!! susuk apa yang kamu pakai sehingga anak saya tergila-gila sama kamu?” teriak ibu menyudutkanku. Seakan ibu tak terima anaknya terlihat mengemis cinta denganku. Tak ku h
Hari ini sidang pertamaku. Di temani Om Heru, Tante Tika dan juga Rama sebagai kuasa hukum. Hatiku merasa berdegub tak menentu, ketika menginjakan kaki di pengadilan agama.“Karena ini sidang pertama, Angga harus dateng,” ucap Om Heru. Di balas anggukkan oleh Rama.“Angga sudah dikabari?” tanya Tante Tika.“Sudah, Papa sudah nelpon dia,” jawab Om Heru.“Yang penting Bu Intan nggak buat gaduh saja, syukur-syukur dia nggak dateng,” ucap Tante Tika. Aku hanya bisa menyimak ucapan mereka. Nggak tau harus bagaimana. Yang jelas aku lagi berperang dengan hatiku.Tak berselang lama, aku melihat sosok Mas Angga dan Ibu. Wajahnya sayu, di sekeliling matanya menghitam seakan kurang tidur. Ketika mata kami bertemu, mata itu tetap sama, masih jelas terpancar cinta untukku. Tapi hatiku? Entahlah, kejadian kemarin membuatku
“Angga, kamu itu apa-apaan? Bikin malu aja ngemis cinta kayak gitu?” bentak Ibu kepada Mas Angga. Mas angga masih memelukku. Seketika aku terdiam karena bingung. Mataku masih memandang ke arah Rama yang sudah ada di motornya dan berlalu pergi.“Angaa!!!” bentak ibu lagi menarik lengan anaknya membuat pelukan itu terlepas. Mas Angga menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya. Aarrrghhh...“Ibu!!! bisa nggak ibu itu nggak usah ikut campur urusan rumah tanggaku? Aku bisa gila tanpa Dewi! ibu mau aku gila? Hah???” bentak Mas Angga. Ibunya nampak terkejut. Bukan hanya ibu tapi kami semua di sini terkejut melihat tingkah Mas Angga kepada ibunya. Tak seperti biasanya. Dia terlihat benar-benar marah.“Kamu sudah kelewatan Angga. Berani-beraninya kamu bentak ibumu?” sungut Ibu.“Ibu yang sudah kelewatan!!!” bentak Mas Angga lagi. Badanku ter
“Heran dengan gaya ngeyelnya Bu Intan!” ucap Tante Tika memulai pembicaraan. Kami ada di dalam mobil sekarang. Aku duduk di belakang. Tante Tika di depan dekat sopir. Om Heru yang mengemudi.“Iya, sama. Papa juga heran!” jawab Om Heru.“Maunya menang sendiri. Terpojokpun, seakan ingin terlihat tak terpojok.” Ucap Tante Tika.“Kamu gimana, Wi? Kasihan nggak, lihat mantan mertuamu itu masuk penjara?” tanya Tante Tika, seakan ingin mengetahui reaksiku. Karena dari tadi aku memang diam. Kutarik nafasku kuat dan melepaskannya pelan. Terasa sesak dadaku.“Dewi, sebenarnya kasihan juga dengan Ibu. Kasihan juga dengan Mas Angga. Tapi Ibu juga sudah kelewatan. Dewi pasrah aja sama Om dan Tante,” jawabku. otakku lagi tak bisa berfikir jernih. Memikirkan senyum getir Rama, saat melihatku di peluk Mas Angga tadi, juga membuat konsentrasiku terpecah. Uca
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa