“Angga, kamu itu apa-apaan? Bikin malu aja ngemis cinta kayak gitu?” bentak Ibu kepada Mas Angga. Mas angga masih memelukku. Seketika aku terdiam karena bingung. Mataku masih memandang ke arah Rama yang sudah ada di motornya dan berlalu pergi.
“Angaa!!!” bentak ibu lagi menarik lengan anaknya membuat pelukan itu terlepas. Mas Angga menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya. Aarrrghhh...
“Ibu!!! bisa nggak ibu itu nggak usah ikut campur urusan rumah tanggaku? Aku bisa gila tanpa Dewi! ibu mau aku gila? Hah???” bentak Mas Angga. Ibunya nampak terkejut. Bukan hanya ibu tapi kami semua di sini terkejut melihat tingkah Mas Angga kepada ibunya. Tak seperti biasanya. Dia terlihat benar-benar marah.
“Kamu sudah kelewatan Angga. Berani-beraninya kamu bentak ibumu?” sungut Ibu.
“Ibu yang sudah kelewatan!!!” bentak Mas Angga lagi. Badanku ter
“Heran dengan gaya ngeyelnya Bu Intan!” ucap Tante Tika memulai pembicaraan. Kami ada di dalam mobil sekarang. Aku duduk di belakang. Tante Tika di depan dekat sopir. Om Heru yang mengemudi.“Iya, sama. Papa juga heran!” jawab Om Heru.“Maunya menang sendiri. Terpojokpun, seakan ingin terlihat tak terpojok.” Ucap Tante Tika.“Kamu gimana, Wi? Kasihan nggak, lihat mantan mertuamu itu masuk penjara?” tanya Tante Tika, seakan ingin mengetahui reaksiku. Karena dari tadi aku memang diam. Kutarik nafasku kuat dan melepaskannya pelan. Terasa sesak dadaku.“Dewi, sebenarnya kasihan juga dengan Ibu. Kasihan juga dengan Mas Angga. Tapi Ibu juga sudah kelewatan. Dewi pasrah aja sama Om dan Tante,” jawabku. otakku lagi tak bisa berfikir jernih. Memikirkan senyum getir Rama, saat melihatku di peluk Mas Angga tadi, juga membuat konsentrasiku terpecah. Uca
POV IbuHari ini rasanya darah tinggi kumat, pusing kepalaku mendengar ocehan Bu Tika. Seandainya nggak ada dia, aku akan semakin leluasa manfaatin Dewi. Semenjak ada dia, semua rencanaku berantakan. Dewi juga, ngapain ngajak mereka tinggal serumah? Bikin aku nggak bisa leluasa bergerak.Mereka mau ngelaporin aku ke polisi? Aku yakin mereka cuma menggertak saja. Dewi juga nggak bekal tega ngelaporin aku. Dia pasti akan menyesal telah menggugat anakku Angga, yang gantengnya kayak waktu mudanya Anjas Mara.Semuanya menyebalkan. Tak ada yang bisa mengerti aku. Angga juga sudah tak seide lagi denganku. Entahlah, semua orang serasa membantah dan ingin menggagalkan semua rencana cantik yang sudah aku susun.“Intan, aku tak bisa menikahimu, aku belum siap untuk menikah? Aku masih terlalu muda untuk menikah. Aku harap kamu bisa mengerti, lagian kamu juga tidak ha
“Wi, sarapan dulu!” Teriak Tante Tika dari lantai satu. Tak aku hiraukan. Aku merasa sangat pusing dan badanku terasa sangat dingin. Sudah menggunakan jaket dan selimut, aku masih merasa sangat kedinginan. Menggigil.“Dewi, sayang!!! Sarapan dulu!!!” teriak Tante Tika lagi. Rasanya ingin menjawab, tapi berat. Biarlah kalau Tante Tika penasaran, pasti akan naik ke kamarku. Cobaan akhir-akhir ini, sangat menguras konsentrasiku. Ingin cuek tapi tak bisa. Tetap kefikiran.Kreekkkk. Terdengar suara pintu kamarku terbuka. Langkah kaki juga terdengar mendekat. Aku masih bersembunyi di dalam selimut, untuk menghangatkan tubuhku.“Wi, sarapan dulu sayang!!!” ucap Tante Tika pelan membuka selimutku. Mataku masih terpejam. Tak sanggup membukanya, karena semuanya terasa berputar. Semakin membuat mual.“Astaga!!! Pucat sekali kamu, Wi!!!” ucap Tante Tika terkejut ke
POV AnggaRasanya capek setiap hari berantem dengan ibu. Aku nggak tahu lagi, bagaimana bisa membujuk Ibu agar mau meminta maaf dengan Dewi dan keluarganya. Ibu memang sudah keterlaluan. Siapa yang akan terima jika di tuduh menggunakan susuk dan guna-guna. Wajar jika Dewi akan melaporkan ibu ke penjara. Aku harus bagaimana? Sebagai anak, aku juga nggak rela kalau melihat ibunya akan mendekam dibalik jeruji besi. Tapi ibu susah di bilangin. Apalagi dengan kondisiku sekarang, aku tak bisa berkutik.Tok tok tokTelingaku mendengar suara ketukan pintu. Aku beranjak dan melangkah menuju asal suara. Ketika pintu terbuka, mataku terbelalak melihat dua orang menggunakan seragam polisi.“Maaf mengganggu, benar ini kediaman Ibu Ratu Intan Mulia?” tanya salah satu Polisi itu. Seketika jantungku terasa berhenti berdetak. Ternyata, Om Heru tak main-main dengan ucapannya.
“Gimana kabarmu, Wi?” tanya Rama yang sudah berada di kamarku bersama Mila, Tante Tika dan Om Heru.“Sudah mendingan, tinggal lemesnya aja!” jawabku duduk di tepian ranjang dengan punggung menyandar. Kulihat Mila sedang di gendong Tante Tika. Dia tersenyum manis padaku. Ku membalas senyuman itu, terasa tenang hatiku melihat senyuman Mila.“Maaf, ya, kalau tiba-tiba ke sini, karena Mila rewel pengen ketemu Tante Dewi katanya, nomor kamu nggak aktiv,” ucap Rama. Aku melipat kening, menyadari kalau gawaiku tak pernah aku cas selama sakit ini.“Owh, iya ya? Nggak mikirin Hp, Ram. Jadi nggak aku cas Hpnya,” jawabku.“Namanya juga sakit, pasti nggak kefikiran Hp,” jawab Rama dengan senyum manisnya.“Iya, Ram. Tensi darahku rendah. Jadi kemarin itu lihat apa-apa muter semua, akhirnya berujung pusing dan mual,”
POV IbuHatiku berdegub tak menentu, melihat dua orang berseragam polisi itu. Aku tak mau mati di dalam penjara. Kurang ajar Pak Heru. Ternyata dia, tak main-main dengan ucapannya. Tunggu pembalasanku! Yang terpenting sekarang, aku harus menyelamatkan diri dulu.Dengan langkah bergetar aku melalui jalan tikus yang jarang di lalui orang. Sepi, tapi tak ada pilihan. Nafasku tersengal-sengal. Capek, haus dan lapar. Matahari sudah berada di atas kepala, sebentar lagi akan lengser. Aku belum makan sama sekali. Perut terasa perih dan tidak membawa uang. Sedangkan belanja tadi aja, aku hutang sama Mang Udin. Mana belanjaannya jatuh lagi. Arrgghh, sial banget nasibku.Aku berjalan sudah cukup jauh. Kaki terasa lemas. Aku memilih duduk dibawah pohon rindang. Karena matahari lagi sangat menyengat.Aku mengedarkan pandang, berharap menemukan makanan atau minuman untuk mengaliri tenggorakanku yang ke
Kesehatanku sudah semakin membaik. Tapi, masih rutin mengkonsumsi obat dari dokter kemarin. Dua nama yang mengganggu fikiranku sekarang. Rama dan Ibu. Nggak tahu kenapa aku kepikiran Ibu. Mas Angga kemarin mengabarkan kalau Ibu kabur, karena takut melihat polisi yang mengantarkan surat panggilan. Ibu kabur kemana? Dia tak punya banyak kenalan di sini. Apa ibu pulang kampung?Rama. Kalau dia ingin melamar dan menikahi Rizka, kenapa dia selama ini memberi harapan palsu padaku? Bahkan sampai menggunakan fotoku di walpaper gawainya. Dia juga sering mengirimkan emotikon love padaku. Ah, entahlah. Yang jelas, aura kecantikan Rizka memang menggoda walau dia lagi depresi. Kalau dia tak depresi, pasti lebih sangat cantik sekali.Hari ini Om Heru dan Rama sedang mendatangi rumah ibunya Rizka. Mengabarkan kondisi Rizka dan membawanya ke sini. Kalau sudah ketemu Ibunya Rizka, berarti tak lama lagi Rama akan melamar Rizka. Sakit sekali membayangkannya.
Hari ini sidang keduaku. Di temani Tante Tika, Om Heru dan juga Rama tentunya. tapi aku tak melihat kedatangan Mas Angga. Pak Handoko sebagai kuasa hukumnya juga tak terlihat.“Angga kemana, ya? Bentar lagi acara di mulai?” tanya Tante Tika seraya melongok ke arah pintu masuk.“Tunggu aja dulu, Ma! Mungkin masih di jalan,” jawab Om Heru. Tante Tika mengangguk mendengar jawaban suaminya. Untuk sidang kedua ini hatiku sudah tak segugup sidang pertama.“Ah, semoga Angga nggak datang, jadi mudah biar nggak ribet-ribet, biar bisa langsung ketok palu,” celetuk Tante Tika.“Wi? Kamu yakin betul ingin cerai dari Angga? tak berubah fikiran?” tanya Om Heru untuk menyakinkan.“Yakin Om,” jawabku seraya mengatur nafas.“Nggak ingin memberikan kesempatan kedua buat Angga?” tanya Om H
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa