Welcome Benalu season 2Bab 1Setahun kemudian.Pov Angga.“Tina!!!” buatin Ibu kopi!!!” teriak ibu memerintah istriku, Martina. Ya, aku sudah menikah lagi dengan Martina. Cewek cantik yang berhambur memelukku setahun yang lalu. Dia adalah teman waktu SMA. Dia adik kelas. Dia kelas satu aku kelas tiga saat itu. Akhirnya aku menikahinya, karena aku melihat Dewi juga sudah menikah lagi dengan Rama. Dasar!!! Pengacara itu ternyata mengincar Dewi. Ibu sudah keluar dari rumah sakit jiwa. Dan ikut aku tinggal di rumah Martina. Walau rumah Martina tidak sebagus rumah Dewi, tapi tidak masalah. Aku nggak mungkin juga selamanya tinggal di rumah Pak Handoko. Karena Pak Handoko juga sudah menikah lagi dengan janda beranak tiga. Dia sengaja mengincar janda yang sudah mempunyai anak, karena dia sendiri merasa tidak bisa mempunyai anak. Apalagi anak ke tiga janda itu masih bayi. Membuat Pak Handoko mantap menikahinya. Biar serasa anak sendiri kalau di rawat dari bayi.Kehidupan Dewi seakan lebih ma
BAB 2POV Angga.Aku pusing setiap hari mendengar keributan Ibu dan Martina. Dan aku lebih nyaman berada di luar rumah. Kadang sering menghabiskan waktu ke rumah Pak Handoko. Aku pikir juga Martina itu tidak tahu terimakasi. Sudah hamil entah anak siapa, tapi dia seakan tak ada rasa terimakasihnya. Tak ada sopan santunnya juga dengan ibu. “Kamu kenapa? Di tekuk terus itu muka?” tanya Pak Handoko. Mungkin dia menyadari akan keresahanku. Ku tarik nafasku kuat-kuat dan melepaskannya pelan-pelan. Biar sedikit melegakan hati ini.“Biasa, Pak, masalah rumah tangga,” jawabku, seraya membenahkan posisi duduk.“Ya, seperti itulah, kalau kalian melakukan hubungan intim duluan, sampai terjadi kehamilan, baru menikah,” celetuk Pak Handoko. Membuat dada ini bergemuruh seakan tak terima. Ya, mungkin orang-orang yang nggak tahu, aku menikahi Martina karena hamil duluan. Hamil anakku. Ah, kalau mereka tahu pasti akan kasihan dengan kondisiku.“Tap ...,”“Di minum dulu kopinya, Nak Angga!!! ucap Bu G
BAB 3POV ANGGA“Suami yang kamu banggai-banggain ini, terbukti selingkuh, kamu masih bilang salah faham?” tanyaku kepada Dewi. Dia malah tersenyum mendengar ucapanku. Apa mungkin dia rela di madu? Dia mendekat ke arahku, tangannya masih menggandeng anak kecil itu.“Mama!!!” teriak anak kecil itu mengahmbur ke wanita selingkuhannya Rama. Owh, ternyata anaknya. Aku sampai nggak habis pikir dengan jalan pikiran Dewi. Kenapa dia mau di madu?“Tapi nyatanya kamu memang salah faham, Mas!” ucap lembut Dewi. Walau sudah bukan istriku lagi, dia masih lembut dalam bicara. Beda sekali dengan Martina. Yang bisanya hanya bikin darah tinggiku naik. Apalagi kalau debat dengan Ibu.“Bukannya kamu menikah dengan Rama?” tanyaku penasaran. Karena aku melihat foto pernikahannya dengan Rama. Dewi juga sering mengumbar foto mesranya dengan Rama. Dewi malah tersenyum saja.“Bukan,” jawabnya. Seketika aku mengerutkan keningku. Ah, nggak mungkin aku salah orang. Jelas-jelas Rama yang ada dalam foto yang dia
POV DEWI“Sial, jontor ini bibir!” gerutu Rama. Karena kena tonjokan Mas Angga kemarin. Aku dan Mas Romi tak tinggal serumah dengan Rama dan Rizka. Kami memutuskan pisah rumah, untuk menghindari hal-hal yang tak di inginkan. Walau dulu Mas Romi juga tinggal di sini. Karena merasa kakak, merasa lebih tua, jadi kami yang memutuskan mengalah. Membeli rumah yang juga nggak jauh dari rumah Rama dan Rizka.Aku dan Mas Romi ke sini, karena mengantar Mila. Karena Mila beberapa hari ini ikut kami. Ya, seperti itulah nasib Mila. Suka-suka dia mau ikut siapa. Kadang merengek ikut Mama Dewi, juga kadang merengek ikut mama Rizka. Kadang juga dua mamanya yang rebutan ingin Mila ikut. Ah, aku merasa beruntung ada di bagian mereka.“Maafkan, Mas Angga ya, Ram,” ucapku. Karena merasa tak enak. Kulihat pipi dekat bibir itu masih membiru.“Santai aja, Wi, bukan kamu juga yang salah,” jawab Rama. Walau aku ini kakak iparnya, tapi Rama tak menyebut kakak atau Mbak. Karena juga sudah kebiasaan. Lagian Rama
POV AnggaHilang rasa laparku saat melihat mobil Dewi. Rasa cemburu ini begitu kuat. Padahal aku juga sudah menikah. Mungkin kalau Martina bisa selembut Dewi, aku bisa segera melupakan Dewi. Nyatanya Martina hanya benalu dalam hidupku. Pernikahan ini hanya untuk menutupi aibnya saja. Kulajukan motor kredit ini membuntuti mereka. Mau kemana mereka sebenarnya? Setidaknya kalau mereka arah pulang, aku bisa mengetahui rumah baru mereka. Sehingga bisa lebih leluasa untuk mendekati Dewi lagi. Aku yakin, rasa cinta di hati Dewi belum sepenuhnya hilang dari hatinya.Mereka berhenti di rumah minimalis. Bagus juga rumah mereka. Walau masih bagus rumah Dewi dulu. Dewi memilih tinggal di rumah minimalis ini, aku yakin, karena dia belum bisa melupakanku. Dia pasti selalu mengingatku jika masih tinggal di rumah gedongnya itu, yang mana pernah tinggal bersamaku di sana.Mereka turun dari mobil. Kulihat Romi membukakan pintu mobil untuk Dewi. Ketika Dewi turun, tangan Romi mengelus perut Dewi yang m
POV IBUPagi ini aku di buat emosi sama Martina. Gimana tidak? Kerjaanya hanya bermalas-malasan. Mentang-mentang dia yang punya rumah. Jadi nggak ada sopan santunnya sama suami dan juga mertua. Dulu aku pikir Dewi adalah mantu yang nggak sopan, sekarang Martina jauh lebih parah. Dewi walau kadang ngeselin, tapi dia tetap menjalankan tugasnya sebagai istri dan menantu. Martina? Di buat darah tinggi aku setiap hari.Angga juga sama saja bodohnya. Percuma punya wajah ganteng kayak Anjas Mara. Tapi nggak bisa menarik hati perempuan tajir. Harusnya wajah seganteng Angga, bisa dapat yang jauh di atas Dewi, yang royal juga tentunya. Bukan kayak Martina, udah nggak punya sopan santun, juga pelitnya minta ampun. Sama sekali nggak mau mengeluarkan duit. Padahal duitnya juga banyak. Buktinya sering dia beli baju online, karena hampir setiap minggu kurir JNE datang ke rumah.Karena Martina nggak mau masak, mau tak mau aku yang masak setiap hari. Angga enak, dia kerja berangkat pagi ke rumah Hando
POV ANGGA“Angga, kamu sudah sarapan?” tanya Pak Handoko pagi ini. Ya, aku memang kepagian datangnya. Nggak betah juga di rumah lihat Martina kerjaanya bangkong terus tiap pagi. Nggak ada inisiatif buat bersih-bersih rumah atau apalah. Setidaknya jangan molor. Apa Dewi dulu juga sekesel ini ya, perasaannya, lihat aku bangun siang terus? Sedangkan dia bangun pagi untuk berangkat kerja.“Angga?” sapa Pak Handoko lagi. Seketika membangunkan lamunanku.“Eh, iya, Pak. Belum,” jawabku sedikit gelagapan.“Sini, sarapan bareng!” Perintah Pak Handoko. Aku mengangguk seraya mendekat ke ruang makan. Kulihat Bu Gendis sangat baik melayani suaminya. Beruntung sekali Pak Handoko.“Ini, Nak Angga piringnya,” sodor Bu Gendis, ku ambil piring itu seraya mengangguk dan tersenyum. Andai Martina melayani aku sebaik ini. Pasti tak akan tergoda hati ini untuk memiliki Dewi lagi.“Pa, waktunya Hana imunisasi,” celetuk Bu Gendis. Hana adalah anaknya yang baru berusia lima bulan. Anak tiri Pak Handoko. Tapi P
POV IBUKenapa laki-laki brengsek itu ada di sini? Bersama anak istrinya lagi. Mau pamer gitukah niatnya? Kulihat istrinya masih muda. Lumayanlah. Paling kalau bukan karena harta Handoko, nggak mungkin mau juga ini perempuan jadi istrinya.Kupandangi mobilnya, yang terparkir di halaman rumah. Bagus dan mengkilat. Dulu dia ngemis-ngemis maaf, nyatanya juga dia nikah lagi dengan perempuan lain. Masih muda lagi. dasar laki-laki hidung belang.Kulihat mata handoko, diapun membalasnya. Ya, mata kami saling beradu. Biarkan saja istrinya cemburu. Bukan urusanku, lagian dia biar tahu, kalau suaminya ini ganjen sama semua wanita.“Intan gimana kabarmu?” tanyanya sok care, seraya mengulurkan tangannya. Tapi tak aku balas uluran tangan itu. Akhirnya dia menariknya. Kasihan sebenarnya aku cuekin. Pasti dia malu.“Owh, iya, perkenalkan ini istri dan anak saya,” ucapnya lagi seraya mengenalkan anak istrinya. Siapa juga yang mau kenalan sama anak istrinya. Dasar laki-laki hidung belang. Tak aku tang