Hari ini sidang keduaku. Di temani Tante Tika, Om Heru dan juga Rama tentunya. tapi aku tak melihat kedatangan Mas Angga. Pak Handoko sebagai kuasa hukumnya juga tak terlihat.
“Angga kemana, ya? Bentar lagi acara di mulai?” tanya Tante Tika seraya melongok ke arah pintu masuk.
“Tunggu aja dulu, Ma! Mungkin masih di jalan,” jawab Om Heru. Tante Tika mengangguk mendengar jawaban suaminya. Untuk sidang kedua ini hatiku sudah tak segugup sidang pertama.
“Ah, semoga Angga nggak datang, jadi mudah biar nggak ribet-ribet, biar bisa langsung ketok palu,” celetuk Tante Tika.
“Wi? Kamu yakin betul ingin cerai dari Angga? tak berubah fikiran?” tanya Om Heru untuk menyakinkan.
“Yakin Om,” jawabku seraya mengatur nafas.
“Nggak ingin memberikan kesempatan kedua buat Angga?” tanya Om H
POV AnggaSempat melemas persendianku melihat sendal swallow biru milik ibu. Dengan sekuat tenaga aku memberanikan diri membuka tutup kepala jenazah itu. Ketika tutup daun pisang itu di buka, seketika aku menangis. Menangis senang karena ternyata bukan Ibu.Aku berusaha keluar dari kerumunan itu. Balik menuju mobil Pak Handoko. Mataku juga tak berkedip, mengedarkan pandang di setiap penjuru. Berharap menemukan sosok ibu. Walau bagaimanapun dia tetap ibuku. Yang telah melahirkan aku.Apalagi ibu memang tak mempunyai banyak kenalan di sini. Dan aku yakin ibu juga tak membawa uang. Jadi, menurutku ibu pergi belum jauh dari sini. Perutku berbunyi, baru menyadari kalau dari pagi belum terisi nasi. Begitu juga dengan ibu. Bagaimana kondisinya?Setelah kaki mendekati mobil Pak Handoko, tak kudapati Pak Handoko. Entah kemana beliau pergi. Panas terik matahari membuatku semakin kepikiran. Kepikiran akan
Hari ini aku bersiap-siap mengemas semua barang-barangku. Dibantu Bi Ijah tentunya. Ya, aku memutuskan untuk ikut tinggal bersama Om Heru dan Tante Tika. Karena nggak mungkin selamanya Om Heru akan tinggal di rumahku. Untuk masalah kerjaanku, aku memutuskan resign. Untuk bisnis peninggalan ayah, akan tetap berjalan dan di pantau dari jauh. Atau akan buka cabang di sana. Aku akan lebih fokus meneruskan bisnis Almarhum ayah.“Wi, ada Angga dan Pak Handoko di ruang tamu,” Tante Tika masuk ke dalam kamarku. Aku melipatkan kening dan berhenti sejenak dengan aktivitasku.“Ngapain Tante?” tanyaku. Tante Tika mengangkat bahunya.“Ya udah sana temuin! Biar di selesaikan Bi Ijah, kita juga santai ini berangkatnya,” suruh Tante Tika. Aku mengangguk dan beranjak keluar. Diikuti oleh Tante Tika menuruni tangga yang menghubungkan dua lantai ini.Mataku melihat sosok lelaki
“Kamu beneran besok nggak mau ikut ke rumah Rama?” tanya Tante Tika, seraya rebahan di sofa. Ya, aku udah empat hari berada di rumah Tante Tika. Rama mengundang kami semua lewat hape. Karena waktu mau ngantar undangan di rumahku, kami sudah tak berada di sana.“Nggak Tante, masih masa iddah juga,” jawabku, hanya sekedar alasan. Takut nggak bisa menahan rasa cemburu di sana.“Owh, iya, bener juga,” jawab Tante Tika, seraya membenahi gaya rebahannya.“Eh, tapi kamu nggak apa-apa kan?” tanya Tante Tika lagi, seakan tahu isi hatiku.“Emang, aku kenapa Tante?” tanyaku balik. Mencoba dengan nada biasa saja.“Ya, Nggak. Kan selama ini, Tante lihatnya kamu dekat dengan Rama. Terlihat juga kalau Rama ada perhatian lebih untuk kamu,” jawab Tante Tika. Aku tersenyum
Tiga bulan kemudian.Rama sudah resmi menjadi suaminya Rizka. Hatiku masih belum bisa menerimanya. Tapi, mau tak mau aku harus mengikhlaskannya. Walau susah, tapi aku harus bangkit dari keterpurukkan.“Wi, makan dulu!” suruh Tante Tika sedikit berteriak. Semenjak Rama menikah, memang berkurang nafsu makanku. Rasanya hanya ingin bermalas-malasan dalam kamar. Dengan malas aku memenuhi panggilan Tante Tika.“Iya, Tante,” jawabku, seraya bangkit dan menuju ke ruang makan. Ku lihat sudah ada Om Heru, Tante Tika dan Mita anak semata wayang mereka. Bi Ijah lagi sibuk dengan kegiatannya.Aku duduk di kursi dekat Mita. Dia melirikku seraya tersenyum. Seakan ada yang mau di katakan atau tanyakan. Entahlah.“Mbak kamu sehat?” Tanya Mita. Seakan mengkhawatirkan keadaanku. Om Heru dan Tante Tika langsung melihat ke arahku.“Iya, W
POV AnggaTerlepas dari Dewi, aku tinggal bersama Pak Handoko. Karena Pak Handoko tak tega melihat aku sendirian di kontrakkan, selain itu juga untuk menebus rasa bersalahnya di masa lalu dengan Ibu. Lagian sama-sama sendiri. Dan Ibu? Ibu masih depresi di rawat di rumah sakit jiwa.Bersama Pak Handoko setidaknya aku tidak memikirkan bayar kontrakkan dan makan. Hutang-hutang ibu semuanya di bayar oleh Pak Handoko dengan memangkas gajiku setiap bulan. Tidak masalah, lagian aku juga numpang gratis makan dan minum di rumah Pak Handoko. Walau gajiku di potong total aku juga tak masalah.Pekerjaanku yang lalu, terbengkalai karena mencari ibu dan proses penceraian dengan Dewi. akhirnya Pak Handoko memberiku pekerjaan baru, sebagai sopir pribadinya. Dewi Niqmah Imutningtyas, pemilik nama cantik dan imut itu sekarang sudah bukan istriku lagi. Menjabat sebagai jandanya Arjuna Angga Abadan. Jujur aku masih memikirkan dia. Mau di pertahankan sekuat apapun, dia sudah tak mencintaiku lagi. jadi ya
POV RamaAkhirnya aku menikahi Rizka. Dari mana cinta ini mulai tumbuh, aku juga nggak tahu. Yang jelas saat Ibunya mau membawanya pulang beserta Mila, hatiku merasa berat. Berat sekali kehilangan mereka. Walau aku tahu Rizka masih sering kumat depresinya. Tapi aku tetap ingin menjaganya. Dia berhak bahagia dan aku ingin membahagiakan dia dan Mila. Rizka dan Mila. Nama itu kini semakin bersemi indah di hati. Kedua perempuan cantik itu kini telah resmi menjadi milikku. Aku masih selalu mendatangkan psikiater ke rumah. Agar Rizka bisa benar-benar sembuh dari depresinya.Dewi? Aku sebenarnya nggak tega dengannya. Janda cantik itu telah menebarkan aura kecantikkannya ke hati Romi. Ya, Ini semua kerjaan Romi. Dia ingin mendekati Dewi dengan namaku. Sehingga seakan aku memberikan harapan lebih untuk mempermainkannya. Pasti seperti itu pemikiran Dewi tentang aku.Berkali-kali aku menyuruh Romi mengatakan sejujurnya kalau kami kembar. Tapi dia selalu menolak. Dengan alasan, ingin melihat seb
Welcome Benalu season 2Bab 1Setahun kemudian.Pov Angga.“Tina!!!” buatin Ibu kopi!!!” teriak ibu memerintah istriku, Martina. Ya, aku sudah menikah lagi dengan Martina. Cewek cantik yang berhambur memelukku setahun yang lalu. Dia adalah teman waktu SMA. Dia adik kelas. Dia kelas satu aku kelas tiga saat itu. Akhirnya aku menikahinya, karena aku melihat Dewi juga sudah menikah lagi dengan Rama. Dasar!!! Pengacara itu ternyata mengincar Dewi. Ibu sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Dan ikut aku tinggal di rumah Martina. Walau rumah Martina tidak sebagus rumah Dewi, tapi tidak masalah. Aku nggak mungkin juga selamanya tinggal di rumah Pak Handoko. Karena Pak Handoko juga sudah menikah lagi dengan janda beranak tiga. Dia sengaja mengincar janda yang sudah mempunyai anak, karena dia sendiri merasa tidak bisa mempunyai anak. Apalagi anak ke tiga janda itu masih bayi. Membuat Pak Handoko mantap menikahinya. Biar serasa anak sendiri kalau di rawat dari bayi.Kehidupan Dewi seakan lebih ma
BAB 2POV Angga.Aku pusing setiap hari mendengar keributan Ibu dan Martina. Dan aku lebih nyaman berada di luar rumah. Kadang sering menghabiskan waktu ke rumah Pak Handoko. Aku pikir juga Martina itu tidak tahu terimakasi. Sudah hamil entah anak siapa, tapi dia seakan tak ada rasa terimakasihnya. Tak ada sopan santunnya juga dengan ibu. “Kamu kenapa? Di tekuk terus itu muka?” tanya Pak Handoko. Mungkin dia menyadari akan keresahanku. Ku tarik nafasku kuat-kuat dan melepaskannya pelan-pelan. Biar sedikit melegakan hati ini.“Biasa, Pak, masalah rumah tangga,” jawabku, seraya membenahkan posisi duduk.“Ya, seperti itulah, kalau kalian melakukan hubungan intim duluan, sampai terjadi kehamilan, baru menikah,” celetuk Pak Handoko. Membuat dada ini bergemuruh seakan tak terima. Ya, mungkin orang-orang yang nggak tahu, aku menikahi Martina karena hamil duluan. Hamil anakku. Ah, kalau mereka tahu pasti akan kasihan dengan kondisiku.“Tap ...,”“Di minum dulu kopinya, Nak Angga!!! ucap Bu G
Benalu part 102POV 3“Pi, motor Angga di bawa kabur mereka,” ucap Angga, dia masih sangat menyayangkan motornya yang belum lunas. Masih kredit.“Biar, Ga! motor bisa di beli lagi. Yang penting nyawa kamu selamat,” jawab Pak Faris bijak.Angga mendesah. ‘Untung nggak mau membawa mobil Papi, kalau sampai memenuhi keinginan Ibu untuk meminjam motor Papi, yang hilang mungkin mobil Papi. Harus dengan cara apa untuk menggantinya?’ lirih Angga dalam hati. Walau kondisinya sudah babak belur begitu, tapi dia masih bersyukur, karena bukan mobil mertuanya yang dia bawa.“Bagaimana keadaan sebenarnya, Ga? kok, kamu bisa sampai seperti ini?” tanya Pak Faris kepada menantunya.“Permisi,” Pak Faris dan Angga mengarah ke asal suara. Ternyata ada dokter dan Martina berjalan mendekat.“Saya periksa dulu, ya?” ucap dokter laki-laki paruh baya itu ramah. “Silahkan dok,” jawab Pak Faris mempersilahkan. Dokter itu menjalankan tugasnya. Memeriksa detak jantung dan yang lainnya. “Kepala saya pusing banget
Benalu part 101POV 3“Yaudah Om, Tante, Mita, kami pulang dulu. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Romi,” pamit Romi kepada semuanya.“Iya, Rom, pasti, kamu juga hati-hati di jalan,” balas Om Heru. Kemudian mereka beranjak dan keluar dari kamar Mita.Romi dan Dewi melewati lorong Rumah Sakit seraya bergandengan tangan. Dewi mengedarkan pandang. Matanya melihat sosok laki-laki yang menggunakan masker, kacamata hitam dan jaket, berjalan seraya tolah toleh. Mata Dewi menyipit. Langkah kakinya penuh curiga.“Mas, laki-laki itu, kok, jalannya ngendap-ngendap, ya?” tanya Dewi lirih dengan mata masih memperhatikan laki-laki itu. Romi akhirnya juga ikut menoleh ke arah yang di pandang Dewi.“Iya, mau ngapain, ya? tapi dia ke lorong sana?” sahut Romi lirih. Mata mereka masih fokus dengan laki-laki berjaket itu.“Iya, apa kita ikuti?” tanya Dewi kepada suaminya.Dreettt dreeerrrttt dreetttt gawai Dewi bergetar di dalam tasnya. Tak berselang lama berbunyi. Nada panggilan masuk. Dengan cepat De
Benalu part 100POV 3Ya, di sini, Rizka berpelukkan manja dengan Ibu mertuanya. Dan Rama berpelukkan haru dengan Ibu mertuanya. “Doakan, ya, Bu. semoga Rumah Tangga kami sakinnah ma waaddah wa rohmah,” pinta Rama kepada mertuanya.“Pasti, Nak. Pasti. Tanpa kalian minta, ibu pasti mendoakan kalian,” ucap Bu Sumi. Rama kemudian melepaskan pelukannya.“Pa, kapan Mama Dewi pulang?” tanya Mila tiba-tiba. Membuat Rama tidak bisa menjawabnya. Rama dan mertuanya saling beradu pandang. Rama menarik nafasnya kuat-kuat dan melepaskannya perlahan.“Papa juga nggak tahu, Sayang,” jawab Rama. Membuat bibir Mila cemberut.“Katanya Mama Dewi nggak lama-lama. Tapi, kok nggak pulang-pulang?” sahut Mila seraya bertanya.Mila memang sangat merindukan Dewi. Menunggu Dewi pulang terasa sangat lama baginya. Selalu menunggu hari esok, dengan harapan hari esok mama Dewinya pulang. “Urusan Mama Dewi belum selesai Sayang, makanya Mama Dewi belum bisa pulang,” jawab Rama santai, dengan selalu menyunggingkan s
Benalu part 99POV 3Anga sudah di periksa oleh dokter. Dia juga belum sadar. Martina dan orang tuanya menunggu di luar. Karena belum di ijinkan masuk. Karena Angga masih dalam penanganan.Martina masih terus menangis. Dia mondar mandir dengan hati yang cemas. Berkali-kali melirik ke pintu kamar di mana Angga di rawat. Berharap pintu itu segera di buka dan dokter segera menyampaikan kabar tentang kondisi suaminya.Yusuf sudah tenang. Dia tidur di pelukkan neneknya. Bu Intan juga nggak kalah paniknya. Hatinya juga berdegub nggak jelas. Selalu berdoa untuk kebaikan anaknya.“Dokternya kok, nggak keluar-keluar, ya?” celetuk Bu Intan. Dia juga nggak sabar menunggu dokter keluar.Bu Intan menyesal sekali, menyuruh anaknya membelikan dia makanan. Lebih tepatnya dia memaksa Angga untuk membelikan makan. Padahal waktu itu, kerjaan rumah di besannya masih banyak dan rumah juga masih berantakan. Makanan juga banyak. Hanya demi ingin pamer baju baru dan naik mobil besannya dia memaksa. Ternyata
Benlau part 98POV 3“Ma, tapi Mama dan Papa setujukan Mita nikah sama Gio?” tanya Mita kepada mamanya. membuat mamanya bingung menjawabnya. Langkah kaki Dewi langsung terhenti. Dari kemarin-kemarin dia cuma membayangkan saja, kalau Mita akan menikah dengan Pak Galih. Dan itu sudah membuatnya mual. Tapi, hari ini telinganya mendengar sendiri kalau adiknya ingin menikah dengan laki-laki yang selalu mual jika namanya di sebut. Kemudian Dewi berbalik badan, tak jadi keluar tapi malah menuju ke toilet yang ada di kamar rawat inap Mita. Membuat Tante Tika cemas juga dengan kondisi Dewi. Kemudian menyusul Dewi ke toilet. Memijit tengkuknya. Agar terasa enakkan.“Kamu masih sering muntah, Wi?” tanya Tante Tika dengan nada cemas. Walau dia sering melihat Dewi seperti itu, tapi tetap saja dia cemas dengan kondisi keponakannya.“Iya, Tante,” jawab Dewi dengan nada lemas. Dia sudah duduk di sofa ruang kamar Mita di rawat.“Ibu hami itu memang macam-macam, ada yang cuma trimester pertama, ada y
Benalu part 97POV 3Hati Martina semakin berdegub kencang saat kakinya melangkah menuju rumah Pak Agung. Dia sangat penasaran dengan keadaan suaminya, dan apa yang terjadi sebenarnya. Terus foto yang di berikan Haris itu, apa maksudnya? Dari mana dia mendapatkan foto itu? Semuanya masih menjadi tanya besar di benak Martina. dan sebentar lagi akan terjawab. ‘Mas Angga aku sudah dekat denganmu,’ lirih Tina lagi dalam hati.“Silahkan langsung ke kamar saja semuanya. Karena yang punya hape ini masih di dalam kamar dan belum sadar,” ucap Pak Agung. Semakin membuat hati Tina bergemuruh. Pintu kamar di buka oleh pemiliknya. Bu Intan juga berdebar hatinya, ingin segera melihat kondisi anaknya. Begitu juga dengan Jeng Sella dan Pak Faris. Tak kalah berdebar walau hanya anak mantu. Tapi, mereka benar-benar cemas. Martina masuk lebih di dalam kamar itu. Tak sabar rasanya, ingin melihat suaminya. “Itu, Mbak pemilik hape ini,” jawab Pak Agung seraya menunjuk ke ranjang. Di sana terbaring seso
Benalu 96POV 3“Sayang, aku sudah melacak alamat-alamat nomor baru yang menghubungi kamu. Cuma banyak nomor baru, jadi kamu ingat-ingat ya, nomor mana yang menghubungimu, saat kamu di kabari kalau papamu kecelakaan,” jelas Pak Galih seraya memberikan gawai Mita yang dia bawa dari tadi.Mita menerima gawainya. Kemudian melihat nomor-nomor baru itu. Matanya kembali nanar lagi. Nggak ingin membahas masalah ini. Tapi, kalau nggak di bahas, nggak akan selesai-selesai ini kasus.“Yang ujungnya 29, sahut Mita,” sahut Mita kemudian, meletakkan gawainya di sebelahnya.Pak Galih langsung memeriksa alamat nomor yang di bilang Mita. Dari sekian banyak nomor baru, hanya satu yang ujungnya 29. Pak Galih tersenyum.“Kita bisa lapor polisi dan segera menggerebeknya,” ucap Pak Galih yakin dan mantab.“Alamatnya mana, Pak?” tanya Om Heru penasaran.“Ini, Pak!” Pak galih menyerah kertas yang sudah tercantum semua alamat-alamat nomor baru yang menghubungi Mita. Om Heru langsung menerimanya. Kemudian men
Benalu part 95POV 3Dreett dreet dreettt gawai Tina bergetar. Tak berselang lama berbunyi.“Ma, tolong lihatkan siapa yang menelpon?” pinta Tina kepada mamanya. “Iya, Sayang,” ucap Jeng Sella, kemudian langsung mengambil gawai yang masih di saku baju Tina. “Astaga!” ucap jeng Sella saat melihat siapa yang menelpon.“Siapa yang nelpon, Mi? Peneror itu lagi kah?” tanya Tina masih dengan Mata sedikit membuka. Karena kalau membuka sempurna dia nggak tahan. Karena melihat semuanya berputar-putar.“Angga, yang nelpon,” sahut Jeng Sella. Seketika Martina terperanjat dari baringnya. Membuka paksa matanya saat mendengar nama suaminya menelon ke nomornya.“Cepat angkat, Mi!” perintah Martina semangat. Jeng sella mengangguk dan kemudia mengangkat telpon itu.[Hallo, Angga] ucap Jeng Sella memulai percakapannya. Kemudian dia meloundspeaker gawainya.[Hallo] terdengar suara dari seberang. Suara laki-laki. Martina mengerutkan keningnya. Karena dia faham kalau itu bukan suara suaminya.[Ini siapa
Benalu part 94POV 3Pak Galih memutuskan pulang, seraya membawa hape Mita. Karena dia ingin mengeceknya di rumah. Om Heru nggak percaya gitu saja tentunya dia membawa pulang gawai Mita. Karena baru saja ketemu. Walau dia tahu anaknya sangat dekat dengannya. Akhirnya Pak Galih meninggalkan KTPnya, agar Om Heru dan yang lainnya percaya, kalau dia memang serius ingin membantu Mita.“Gio mana, Mbak?” tanya Mita kepada Dewi. Langsung mual perut Dewi jika nama itu di sebut. Seakarang di kamar itu tinggal mereka berdua. Om Heru dan Tante Tika pulang. Romi sedang mencari ke kantin rumah sakit untuk membeli makanan.“Pak Galih, udah pulang,” jawab Dewi dengan susah payah menahan rasa mualnya.“Mbak, salah nggak aku jatuh cinta dengan Gio?” tanya Mita. Semakin membuat Dewi mual. Liur sudah naik ke mulut. Susah payah dia menelan ludahnya sendiri.“Eh, namanya kan Pak Galih. Kenapa kamu panggilnya Gio?” tanya Dewi balik, sengaja mengalihkan pembicaraan, karena memang nggak mau menjawab pertanyaa